008

105 9 2
                                    

"POKOKNYA AKU TIDAK MAU SAMA OM-OM TUA ITU!" teriak Wei Wuxian tepat di telinga Nie Huaisang.

Anak manis itu terkejut, tetapi dia pecinta damai dan tidak mau berkelahi karena hal sepele.

Emosinya semakin tidak bagus karena bertemu Lan Qiren beberapa jam lalu. Andai saja tidak ada pria berkumis lele itu, mungkin Wei Wuxian bisa makan dengan lahap, begitu pula dengan Nie Huaisang yang ketakutan kalau sewaktu-waktu, Lan Qiren akan menanyakan pelajaran ketika mereka sedang makan.

Mengerti akan emosi Wei Wuxian, Nie Huaisang mencoba menenangkan sahabatnya yang manis itu. Kalau ini tidak berhasil dia akan mencoba sogokan lain, buku kuning misalnya.

"Aiyo, kau belum mencobanya, kan? Siapa tahu cocok," jelas Nie Huaisang tersenyum malu dan menutupi wajahnya dengan kipas kesayangannya.

Wei Wuxian merebahkan diri ke tempat tidur miliknya dengan agak kasar sampai menimbulkan suara gedebuk.

"Jujur saja, A-Sang, sebenarnya kau sudah tahu, kan? Kau tahu kalau dia itu mengikuti aku selama ini?"

Wei Wuxian menuduh temannya. Namun, tatapannya lurus ke langit-langit kamar. Dia masih sangat malu dengan pertemuan tadi siang dengan Lan Wangji. Berkali-kali dia meyakinkan dirinya bahwa dia tidak mencintai Lan Wangji. Namun, semakin dia mencoba, semakin lekat pula bayangan, wajah dan aroma maskulin pria itu di pikirannya.

"Apa yang kau bicarakan? Kau tidak mengatakan ciri-cirinya, jadi wajar kalau aku tidak mengatakan," jelas Nie Huaisang membela dirinya.

Sebenarnya, sangat mudah ditebak kalau pria itu sudah bekerja sama atau setidaknya mendukung Lan Wangji. Semua terlihat dari tindak-tanduknya. Mana ada teman yang bersikap santai dan malah membawa sahabat ke kandang singa?

Nie Huaisang jelas-jelas sudah membuat keberpihakan hanya saja tidak berani mengatakannya secara terang-terangan. Dia masih takut Wei Ying marah atau tersinggung.

"Kau bisa bicara seperti itu. Kepalaku sakit, mungkin aku bisa gila," kata Wei Wuxian.

Nie Huaisang ikut berbaring di sebelahnya dan keduanya kini menatap langit-langit kamar dengan pikiran masing-masing yang berkelana ke mana saja.

"Aku ini masih muda dan sekarang disukai oleh pria yang sembilan tahun lebih tua dariku. Aiyo, mengapa tidak ada manusia waras saja yang mencintai aku?"

Wei Wuxian terus mengeluh sesukanya. Nie Huaisang sudah terbiasa dengan ocehan yang tiada akhir itu.

Sibuk memikirkan Lan Wangji, Jiang Cheng masuk ke kamar sepupunya dengan membuka pintu secara paksa.

Keduanya terkejut bagai tengah dipergoki oleh pak RT melakukan hal yang iya-iya.

"Jiang Cheng, kau!"

Wei Wuxian langsung duduk dan meneriaki sepupunya yang tidak pernah sopan memasuki kamarnya. Sejujurnya, sejak kapan mereka memikirkan sopan santun? Keduanya besar bersama dan bahkan sampai lupa kalau mereka berbeda jenis kelamin.

Wei Wuxian sangat tomboi dan juga nakal. Bagaimana bisa Jiang Cheng menganggap dia sebagai perempuan jika dibandingkan dengan Jiang Yanli yang sangat lembut dan manis itu? Sulit, bukan? Mungkin lebih mudah menggapai bintang daripada memikirkan hal itu.

"Aiyo, Jiang Cheng datang," sapa Nie Huaisang.

"Tidak perlu sok manis!" ucap Jiang Cheng mendekati keduanya.

"Buat apa kau ke sini?" tanya Wei Wuxian dengan ekspresi wajah kesal. Dia tidak pernah suka dengan kekerasan yang dilakukan oleh sepupunya, tetapi mereka sebenarnya saling menyayangi. Saling menyayangi dengan cara melakukan kekerasan! Cinta yang keras! Entah apalah namanya! Terserah!

Perfect Husband [Hiatus]Where stories live. Discover now