Handsome Spirit (Chapter 6)

102 24 0
                                    

Yoona POV

     Pagi ini udara terasa sangat dingin. Tak seperti biasanya. Tampak embun tertinggal di lantai di teras rumah. Bahkan lantainya pun terasa dingin. Rasanya belum lama aku tinggal di desa ini, tapi perubahan musim yang terjadi bukankah cukup cepat?

     Aku hampiri nenekku yang sedang memasak di dapur. Kulihat ia sedang mengocok telur. Sepertinya ia hendak memasak telur dadar.
     "Pas sekali ada kau. Tolong iris tipis bawang yang ada di atas meja itu." pinta nenekku tepat ketika aku hendak bertanya.
     Sebenarnya aku tak ahli memasak. Memotong bawang pun aku tak bisa. Kurasa nenekku tahu itu, tapi tak ada salahnya mencoba.
     Sambil mengiris bawang aku mencoba bertanya.
     "Halmoni, kenapa pagi ini udaranya terasa sangat dingin?"
     "Begitulah perubahan cuaca di desa ini. Karena lokasi desa berdampingan dengan pegunungan, kita akan lebih cepat merasakan perubahan musim."
     Aku mengangguk setelah memahaminya.
     "Astaga! Kau apakan bawangnya?"
     Saking kagetnya pisau yang ada di tanganku terjatuh ke lantai. Kulihat raut wajah nenekku. Wah, seram sekali.
     "Aku menyuruhmu mengirisnya tipis-tipis."
     "Ya ini kan sedang diiris."
     "Bukan diiris bersama dengan kulitnya! Seharusnya kau kupas dulu! Tipis juga tidak! Ini sih hanya kau potong menjadi beberapa bagian."
     Aku tak bisa membantah lagi. Jujur, aku memang tak tahu menahu tentang bagaimana caranya mengupas bawang. Selama ini yang bisa kulakukan hanya memanaskan nasi instan di microwave. Aa, setidaknya aku bisa merebus telur.

     Ini masih terlalu pagi tetapi aku sudah menerima banyak omelan dari nenekku. Huh, suasana hatiku pun memburuk. Sangat penat jika terus berada di dapur. Nenek pun sudah mulai sibuk memasak. Dalam diam aku melangkah mengendap-endap keluar dari rumah.

     Sesampai di halaman depan rumah aku menarik nafas sedalam mungkin. Kurasakan udara dingin yang masuk hingga mengenai tenggorokanku lalu kuhembus dengan perlahan. Setidaknya kini suasana hatiku sedikit membaik dan kini arah pandanganku sudah mengarah ke hutan.
     Dia sedang apa ya?
     Padahal aku sudah memikirkannya selama semalam penuh. Tapi kenapa pagi ini dia kembali mampir di pikiranku?
     Tapi begitulah aku. Aku tak pernah mampu menolak keinginan hati. Lihat saja ini, kakiku bahkan sudah lebih dulu bergerak dengan sendirinya. Langkah ringanku membelah embun yang masih menutupi pepohonan.
     Kulihat seekor kelinci tengah menghadangku. Tampaknya begitu, karena kelinci itu terus berpindah menutupi jalur yang hendak aku lalui. Sesaat aku seperti mengenal kelinci itu. Hah! Benar sekali! Dulunya kelinci itu pernah menunjukkan padaku area yang bisa menangkap sinyal--ketika hari di mana kecelakaan itu terjadi. Tentu aku juga ingat, kelinci itu bisa bicara.
     "Hei, stop!"
     Dia membentakku--mungkin karena aku terus-terusan mencoba melewatinya yang masih saja menghalangi jalanku.
     "Kenapa? Kenapa? Aku tidak boleh masuk?"
     "Sebaiknya kau jangan masuk dulu." katanya lagi. Mulutnya bahkan tak bergerak sama sekali, tapi suara itu terus terdengar.
     "Kenapa aku tidak boleh masuk? Bisa kau katakan padaku alasannya?" aku geram tapi juga gemas. Wajah kelinci itu sangat menggemaskan.
     "Tunggu saja dulu di sini. Tidak lama lagi kok. Jika sudah selesai, barulah aku ijinkan kau masuk."
     "Sudah selesai? Apa maksudmu?"
     "Aish, kau cerewet sekali. Kau hanya perlu menunggu sebentar saja!"
     "Baiklah aku akan menunggu. Tapi bisakah kau jelaskan padaku apa maksudmu dengan Sudah Selesai? Memangnya apa yang sedang terjadi di dalam sana?"
     "Kau masuk ke sana juga percuma. Kau mencari Sehun kan?"
     Aku hanya diam, terlalu malu untuk menjawab Iya.
     "Jika kau masuk sekarang, kau tak akan bertemu dengannya, masuklah sebentar lagi."
     "Apa sedang terjadi sesuatu padanya?" Tanyaku.
     Kelinci itu mengangguk dengan wajah imutnya.
     "Belakangan ini Sehun sering menghilang. Kau tahu kan maksudku? Dia tidak benar-benar menghilang, hanya tak terlihat saja."
     "Jadi benar sedang terjadi sesuatu padanya?"
     Kelinci itu kembali mengangguk dan tak tahu mengapa aku menjadi cemas.
     "Ia akan menghilang ketika rasa sakit itu datang padanya."
     "Rasa sakit? Apa maksudmu?"
     "Belakangan ini Sehun sering jatuh tersungkur sambil meremas dadanya. Sudah pasti karena menahan rasa sakit. Erangannya juga sangat kuat, tak bisa kubayangkan sesakit apa itu."

     Kini aku sedang melangkah menelusuri hutan. Langkahku tentu menuju rumahnya. Setelah mendengar apa yang kelinci itu ceritakan tadi, sungguh aku tak bisa menahan diri. Tadinya aku menunggu sekitar 20 menit yang usai itu secara mendadak kelinci itu menghilang begitu saja. Itu sebabnya aku baru bisa melangkah masuk ke dalam hutan ini.

     Dia menghilang tepat di depan mataku. Tapi aku tak merasa takut sama sekali. Sepertinya aku sudah terbiasa dengan hutan ini.

▪︎

▪︎

▪︎

▪︎


CONTINUED..


Walopun singkat, mohon di maklumi ya.. ☺

    

Handsome Spirit (COMPLETE)Where stories live. Discover now