Sesaat, Juno memutar bola mata sebal begitu membaca pesan balasan dari Iris. Iyalah! Anak pecicilan yang ceroboh parah semacam Iris mana bisa bikin kerajinan, sih? Waktu SD, tugas membuat miniatur rumah dari stik es krim saja dikerjakan Juno. Iris kerja apa? Dia cuma menghabiskan sekeresek es krim, lalu menyerahkan stik bekasnya pada Juno. Dengan gaya sok keren, anak itu malah beralasan, 'Peran Iris sebagai penyedia bahan, ya. Sana, Juno kerja! Jangan malas!'.
Kalau soal pelajaran bahasa ... sepertinya memang tidak akan pernah akur dengan manusia tanpa perasaan dan kepekaan yang tumpul macam Iris, ya? Biasalah.
Iris Jelek Kayak Penguin Penyek
Tapi Iris tetap ngerjain tugas remed-nya,sih. Kepo!
Juno udah istirahat, ya?
Iya.
Nitip beliin susu stroberi ke Mang Dod, dong! Hehe>.<
Juno berdecih tanpa sadar. Apanya yang 'nitip'? Biasanya juga langsung ambil, bilang 'makasih', sama sekali enggak dibayar, terus pura-pura amnesia! Dikira Juno tidak sadar, ya, diperlakukan begitu dari dulu? Wah. Anak itu tampaknya memang meremehkan Juno sebagai sahabat kecilnya, ya. Kurang ajar. Meski begitu, Juno tetap mengirimkan pesan balasan.
250 ml?
IYA! YEAAAY>.< Makasih, Juno!
Tanpa aba-aba, Juno langsung keluar kelas dan turun ke lantai bawah menuju food court, lalu membeli sekotak susu stroberi. Tak sampai dua menit, Juno sudah kembali ke lantai dua dengan pesanan Iris di tangan. Juno langsung teringat teori yang sempat dikemukakan Alfa berbulan-bulan lalu.
Katanya, ketika seseorang telah memutuskan untuk jadi bucin, maka saat itulah ia resmi menandatangani kontrak untuk menjadi seorang babu sepanjang hidup.
Tidak lucu, tetapi Juno susah payah menahan cengiran yang timbul tanpa diundang. Teori yang terdengar konyol sekaligus menyedihkan. Meski begitu, Juno malah mengakuinya dengan bangga di dalam hati. Oke. Juno memang sudah terverifikasi mengalami gejala bucin kronis. Mari kita tunggu waktu untuk menghadirkan vaksin yang ampuh menanganinya. Semoga saja masih bisa diselamatkan.
Dalam keadaan berbunga yang tak mampu terdefinisikan itu, mendadak saja senyuman Juno memudar. Langkah kakinya terhenti di koridor ketika mendapati kakak kelasnya sedang sibuk menengok ke jendela kelas Iris. Itu Gamma, yang kini menyadari kedatangan Juno, lalu menghampirinya. "Jun, kok, Iris belum keluar kelas, ya? Kenapa masih ada guru?"
"Jam Istirahat kelas X MIPA-1 digeser khusus hari ini, Kak."
Setelah menganggukkan kepala, sudut mata Gamma tak sengaja menangkap bayangan sekotak susu stroberi di tangan Juno. Susu stroberi ... jelas saja buat Iris, 'kan? "Kamu mau ngasih itu ke Iris? Sekarang?"
Ah, iya. Juno memang berniat menyerahkan pesanan Iris lewat jendela kelas. Toh, Iris bukan peserta remed, 'kan? Bu Yanti seharusnya tidak akan protes. Namun, rencana tersebut Juno urungkan karena kehadiran kakak kelasnya ini. "Uhm, enggak. Istirahat kedua aja, deh."
"Iris yang minta dibeliin?"
"Iya."
Jawaban mantap Juno sukses memantikkan emosi tak kasat mata di setiap penjuru hati Gamma. Iris malah meminta Juno untuk membelikan susu stroberi, bukan meminta dirinya? Jadi ... Iris memang lebih mengandalkan Juno dibandingkan pacarnya sendiri? Gamma mengembuskan napas berat, berusaha mengontrol emosi. Mungkin karena kebetulan kelas Juno dan Iris sama-sama di lantai dua, biar Gamma tidak perlu repot-repot naik-turun tangga. Gamma mendengkus, masih ada yang mengusik pikirannya. "Tangan Iris diperban?"
YOU ARE READING
Binary Asteroid
Teen Fiction"Di mataku, kita itu satu. Layaknya sebuah planetoid yang bergenggaman. Namun, akhirnya kusadari, angular resolution-ku yang kelewat besar dari batas maksimum diameter sudut antara kita. Karena pada kenyataannya, kita hanyalah binary asteroid, tak l...
🚀Kode dan Blokade Barikade
Start from the beginning
