005

113 8 0
                                    

Keesokan harinya di sekolah, Wei Wuxian bercerita pada sahabatnya, Nie Huaisang. Tidak ada satu mata pelajaran yang masuk ke dalam otak dua manusia itu, terlebih Nie Huaisang. Mereka hanya terus bercerita dan sok-sok menganalisis siapa dan apa tujuan pria misterius yang selalu mengikuti Wei Wuxian beberapa waktu belakangan ini.

Menganalisis cerita lebih menarik dibandingkan daripada memikirkan pelajaran.

"Ceritakan segalanya, aku sangat penasaran!" ujar Nie Huaisang bersemangat.

Dengan senang hati, Wei Wuxian bercerita. Meski sudah tiga atau empat kali menceritakan hal yang sama, keduanya masih terlihat bersemangat seolah itu adalah pertama kalinya.

Berkali-kali Jiang Cheng memarahi dua manusia rusuh itu. Sesekali dia melempar mereka dengan buku atau apa saja. Namun, semuanya sia-sia sampai dia memutuskan pindah meja agar bisa belajar dengan baik.

"Aku sangat penasaran siapa dia," gumam Wei Wuxian.

Nie Huaisang tersenyum penuh makna sambil menutupi wajahnya dengan kipas hijau bergambar burung.

"Sebenarnya, aku bisa menduga siapa dia cari ciri-cirinya," kata Nie Huaisang dengan semangat.

"Benarkah?!" teriak Wei Wuxian tidak kalah semangat. Dia lupa kalau mereka berada di kelas dan ada guru bahasa di sana, Shu She.

Pelajaran bahasa bukanlah hal sulit bagi mereka berdua. Jadi, walaupun tidak mendengarkan, keduanya masih bisa menjawab pertanyaan dengan benar.

Sesekali, guru menegur keduanya. Akan tetapi, bagi guru yang sudah sangat hafal dengan tingkah laku dua pria cantik itu hanya bisa diam dan pasrah. Daripada mengingatkan yang jelas-jelas sulit diingatkan, mereka lebih memilih untuk mengajar siapa saja yang mau diajar. Lagipula, nilai kedua manusia itu tidak pernah benar-benar jelek, terutama Wei Wuxian nilainya selalu bagus, asalkan itu bukan pelajaran matematika.

Nie Huaisang? Tentu saja mendapatkan nilai bagus juga. Seperti konsep trickle down effect, di mana dana mengalir di atas ke bawah, begitu pula Nie Huaisang mendapatkan cipratan contekan dari Wei Wuxian kalau dia malas atau lupa belajar.

Nie Huaisang bukan anak bodoh, hanya saja dia malas. Rasa malasnya bisa membunuh semua keinginan belajar dalam dirinya, terlebih Wei Wuxian akan selalu membantunya. Jadi, mengapa harus bersusah-susah payah kalau bisa santai? Itu hanya merepotkan diri sendiri, bukan?

Katanya, otaknya tidak boleh dipakai terlalu keras untuk menjaga kesuciannya.

"Jadi, siapa tadi namanya kau bilang? Aku tidak mendengarnya, guru itu sangat menganggu," bisik Wei Wuxian dengan pelan karena sempat mendapat perhatian dari semua orang akibat teriakannya tadi.

Nie Huaisang terkekeh.

"Nanti aku kuberi tahu. Bila perlu kita bisa ke rumahnya. Bagaimana?"

Nie Huaisang memberikan ide. Sebenarnya, dia hanya berniat kabur dari kakaknya, Nie Mingjue. Kalau langsung pulang ke rumah, pria itu akan menyuruhnya belajar dan terus belajar sampai otaknya kasihan karena tidak sempat istirahat.

Lagipula, kabur bersama Wei Wuxian dan melakukan kejahatan bersama pria itu sangat menyenangkan. Itulah satu-satunya alasan Nie Huaisang masih bertahan di sekolah Gusu itu. Setidaknya, masih ada kawan berbuat kenakalan tanpa merusak diri dan nama baik.

Istilahnya, nakal-nakal bermoral.

"Itu agak mengerikan. Aku takut karena dia mencari tahu siapa aku, lalu bagaimana aku bisa melakukan hal yang sama?"

Wei Wuxian berpikir keras dengan ide yang diberikan oleh Huaisang. Biasanya, dia akan mudah setuju dengan pria itu dan sekarang, bukankah mencari seseorang sampai ke rumahnya terlalu agresif?

Perfect Husband [Hiatus]Where stories live. Discover now