Chapter 12. Akhir

26 7 1
                                    

Januari, 2014.

Rapat koordinasi terkait kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk pembebasan lahan dilakukan pada sebuah hotel di Palangkaraya. Unsur yang berada di dalamnya adalah aparatur sipil negara beserta stakeholder terkait. Pada kegiatan ini, Pemerintah Daerah sebagai unsur yang mengupayakan kesejahteraan masyarakat akan mengajak kerja sama Pengusaha Swasta yang wilayah usahanya berada di sekitaran kawasan pembebasan lahan masyarakat.

Dahlia adalah wanita karier berumur 37 tahun yang mengenakan pakaian batik dengan lencana emas di bagian dadanya. Gadis itu berdiri gagah sembari bicara santai pada tiap pengusaha maupun ASN yang bekerja pada kota yang sama dengannya. Sudah cukup lama ia meninggalkan kampung halaman yang memilih menggeser tempat tinggalnya di sebelah provinsinya sebelumnya. Saat rekrutmen CPNS, 13 tahun yang lalu, ia diterima setelah belajar dengan sungguh selama 2 tahun.

"What's up, Bro?!"

Seseorang mendorong pundaknya hingga nyaris terjerembab. Jika sampai itu terjadi, Dahlia bersumpah demi celana dalam suaminya yang lupa ia cuci hari ini, ia akan menghajar siapapun pendorong tersebut. Tatapan tajamnya mengarah bak pisau ke arah belakang. Namun, tatapannya berubah lebih berbinar. Ia berkejar mendatangi pria berkumis tipis dengan potongan rambut nyaris botak itu lalu balas memukulnya. "Woi! Jangan pukul gitu dong, Bro!"

Ia berkata seperti itu, tapi pria yang ia pukul benar-benar terjengkang, terbaring di atas porselen hotel yang dingin.

Tingkah keduanya menarik perhatian sebagian besar orang yang belum memasuki ruangan ballroom. Dahlia yang sudah sejak awal menjaga image benar-benar rusak parah sejak bertemu sahabat lamanya itu. Itu hanya tanda sederhana bahwa setiap manusia akan menunjukkan wajah aslinya pada orang-orang tertentu. Dalam hal ini, Dahlia secara alamiah akan bertindak jujur hanya pada dua orang, yaitu suami dan sahabatnya.

"Bangun, Sikin!"

Sikin, 38 tahun. Direktur Utama PT Cakrawala Sawit yang telah mengembangkan usaha perkebunan kelapa sawitnya hingga tiga provinsi di Kalimantan dan Sumatra. Ia salah seorang pengusaha yang mengundang decak kagum Pemerintah karena tidak hanya mengambil 'enak' lahan-lahan produktif. Ia biasa menggunakan modal besar untuk menyewa peneliti yang bisa memberikan inovasi pada kawasan yang sulit untuk ditanami namun aman bagi lingkungan sekitarnya.

"Kau mempertontonkan tindakan anarkis seorang pejabat yang menendang rakyat tidak bersalah."

"Tidak bersalah? Berdiri kau!" Dahlia menarik telinga Sikin tanpa segan. Ia tidak mempedulikan karyawan―bawahan Sikin―yang menunjukkan gestur memajukan tangan seakan meminta Dahlia untuk menghentikan tindakannya. Tapi, si wanita tidak patah arang dan malah semakin mengangkat lengannya. "Salahmu adalah berteman denganku."

Sikin berdiri. Sekalipun tubuhnya tidak sejajar dengan Dahlia yang menggunakan sepatu kantor―Sikin lebih pendek, maksudnya―ia tetap menatap tajam sahabatnya. "Jangan mengatakannya secara gamblang bahwa itu adalah kesalahan, apalagi di depan umum seperti ini."

Dahlia menjebik. Matanya berbinar. Lalu, dengan ganasnya ia melompat dan memeluk erat Sikin "Jangan begitu dong, kan aku hanya bergurau."

Dipeluk wanita? Jelas adalah kesukaan Sikin. Namun, wanita ini telah menikah, dan lagi suaminya adalah orang yang ia kenal. Yang paling parah, mereka sekarang menjadi pusat perhatian. Ia pun menarik diri dan berjinjit untuk membisikkan sesuatu. "Hei, aku bisa memesan kamar jika kau mau."

Satu tamparan diberikan menjadi jawaban. Orang di sekeling bertanya-tanya, ada apa dengan hubungan kedua orang ini? Baru saja memeluk, kini malah laki-laki mendapatkan tamparan.

"Keparat ini! Pantas saja belum mendapatkan pasangan hidup. Bujang lapuk! Imajinasimu memang liar!" Dahlia berkata sambil berjalan lalu menuju lorong toilet. setidaknya pembicaraan mereka bisa lebih privasi di sana. Ia sudah lama ingin melepas rindu bersama sahabatnya ini setelah hampir setahun tidak bertemu―terakhir saat Sikin mengunjungi rumahnya dan suami saat perayaan idul fitri.

Tiga Waktu 1998Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang