🌼🌼🌼

Sesampainya di kediaman Vonwood, Ares mengajak Mariska naik ke lantai tiga.

"Gak, aku belum punya pacar," ujar Dominic, lalu tertawa.

'Waduh, ngapain si Dom di sini? Bisa-bisa Mariska kepincut sama dia,' Ares mulai kalut, menyesali keputusannya membawa Mariska kemari.

Dominic Vonwood memang baru berusia 18 tahun, tapi dia sudah menorehkan nama di daftar penulis lagu terbaik di Amerika Serikat, beberapa dari karya-karyanya bertahan cukup lama di puncak tangga lagu dunia. Pria muda tersebut adalah seorang jenius yang dikaruniai paras rupawan, kalau saja dia tak menutupi tampang aslinya dari endusan media, pasti menumpuk tawaran menjadi aktor atau supermodel dengan modal postur tubuh proporsional, mata abu-abu, dan rambut cokelat tembaganya. Belum lagi bakat bermusik dan suara merdunya yang pasti dengan cepat akan menggaet banyak penggemar.

"Haduh, Dom. Insecure saya deket kamu," rengek Tomi, salah satu anak buah Ares yang masih berusia sama dengan Mariska.

Pak Joko, tukang kayu yang juga bekerja di bawah naungan Ares, melihatnya dan Mariska datang. "Eh, si Bos sudah datang. Wah, ini calon istrinya?"

Mariska hanya mengangguk malu-malu, tak tahu harus menjawab apa. Kalau dibilang iya, mereka bahkan belum remi berpacaran, tapi dibilang bukan, rasanya hubungan mereka sekarang sudah berada jauh dari sekedar pacaran.

Ares mengenalkan Mariska dengan mereka satu-persatu. "Mas Ares, ajarin dong caranya dapetin pacar cantik gini, aku bosan jadi jomblo," Dom memelas.

"Nanti aku ajarin, aku kamu tikung, lagi," ujar Ares dengan nada bercanda. Mariska melotot padanya.

"Nggak lah, aku mau cari yang lebih muda dari aku dan langsung nikah. Aku pengen nikah sebelum umur 20," jawab Dom polos, tak sadar bahwa Ares betul-betul merasa terancam.

Semua pria di ruangan itu tertawa, paham akan kecemasan Ares, kecuali Dominic yang masih polos. Mereka mengobrol sambil makan pizza yang sudah dipesan Ares sebelumnya, dan berpamitan untuk pergi dengan Mariska satu jam kemudian.

🌼🌼🌼


"Habis ini butuh ke mana lagi?" Tanya Ares ketika mereka menaiki motor yang terparkir di pelataran ruko tempat Mariska mengeprint dan menjilid tugas-tugasnya.

"Pulang aja, lumayan aku bisa istirahat satu jam sebelum pergi kerja," Jawab Mariska.

Ares membelokkan motornya ke jalan raya yang lumayan ramai di kawasan Surabaya Timur pada siang hari ini.

"Sayang, berhenti kerja di situ, please ...," pinta Ares pelan, khawatir Mariska akan tersinggung.

Mariska mendengus kesal. 'Dasar laki, belom juga aku jadi pacarnya, udah atur-atur, gimana kalau aku jadi istrinya?!' batinnya.

Ares menghela napas panjang, matanya masih terfokus ke jalanan. "Look, I understand what's going on inside that pretty little head of yours (Aku tahu apa yang ada di dalam pikiranmu). Aku nggak akan pernah batasin kamu, kamu mau kerja jadi apa pun asal nggak merugikan siapa-siapa, kamu mau dagang, kamu mau buka usaha sendiri, terserah kamu. Aku akan fasilitasi dan support kamu sampai kapan pun, entah itu kursus, lanjut kuliah, modal, apapun yang kamu butuh, selama aku mampu. Tapi untuk kerja jadi pelayan, aku nggak bisa biarin, Mariska ...."

'Mungkin kamu nggak sadar, tapi Dimas memandang kamu dengan napsu. Aku khawatir,' batin Ares.

Ares berhenti di depan rumah dan Mariska turun dari motor untuk membuka gerbang pagar, sebelum Ares memarkirkan si Vespa di tempatnya. Mercedes-Benz hitam miliknya sudah tetparkir di carport, artinya Monik sudah pulang.

Mariska meletakkan helm di rak yang bersandar di dinding parkiran motor dan Ares menghampirinya. "Maksudku, aku gak akan pernah ngekang kamu, prioritaskan kebahagiaanmu," lanjutnya sebelum melepas helm bergambar Doraemon di kepalanya. "Just ... give it a think, k?"

"But I have bills to pay, Ares. Aku udah biasa nggak bergantung sama siapa pun," jawab Mariska.

"If you allow, leave it to me," balas Ares sebelum memutar badannya untuk memasuki rumah. (Itu jadi urusanku, kalau kamu ijinkan.)

"You love me, do you (Kamu cinta aku, ya)?" ucap Mariska tanpa sadar. 'Dasar mulut gak ada filter!' rutuknya dalam hati, sementara Ares tersentak.

"I do (Iya)," ucapnya lirih, dia sendiri baru menyadarinya.

Mariska melingkarkan tangannya di pinggang Ares, memeluknya dari belakang. "Will you give me time to adapt? I mean ... this pleasant feeling of being loved by someone like you is ... strange." tanyanya. (Kasih aku waktu untuk beradaptasi.)

"For you? Always," jawab Ares, sebelum berbalik untuk menyentuhkan telunjuknya ke dagu Mariska supaya kepalanya mendongak, kemudian menunduk untuk mencium bibir manis milik gadis pujaannya.

Om KosWhere stories live. Discover now