Pergi

211 7 0
                                    

Pria yang bertelanjang dada, masih belum sadar dari alam mimpi. Padahal langit di atas rumahnya sudah cerah. Matahari hampir tampak, kemungkinan besar membutuhkan waktu beberapa menit lagi untuk menampakkan diri secara keseluruhan.

Tak lama, tubuh pria yang berbungkus selimut hitam itu bergerak untuk menghadap ke arah yang berlawanan. Semula tengkurap, kini telentang menghadap langit-langit kamar. Tiga detik kemudian, mata birunya terlihat. Kelopak matanya terbuka dan ia langsung menoleh ke kiri.

Perempuan yang semalam tidur bersamanya kini sudah tak ada. Membuat Leonathan terkejut dan terduduk dalam sekejap. Ia syok, mendapati sisi kirinya kosong, tidak ada siapa pun. Berbeda dengan keadaan semalam, sebelum ia larut dalam kantuk. "Kau ke mana?" tanya pria itu begitu mengingat wajah cantik Brielle dalam otaknya.

Tanpa basa-basi ia turun dari ranjang. Berjalan cepat ke kamar mandinya yang tertutup rapat. Leonathan pun mencoba tenang. Ia mengetuk pintu putih di hadapannya dan memanggil, "Elle! Apa kau ada di dalam?!" Tak ada sahutan dan hanya terdengar suara ketukannya yang menggema dari dalam. Dibukanyalah pintu itu dengan cepat, tangan kanannya mendorong gagang pintu dengan sekuat tenaga. "Sial!" menggeram dan meremas gagangnya sebelum membanting pintu itu.

BRAK!

Sesudah menutup pintu kamar mandinya dengan kasar, Leonathan bergegas mencari ponselnya di atas nakas, samping tempat tidur. Begitu melihat, ia menggapai dan mencari nama Alice di kontak. "Cepat angkat!" serunya begitu tak kunjung mendapat sapaan dari seberang. Tak putus harapan, Leonathan terus menelepon sahabatnya. Namun tetap saja, Alice tak kunjung menerima panggilannya.

Dengan marah, pria bertubuh atletis tersebut melempar ponselnya ke ranjang. Saking kencangnya tangannya membanting, benda pipih itu memantul. Bersama rahang mengeras, Leonathan berbalik, menghampiri kamar mandi lalu segera masuk. Tak lupa membanting pintu itu untuk kedua kalinya, menutupnya dengan sangat kasar. Sampai barang yang menempel di tembok pun bergetar karena kedahsyatan dari dorongan tangan Leonathan.

Sampai di dalam, Leonathan lantas memutar keran. Membiarkan air yang jatuh dari lubang shower membasahi tubuhnya. Tanpa melepas celana tidur hitamnya. Kedua tangan menempel pada dinding, kepala menunduk. Sepasang mata Leonathan terpejam, berharap ia bisa lebih tenang. Meski perlahan-lahan otaknya memaksa untuk mengingat peristiwa gila yang ia lakukan bersama Elle.

Bagaimana kejamnya dia yang mengambil alih tubuh Elle di saat kesadaran gadis itu sudah sangat minim. Walau sang empunya mengizinkan, namun Leonathan sadar betul bahwa Elle sudah terpengaruhi oleh minuman beralkohol. Rahang pria itu kembali mengeras di saat ingatan itu menari-nari di otaknya lagi.

"Mengapa aku sangat menyesal melakukannya?" tanya bibir Leonathan sembari membuka mata. Menatap tembok di hadapannya dengan tajam, lalu tangan kiri terkepal. Dua detik kemudian, kepalan tangan itu menghantam dinding dengan sangat keras. "Aku tidak bermaksud merenggut kesucianmu," geram Leonathan sebelum meninju lagi tembok putih kamar mandinya. "Aku tidak sengaja melakukannya."

Tak heran jika pria itu marah dan terkejut karena setelah tersadar dari tidur, Brielle tak ada di sampingnya. Terlebih lagi pergi dari rumahnya tanpa mengatakan apa pun. Leonathan sudah bisa merasakan apa yang dirasa oleh Elle begitu sadar di pagi hari. Pasti perempuan itu lebih terkejut, atau kemungkinan terburuknya adalah membenci Leonathan. "Aku harus mencari dan mendapatkan maaf darimu," janjinya sebelum melepas celana dan mulai membersihkan tubuh kekar yang bersih dan putih itu.

Tentunya dengan pikiran dan perasaan yang kacau Leonathan beraktivitas saat ini. Baru kali ini dia merasakan penyesalan yang besar setelah meniduri seorang gadis. Selama hidup di dunia, ia sama sekali tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Dari pertama menatap Elle, dia sudah bisa merasakan ada yang berbeda.

Look at Me, ElleWhere stories live. Discover now