“Hah?” Ardan menatap Adam dengan kening mengerut. “Gimana? Gimana?”

Adam menggeleng. “Lupain aja. Udah sana lo urusin anak-anak. Gue mau urus perizinan dulu sama perangkat desa.”

“Aman enggak, Fa?” tanya Rizky setelah semua makanan dan minuman yang mereka bawa dipindahkan ke pickup.

“Aman, kok. Tapi, itu di truck masih banyak,” jawab Safa.

“Santai aja. Nanti mobilnya balik lagi, kok. Ayo naik.”

Safa mengangguk. Dia meraih tangan Ardan, dan naik ke mobil pickup. Gadis itu duduk di paling ujung. Sedangkan Bella, Rena, dan satu lagi anggota perempuan duduk di depannya.

“Sampai sana lakuin apa yang gue bilang, Dan. Jagain yang lain.” Adam datang sembari memberikan ht kepada Ardan.

“Siap, Pak.”

Adam mengangguk. Menatap para anggotanya dan barang bawaan mereka, sebelum pandangannya berakhir ke arah gadisnya.

“Kamu nggak pakai jaket?”

Safa menggeleng. “Lupa. Tadi ada di bus.”

Adam berdecak, dan melepas jaket yang dia kenakan, lalu memberikannya kepada Safa. “Udah mendung, Fa. Suasana juga lagi dingin gini. Kebiasaan, deh.”

Gadis itu hanya menyengir pelan. “Makasih,” gumamnya sembari mengenakan jaket milik Adam.

“Udah semua, kan?” tanya anggota BEM dari kampus lain kepada Adam, karena sopir sudah duduk siap di tempatnya.

“Udah,” jawab Adam.

“Sebentar, nunggu ketuaku dulu.”

“Fa, geseran. Itu ada yang mau naik lagi,” kata Bella begitu melihat seseorang mendekat.

Safa menggeser tempatnya begitu pun dengan Ardan. Saat seseorang naik ke mobil pickup, dan duduk di sampingnya. Safa menoleh bersamaan dengan orang itu yang juga menoleh ke arahnya.

“Berangkat, Pak!” seru anggota BEM kampus lain.

Safa mengerjab pelan. Dia termenung, begitu pun orang yang duduk di sampingnya itu. Sebelum gumaman pelan keluar dari mulutnya.

“Mas Bumi.” Gumaman yang nyatanya masih terdengar oleh Adam yang sedari tadi tengah memerhatikannya.

***

Beberapa menit setelah kepergian mobil pickup tersebut, hujan lebat turun. Membuat Adam dan yang lain cukup panik dengan keadaan sekarang. Apalagi, Adam. Dia masih dibuat penasaran bagaimana Safa mengenali lelaki bernama Bumi itu. Dan, dari caranya memanggil dan menatap, sepertinya mereka sudah saling  mengenal cukup lama. Lalu, turun hujan membuat perasaan Adam semakin kalut.

“Ardan, monitor.” Adam kembali memanggil Ardan lewat sambungan ht.

“Ardan di sini. Aman, Dam.” Di tengah suara derasnya hujan, Ardan menjawab.

“Btw lo udah panggil gue lima kali ini.”

“Belum juga sepuluh menit perjalanan.”

“Cewek lo aman. Diam di samping gue.”

Perkataan terakhir dari Ardan itu, mampu membuat Danu, Ciko, dan Rizky tertawa pelan. Adam mungkin terlihat sangar dan pendiam. Tapi, sesungguhnya dia adalah kekasih yang posessif dan cemburuan. Apalagi saat sang kekasih tidak berada di sampingnya.

Adam mendengus kesal mendengar jawaban Ardan. Baru dia hendak menjawab, sebuah suara terdengar sangat keras. Semua yang berada di sana terdiam. Beberapa tim sar, polisi, dan TNI, berusaha menghubungi anggota mereka di tempat pengungsian.

Adam & Safa IIWhere stories live. Discover now