04. menatap kemudian menetap

1K 176 12
                                    

Jenderal membuka pintu kelasnya perlahan-lahan, orang pertama yang ia lihat di dalam kelas adalah Gege.

Pukul enam kurang sepuluh menit, mereka sepakat harus sampai di kelas untuk membicarakan sesuatu. Semoga, sesuatu itu adalah penjelasan yang Jenderal perlukan.

"Ge."

Dalam hening suara Jenderal menggema, laki-laki dengan kursi roda itu masuk ke dalam kelas setelah menutup pintu kembali.

"Jenderal." Gege berdiri, sorot matanya nampak lebih redup bagi Jenderal. Ia menerka ada sebuah ketakutan di dalam sana.

"Mau ngomongin apa, Ge?"

Gege mengulas senyum ketika Jenderal sampai di depannya, dari wajah laki-laki itu sama sekali tidak ada amarah atau kebencian barang sedikit pun.

"Ndral, kalau gue bilang gue bukan pembunuh, lo percaya?"

"Percaya."

Kedua mata Gege membulat sempurna, mulutnya kelu untuk melanjutkan pertanyaan. Untuk pertama kalinya ada seseorang yang langsung mempercayai pengakuannya.

"Ndral."

"Coba sini, Gege duduk di samping Jenderal."

Gadis itu bangkit, mengubah duduknya menjadi di samping Jenderal. Dalam jantungnya yang penuh debar, tangannya yang gemetar ketakutan, semuanya mendadak tenang ketika tubuhnya duduk di dekat Jenderal.

"Apa ini juga pertama kalinya ada yang mau duduk di samping kamu?"

"Iya ...."

Jenderal tersenyum kecil, tangannya mengusap rambut Gege, kepalanya menggeleng kecil, entah karena apa.

"Ge, lihat mata aku."

Gege menurut, ia menatap lurus kedua iris coklat karamel milik Jenderal yang sangat meneduhkan. Di sana, ia tidak melihat adanya kebencian, atau tatapan menghakimi seperti kebanyakan orang memandangnya. Di sana juga Gege melihat besar dan tulusnya kepercayaan Jenderal kepadanya. Hanya dengan tatapan itu, Gege mengukir senyum meskipun dalam hatinya sangat sesak.

Tatapan mata yang hangat, usapan tangan yang lembut milik Jenderal di pucuk kepalanya, semua ini ... membuat Gege tidak bisa menghapus senyumannya.

Tatapan mata yang membuatnya akan menetap, selalu menetap.

"Biarin manusia mandang kamu apa, biarin mereka anggap kamu apa, biarin mereka berkomentar seperti apa, biarin mereka pergi sejauh apa. Yang tahu hidup kamu hanya kamu, 'kan? Kamu nggak butuh mereka semua, selagi diri kamu sendiri masih ada, kamu akan baik-baik aja."

"Tapi, Tuhan nggak sejahat itu untuk mengambil semua manusia baik di hidup ciptaannya, saat semua manusia baik di hidup kamu diambil, Tuhan pasti menggantikannya dengan yang lebih baik." Lanjut Jenderal.

"Sekarang gue paham, Ndral. Ternyata Tuhan gantiin semua manusia itu dengan satu manusia paling baik dari yang terbaik yang pernah gue temui. Rasanya nggak ada yang sebaik dia di dunia ini, rasanya hidup gue akan selalu dikelilingi bahagia kalau sama dia, rasanya jantung gue akan selalu berdebar saat ada di sampingnya, rasanya ... gue akan selalu tenang dan diterima pulang sama dia."

71 Senja di Mata JenderalDär berättelser lever. Upptäck nu