BAGIAN 9 : MAKAN NASI GORENG

172 111 956
                                    

"Ma, tolong dong balikin semuanya kayak semula, Zio mohon sama Mama." Alzio berucap, ia mengusap punggung tangan Karin demi membuat mamanya itu luluh, walaupun ia tidak sepenuhnya yakin.

Karin menarik tangannya, bersidekap sambil membuang muka, malas rasanya melihat wajah anaknya untuk saat ini. Kekecewaan dirinya terhadap Alzio sangatlah dalam dan sulit sekali untuk dihilangkan walau hanya sesaat.

"Mah...."

"Hm," gumam Karin, Alzio membuang napas gusar, kini posisinya berubah, duduk di samping Karin dengan tatapan memohon andalannya.

"Ayo dong, Ma, jawab," pinta Alzio.

"Mama yakin kamu pasti gak lupa alasan Mama menyita semua barang berharga kamu," jawab Karin sekenanya masih dengan posisi bersidekap.

Alzio menarik napas kesal. "Ma, jangan egois dong, Zio butuh itu semua. Mama gak kasian ya lihat anaknya merana kayak gini." Alzio mengerucutkan bibir, bersikeras menarik perhatian Karin tapi itu semua nihil.

"Mama bilang gak, ya gak!" ketus Karin berdiri, lalu meninggalkan Alzio.

Selepas Karin pergi, Alzio bangkit lalu menendang meja dan bangku yang berada di kamarnya. Berteriak-teriak kesal dan menarik secara paksa rambut lebatnya yang sudah lama tidak ia potong.

Kesal sekali rasanya, begitu susah membujuk mamanya jika sudah marah. Begitulah sikap Karin, lemah lembut tapi jikalau sudah marah susah sekali dibujuk bahkan diajak bicara pun kadang sulit sekali, dan jika sudah marah lama sekali baiknya.

Ah, pusing Alzio memikirkan sikap mamanya itu.

Jikalau begini terus, mau jadi apa Alzio. Gelandangan? Oh, sulit sekali dibayangkan.

🌺🌺🌺

Udara malam yang dingin begitu menusuk dirinya, angin kencang mampu membuat rambut panjang yang terurai itu berkibas kesana-kemari. Ia mencengkram kuat baju yang ia pakai untuk mengurangi rasa dingin itu.

Bibirnya kelu untuk sekedar mengatur napas yang baik, hatinya berdebar kencang tidak karuan. Tidak tinggal pula, kepalanya yang sakit membuat derita hari ini lengkap sekali.

Velly berdiri tanpa ada niat untuk melangkah maju. Ia justru mematung di tempat, rasa dingin yang ia rasakan itu tidak mampu membuat dirinya sadar.

Sampai tepukan seseorang mampu membuat Velly memutar badannya seketika. Menatap orang itu dengan tatapan senang sekaligus sedih. Tanpa aba-aba ia langsung memeluk orang yang berada di hadapannya.

"Kenapa sih gue gak bisa bahagia, rasanya kebahagiaan gak sudi nyentuh kehidupan gue. Capek, gue capek hidup begini terus, hiks...." Velly sesenggukan.

Dia mengelus lembut punggung Velly. "Lo berhak bahagia."

Velly mengusap kasar air matanya yang mengalir. Hidungnya tersumbat sehingga membuatnya sedikit sulit berbicara. "Ngga, lo salah besar."

"Lo harus percaya pepatah, setelah gelap terbitlah terang."

Velly menatap lawan bicaranya dengan sendu. "Itu cuma pepatah, aslinya gak kayak gitu."

"Lo ada masalah lagi sama Kenan?" tanya Alzio, Velly mengangguk.

"Kenan jahat sama gue, Zio...." Velly menunduk sambil memainkan jemarinya yang pucat akibat kedinginan. "Gue mati-matian cinta sama dia, tapi ternyata dia juga mati-matian cinta sama yang lain."

Teman Sehati [ON GOING]Where stories live. Discover now