01. Prolog : Tumbal Pesugihan (1)

656 62 3
                                    

Hai aku launch cerita baru nih.  Meski tentang hantu tapi cerita ini gak seram2 amat kok.  Malah cenderung konyol.  Hehehe..

Cerita ini saya posting di DREAME / Innovel.

Bila kalian ingin mengikuti lebih cepat bisa membaca di sana di akunku Valent C.

Jangan lupa follow dan subscribe ceritaku ya.

👻👻❤️❤️❤️ 👻👻
.

.

“Jadi, apakah kalian sudah memutuskannya?” 

            Seorang pria paro baya dengan kumis tebal melintang, bertanya sembari menatap tajam pasangan pasutri berumur yang duduk di depannya. 

            “Apa tak ada cara lain, Mbah?” Sang suami bertanya dengan berat hati, sementara istrinya memilin gaunnya hingga kusut.

            “Tak ada!  Butuh pengorbanan besar untuk mendapatkan hasil luar biasa.  Kalau tak begitu, orang akan berbondong-bondong memohon kekayaan.”  Mbah Suro, dukun yang ternama karena kesaktiannya, mendengkus kasar.  Sudah sering pasiennya mencoba menawar, permintaannya tak akan berubah.  Mbah Suro tak pernah mengganti tumbalnya demi apapun!

            “Tapi bagi kami sangat berat.  Dia adalah putri kesayangan kami, dia permata yang kami jaga dengan baik selama ini,” ucap si istri dengan mata berkaca-kaca.

            Mbah Suro tersenyum sinis.  “Harus ada yang dikorbankan untuk pilihan yang kalian ambil.  Cepat putuskan, waktu saya terbatas!”

            Kedua pasutri itu saling memandang dengan sorot mata sedih.  Berat hati mereka memutuskan hal ini, namun kemiskinan yang mengancam membuat mereka sesak ... tak bisa bernafas.  Bagai buah simalakama, apapun keputusan yang mereka ambil membuat mereka serba salah.

            “Ma, bagaimana sekarang?” Sang suami, Pak Juno bertanya pada istrinya.

            “Terserah Papa.  Mama menurut saja.  Mama bingung.  Keadaan kita sangat terjepit.  Sebenarnya Mama tak tega mengorbankan anak kita, tapi ... kalau kita tak segera mendapatkan kekayaan dalam waktu singkat, rentenir itu ... Tuan Alfonzo akan ....”  Marni, sang istri menghela nafas berat.  Setetes airmata bergulir membasahi pipi perempuan itu.

            “Meski kita tak mengorbankan Menik, dia juga akan mati.  Tuan Alfonzo tak akan membiarkan kita sekeluarga hidup bila kita tak bisa melunasi hutang kita pada mafia itu,” keluh Pak Juno putus asa.

            “Jadi, menurut Papa, lebih baik dua orang hidup daripada ketiganya tak bisa selamat?” cicit Marni enggan.

            Dengan berat hati Pak Juno mengangguk.

            Menyaksikan perundingan yang tak kunjung selesai, kesabaran Mbah Suro semakin menipis.  Dia spontan meminta kepastian dari mereka.

            “Maaf, ya.  Waktu saya tak banyak.  Bagaimana keputusan kalian?”

            Kedua pasang mata dengan sorot putus asa itu saling memandang, kemudian mengangguk bersamaan.  Mbah Suro tersenyum puas.

            “Baik, karena kalian telah menyetujuinya.  Mari kita segera melaksanakan ritual untuk mengambil tumbal pesugihan kalian!”
 
==== >(*~*)< ====
 
            “Dia tampan sekali.  Astaga, kakiku meleleh setiap kali melihatnya!” cetus Menik dengan mata berbinar.

            Siapa lagi yang dimaksud olehnya kalau bukan Delon, sang cogan di SMA Setia Budi?  Sudah jadi rahasia umum, Menik adalah fans nomor satu kapten basket sekolah mereka ... dari kelas X hingga kelas XII.  Tak ada yang tak diketahui Menik tentang Delon.  Dia mengoleksi segala hal tentang Delon, dia hapal setitik-koma perihal Delon sampai ke dalaman segala.  Sayang, Menik si cewek tukang ghibah ini tak pernah berani menunjukkan perasaannya pada idolanya.  Dan meski menyadari perasaan Menik padanya, Delon memilih pura-pura tak mengetahuinya.

            “Kalian lihat!  Lihaaat!” pekik Menik heboh.  “Apa dia melihat kemari?”

            Sohib Menik, dua gadis sesama tukang ghibah, menoleh berjamaah pada cowok bahan gosip utama mereka.  Seorang pemuda tampan berdiri di lapangan basket dengan kostum basketnya dan berpeluh ria.  Rupanya Delon baru saja menyelesaikan pertandingan basketnya.  Kini dia sedang mengguyur rambutnya dengan air dari botol mineral yang ditumpahkan diatas kepalanya. 

            “Seksiiinya ....”  Mereka bertiga ternganga lebar, dengan mata mengerjab kagum.

            “Apa tadi kalian melihat Delon melirik Menik?  Sebelum dia mengguyur rambutnya!  Mungkin dia gugup melihat Menik, jadi dia membasahi wajahnya!” cerocos Menik bersemangat.

            Silvi dan Sasa mengangguk asal, padahal asli mereka tak melihat Delon memperhatikan Menik.  Masa bodo!  Iya-iyain aja deh ucapan Menik supaya traktirannya lancar.  Menik itu royal dan loyal pada temannya.  Itu sebabnya mereka berdua betah bersahabat dengan Menik yang cerewet dan tukang ghibah.

            “Menurut kalian, apa sekarang saat yang tepat untuk menyatakan perasaan pada Delon?” tanya Menik dengan pipi merona malu.

            Silvi dan Sasa saling menatap, kemudia mengangguk antusias.  “Kenapa tidak?  Go, Menik!  Go!  Pasti Delon akan menerima perasaanmu!”

            “Kalian yakin?” cicit Menik sembari melirik Delon yang tengah membereskan barang-barangnya di tepi lapangan basket.

            “Aduh, mau nunggu kapan lagi?  Kita sudah mau lulusan, Nek!  Sana, nyatakan perasaanmu!”

            KELANJUTAN BACA DI Innovel..

Bersambung

45. HANTU GHIBAHWhere stories live. Discover now