13

16.2K 2.5K 201
                                    

Pagi semua.
Baru bisa upload, karena kemarin nemani Suami lemburan dan sekalian cek naskah persiapan cetak.

****

Pertengkaran di coffee shop, meski berakhir damai, membuat Erik kembali memberikan perhatian penuh. Jika beberapa waktu sebelumnya dia sempat hilang kabar dan beralasan sibuk, kali ini dia kembali memberikan perhatian seperti dulu, membuat Kendra makin susah melepaskan diri.

Status Iren masih tetap informatif. Namun, beberapa hari terakhir, cuitannya di Twitter terkesan sedih, seolah menunjukkan tengah bertengkar.

Apa Erik menegurnya ya? Entah.

Kendra malas juga bertanya, daripada berakhir ricuh seperti terakhir kali.

Pagi ini, setelah jalan-jalan sebentar, Erik membawanya pulang. Keluarga besarnya tengah kumpul di hari Minggu yang cerah.

Jantung Kendra berdebar, saat mobil ditumpanginya memasuki halaman rumah yang luas, dan dia melihat mobil hitam besar milik seseorang yang mengisi relung hatinya sudah terparkir di sana.

Astaga! Rasanya tak siap. Dia melirik Erik, Pria ini tak pernah menyadari perasaannya yang terbagi. Tidak-tidak, perasaannya tak pernah terbagi. Perasaannya pada Erik adalah perasaan sayang, seperti seorang adik yang nyaman memiliki kakak, tapi perasaannya pada Erwin...

Kendra menghela napas.

"Yuk, turun." Erik melepas seat belt, seolah tak peka dengan perubahan wajah Kendra. Pria itu membuka jok belakang, mengambil satu kantong plastik besar berisi buah-buahan dan kantong lain berisi cemilan.

Keluarganya tengah berkumpul, ada banyak anak kecil. Tadi sengaja mampir belanja cemilan untuk pasukan krucil yang sudah menunggu mereka.

Kendra membantu membawa dua box pizza dan donat. Berjalan dengan dada berdebar, akan bertemu seseorang yang menggetarkan hati memang rasanya berbeda. Sungguh lucu dan ironi, bukannya gugup bertemu calon mertua, justru gugup bertemu Pria lain.

"Kendra sayaaaang." Tante Yuli-Mama Erik- merentangkan tangan begitu melihat calon mantu kesayangannya muncul. Memeluknya, mencium pipi kanan dan kiri.

"Sehat te?" tanyanya ramah, dengan senyum manis.

"Alhamdulillah, ayo-ayo, sudah ditunggu." Tante Yuli menggandengnya masuk ke dalam.

"Halo Kendra." Mbak Cindy, -Kakak Erik- yang sejak tadi sibuk menyuapi anaknya di ruang tengah juga berdiri, menyambutnya, "sehat?"

"Alhamdulillah Mbak, Mbak juga gimana?"

"Sehat, tambah gemuk aku, gayemi tok, ngentekno sisane anak-anak." (makan mulu, menghabiskan sisanya anak-anak).

Kendra terkikik geli, setelah meletakkan pizza dan donat di meja makan, dia menghambur memeluk Zizi, anak Mbak Cindy yang berusia tiga tahun, yang pipinya belepotan karena susah disuapi.

"Susah makan ini lho Onty, Mama gemes jadinya," keluh Cindy.

"Maem sama Onty mau?" Kendra menawarkan diri. Zizi, si kecil dengan rambut panjang. Namun keriting di ujung itu mengangguk dengan senyum.

Kendra mengambil alih piring atom kecil yang tadi dibawa Cindy, mulai telaten menyuapi.

"Lhoo, calone Erik wes teko to." (Lho, calonnya Erik sudah datang to)

Suara Bude Lastri-kakaknya Tante Yuli, dan juga adiknya Pak Dahlan-muncul dari teras belakang. Rasanya risih, ketika dia dipanggil begitu. Tapi mau tak mau, dia menyunggingkan senyum tipis, berdiri dan mencium punggung tangan wanita paruh baya itu. Faktanya, dia memang tunangan Erik.

Bittersweet [Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang