Alaric akui bahwa Richelle adalah seseorang yang berhasil mengambil seluruh perhatiannya bahkan saat Richelle masih dalam perut Stephanie.

Lucu memang. Malam itu, selepas acara ulangtahun Skyla, mengesampingkan rasa malunya-- Alaric yang baru berusia sepuluh tahun itu mendatangi Skyla di kamarnya lantas ia bertanya,

"Mom, apa diperut Aunty Steph ada bayi perempuan?"

"Entahlah. Aunty belum mengiyakan pertanyaan Mommy. Memangnya kenapa?"

"Eemm... soal kalian yang akan menjodohkan kami saat dewasa nanti, itu tidak bercanda, kan? Aku mau, Mom. Aku ingin menikahi putri Stephanie nanti. Boleh?"

Nyatanya ucapan dari seorang bocah itu masih ia pertahankan hingga sekarang hanya saja seiring bertambahnya usia, Alaric sadar bahwa gadis yang dimaksudkannya itu masih lah gadis belia.

Itu mengapa sebelum benar-benar bisa bersanding dengannya, Alaric berkenalan dengan wanita yang sebaya tanpa menaruh cinta yang berlebihan tentunya.

Kala itu, Vanessa adalah sosok wanita yang dewasa dan memiliki wawasan yang luas dalam bicara pun mereka sangat seimbang. Alaric memang menaruh hati padanya akan tetapi tidak sampai sedalam itu.

Bahkan ketika ia tahu Vanessa bermain api dengan pria yang ternyata akan dijodohkan dengannya-- Alaric marah bukan karena kecewa. Dia hanya tidak terima bisa dipermainkan begitu cantik oleh Vanessa.

Pun kembali menjalin hubungan hanya sekedar menganggapnya teman tidur bukan wanita yang layak ia jaga apalagi saat itu Vanessa sudah berstatus janda.

Tidak jarang Vanessa kerap kali mendapatkan kekerasan seksual sebab alih-alih melampiaskan amarahnya pada alkohol atau narkoba, Al justru melampiaskannya dengan cara yang kasar pada Vanessa.

Dan wanita itu sama sekali tidak memprotes. Dalam hati, Alaric tersenyum mengejek karena beranggapan bahwa Vanessa mengakui sebagai budak sex nya semata.

"Kau tidak harus memohon, sayang. Karena kali ini aku lah yang mengaku kalah. Aku sangat mencintaimu dan bersumpah akan ku jadikan kau ratu di hidupku."

Andai saja mereka berdua sadar tanpa ada yang terpengaruh alkohol mungkin suasana romantis lah yang berpadu dalam ruangan yang menaburkan buih cinta diantara keduanya.

Hingga detik terlewat menjadi hitungan menit-- kini, bibir keduanya saling bermain lihai penuh hasrat. Kasar. Liar. Bahkan terkesan buru-buru.

Sesak adalah hal yang dirasakan Richelle dan mengharuskan ia mendorong dada pria itu. Mungkin hanya tiga detik yang diberikan untuk meraup oksigen sebanyak mungkin sebelum Alaric kembali membungkamnya tanpa ampun.

Tangan kekarnya bergerilya menyentuh tiap lekuk tubuh Richelle. Meremas pinggulnya dengan sensual sehingga desahan demi desahan berpadu menjadi melodi erotis di malam itu.

Dalam satu tarikan kuat, bagian atas dari gaun yang dipakainya sudah terkoyak tak berbentuk-- terus sampai menjadi dua bagian sehingga tidak perlu meloloskan kain tersebut dari atas kepala.

Richelle pasrah saat lagi-lagi bagian dadanya menjadi serangan Alaric. Mulutnya terkatup lalu melenguh dengan tubuh yang juga ikut menggeliat akibat rasa geli, nikmat dan-- entah. Richelle tidak bisa berkomentar lagi sebab yang dialaminya ini sulit sekali ia hindari mencoba menghentikan Alaric yang begitu lihai dan senang bermain-main di puncak dadanya.

Di tengah kesadarannya yang sedikit mulai kembali, Richelle terkesiap saat kain tipis yang membungkus asetnya di bawah sana perlahan-lahan melewati kedua kakinya dengan Alaric yang mengangkatnya ke atas.

Pun setelah terbebas, Alaric melebarkan seraya memegang lembut pergelangan kakinya yang jenjang nan halus.

Richelle tersipu dan merasa malu saat miliknya dalam keadaan polos mendapatkan tatapan intens dengan mata yang berkabut penuh gairah dari pria itu.

𝙾𝚞𝚛 𝙳𝚎𝚜𝚝𝚒𝚗𝚢 (#𝟸 𝙴𝙳𝙼𝙾𝙽𝙳 𝚂𝙴𝚁𝙸𝙴𝚂)✓Where stories live. Discover now