"Jadwal di Persatas Day-1 sudah langsung masuk ke pertandingan futsal antarkelas, kan, gimana persiapan dari anak PMR? Stok obat dan alat untuk pertolongan pertama kalau-kalau ada siswa yang luka, gimana? Aman?"
Ditanyai tiba-tiba begitu membuat Luisa mengerjap gelagapan. "Ah, iya. Sudah, kok. Paling tinggal es batu buat kompres yang cedera. Tapi itu emang dadakan, kan, pas hari pelaksanaan." Sebentar, Juno bukan seksi P3K, deh. Kenapa harus repot-repot memastikan kerja Luisa?
Di tengah perbincangan kedua orang penting itu, Iris hanya bisa celingukan tak mengerti. Oke. Bukankah ini kode keras yang menyerukan bahwa Iris bukanlah siapa-siapa? Iris tidak dibutuhkan di sini, dan ... Iris harus pergi. Terserah. Iris tahu, mau dirinya menangis jungkir-balik bagai anak kecil yang tidak mau pulang sekalipun, Juno tidak akan peduli.
Iris terlalu mengemis-ngemis agar Juno mau kembali, lantas mengajaknya pulang bersama lagi? Idih. Iris menarik ingus yang nyaris meluncur keluar dari lubang hidung. Sebegitu menyedihkannya Iris tanpa Juno di sisi? Tidak. Iris tidak seharusnya begitu. Ya sudah kalau memang Juno tak mau bareng Iris lagi.
Berlagak meniru perlakuan Juno sebelumnya, Iris pun langsung bergegas menjauh dari Juno. Kedua tangannya memegangi tali ransel erat-erat. Memangnya cuma Juno yang bisa bertingkah sok dingin? Iris juga bisa!
Begitu Iris sampai di dekat gerbang utama, sempat terlintas niat jahat untuk menggunakan Akashi, sepeda merah Juno, tanpa izin pemiliknya. Biar anak itu kebingungan mencari Akashi ke sana-sini! Akan tetapi, niat itu kembali Iris urungkan. Sudah, deh! Iris tidak mau berurusan dengan Juno lagi, terserah saja!
Sebuah angkutan kota berwarna kuning melintas dan berhenti tepat di depan Iris. Tanpa menunggu apa pun lagi, Iris naik dengan muka cemberut. Anak itu menyingkap rambut poninya yang mencolok mata, lalu membuka jendela angkot lebar-lebar. Lihat saja! Ditilik dari mana pun, naik angkot ini jauh lebih enak dibandingkan sepeda rongsok itu!
Namun, semua sumpah serapah Iris langsung terhenti ketika mendapati betapa sesaknya penumpang angkot. Jendela yang menawarkan sejuta angin segar di tengah panas terik pun terpaksa berjauhan dengan Iris, mengingat banyaknya penumpang baru yang menggeser tempat duduk awal Iris. Kini, Iris hanya bisa pasrah diimpit anak sekolahan yang baru pulang seperti dirinya. Pengap!
Iris butuh Akashi ... iya! Sepedanya saja, kok. Bukan Juno-nya!
• 🦁 🐧 🐻 •
Hari sudah menghadirkan pagi yang baru. Akan tetapi, rasa kesal di batin Iris masihlah sama. Tiga hari berlalu. Begitu Iris membuka mata setelah berkelana di alam mimpi, yang pertama kali disapa indra penglihatannya adalah sosok Ana yang duduk di kasur. Iris mengerjap-ngerjap, mencoba beradaptasi dengan intensitas sinar mentari yang menerobos masuk lewat celah ventilasi. "Bunda?"
Tangan Ana masih sibuk meraba dahi Iris. Raut khawatir tergurat cukup jelas di wajahnya. Kerutan di dahi Ana tambah kentara begitu mendengar suara Iris yang serak. "Kamu sakit, Ris?"
Sakit? Kok, lebay? Tak tahan dengan indra penciumannya yang tersumbat, Iris beranjak duduk. "Enggak deh, Bunda. Bunda habis pegang loyang yang baru dipanggang di oven kali, makanya jadi panas."
"Ih," gumam Ana, sebal. Kebiasaan. Anak itu malah menyalahkan tangan bundanya. Jelas-jelas suhu tubuh Iris yang tinggi. "Mau izin aja? Juno sudah berangkat dari tadi, lho."
Iris melotot tak percaya. "Masa, sih, Bunda?"
"Iya. Katanya sekarang jadwal piket Juno jaga gerbang. Kamu, sih, enggak bangun-bangun."
"Kenapa enggak dibangunin Bunda?"
"Ya, Iris-nya sakit, 'kan? Mana tega Bunda mah."
Jawaban Ana membuat Iris cemberut. Kayaknya, Juno memang sudah berniat meninggalkan Iris, deh. Ah. Biasanya, di setiap jadwal Juno jaga gerbang, Iris akan ikut bersiap lebih pagi. Salahnya, sih. Kenapa sekarang malah kebablasan dan bangun telat? "Jam berapa, Bunda? Iris mau mandi!"
YOU ARE READING
Binary Asteroid
Teen Fiction"Di mataku, kita itu satu. Layaknya sebuah planetoid yang bergenggaman. Namun, akhirnya kusadari, angular resolution-ku yang kelewat besar dari batas maksimum diameter sudut antara kita. Karena pada kenyataannya, kita hanyalah binary asteroid, tak l...
🚀Justifikasi untuk Dependensi dan Prevalensi
Start from the beginning
