002

327 17 2
                                    

Wei Wuxian berjalan dengan terburu-buru dan memasuki kelasnya. Kakinya melangkah cepat dan napasnya mulai memburu karena berusaha mengejar waktu. Rambutnya yang panjang diikat setengah dan sisanya dibiarkan tergerai diombang-ambing angin ke sana kemari.

Sekilas dia sangat cantik walau dari dekat sangat berantakan dan berkeringat. Untung saja tidak bau badan.

Sudah dua minggu ini dia merasa ada yang aneh, seorang pria sering menatapnya dari kejauhan. Pria itu sebenarnya tampan hanya saja ekspresi wajahnya sangat datar dan dia sudah tua dibandingkan Wei Wuxian hanya masih kelas 2 kelas menengah.

"Ih, gila, dia pasti pria gila!" ucap Wei Wuxian pada dirinya sendiri.

Perempuan cantik berambut panjang berombak itu berlari seraya memperbaiki pakaiannya sesekali.

"Mengapa aku merasa seperti terus diikuti? Apa dia memang nyata atau aku mulai gila?"

Wei Ying semakin berlari kencang untuk menghindari otaknya memikirkan hal-hal aneh. Suasana kelas dari kejauhan sudah sangat sepi, itu artinya guru killer mereka sudah masuk kelas.

"Sialan, Pak Kumis itu selalu tepat waktu!"

Wei Ying mengutuk dirinya sendiri lalu masuk kelas dengan sopan dan memasang wajah menyedihkan agar dikasihani.

"Wei Ying! Dari mana saja kau!" teriak Lan Qiren dengan nada keras dan tinggi.

"Ma-maaf, Pak, saya sakit perut," dusta Wei Wuxian meminta maaf dengan wajah polos seolah dia tulus mengatakannya. Wei Ying berpendapat bahwa tidak berguna perempuan melawan dengan kekerasan, kadang perlu pura-pura lemah dan bodoh saja. Dengan demikian, masalah dianggap selesai.

Padahal, jelas sekali bahwa dia tadi hanya mengintip dan mencari tahu siapa laki-laki yang selama beberapa hari belakangan ini seolah mengikuti dirinya tanpa henti. Itu membuat sedikit ketakutan dan juga heran.

"Duduk!" teriak Lan Qiren kembali dan Wei Wuxian langsung berlari ke kursi kosong di sebelah Jiang Cheng. Pemuda itu sudah jelas menyiapkan untuknya.

Jiang Cheng memang selalu bisa diandalkan walau dia suka marah-marah seperti perempuan yang sedang kedatangan 'tamu bulanan'.

"Dari mana saja kau? Apa kau gila? Lan Qiren tidak suka murid terlambat!" bentak Jiang Cheng pada kakaknya.

"Kau marah saja terus. Aku merasa ada om-om yang suka mengikuti aku," bisik Wei Wuxian pelan.

Nie Huaisang yang merasa kedua temannya mendapatkan gosip penting ikut menimbrung pada dua manusia itu.

"Asyik, sepertinya ada gosip menyenangkan, nih!" bisiknya dari meja belakang.

Jiang Cheng dan Wei Wuxian duduk semeja dan Nie Huaisang di belakang mereka.

"Diam kau! Belajar dulu!" bentak Jiang Cheng sembari memukul kepala Nie Huaisang dengan kipas milik pria cantik itu yang dia rebut paksa.

"Galak sekali!" keluh Nie Huaisang, gadis berambut sebahu dan netra hijau sedikit keemasan itu.

"Nanti aku beritahu," ujar Wei Wuxian sambil mengedipkan matanya sebelah kepada Nie Huaisang dan temannya itu mengerti apa yang akan terjadi nanti.

Setidaknya, kalau Nie Huaisang dan Wei Wuxian akan menderita di pelajaran matematika ini, setidaknya mereka akan mendapatkan kebahagiaan setelah itu. Bercerita dan bercanda adalah bakat kedua sahabat itu. Sisanya? Serahkan saja pada Tuhan! Keduanya percaya bahwa Tuhan sudah punya rencana atas hidup semua orang, baik yang pandai matematika maupun yang sangat payah dalam berhitung.

Begitulah dua perempuan manis itu menjadi sahabat karena merasa senasib.

"Wei Wuxian! Mau kau dan kerjakan soal nomor tiga!" perintah Lan Qiren dengan suara angker. Guru galak itu bahkan sempat-sempatnya mengelus jenggotnya yang membuat jantung Wei Wuxian semakin berdetak kencang seolah akan hancur.

Perfect Husband [Hiatus]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن