Handsome Spirit (Chapter 4)

188 38 9
                                    

Yoona Pov

      Ini adalah hari kelima aku mencarinya. Hasilnya tetap sama, pria itu tetap tak terlihat. Aku menunggu di rumahnya dari pagi hingga sore. Bahkan sesekali mengintari hutan itu seorang diri, hanya untuk menemukan keberadaannya. Tapi tetap saja wujudnya tak terlihat.

      Astaga! Apa jangan-jangan?

      Aku buang jauh-jauh pikiran itu. Aku benar-benar berharap hal itu tidak terjadi padanya.

      Dia tanpa sengaja bersentuhan dengan manusia?

      Kuharap itu tidak terjadi. Tapi, jika mengingat kejadian lima hari yang lalu. Dimana banyak manusia yang memasuki hutan itu dikarenakan insiden kecelakaan itu. Hal itu bisa menjadi mungkin. Itu juga alasanku mencarinya saat ini. Aku harus menanyakan itu. Mengapa mereka terlihat sangat serupa? Kurasa dia mengetahui sesuatu. Karena usai insiden itu, dirinya menghilang dan belum terlihat lagi. Bahkan kini hutan ini tampak seakan tak pernah tersentuh olehnya.

      Aku tak tahu mengapa, tiba-tiba saja hatiku terasa sakit. Perasaan apa ini? Ada sedikit rasa nyeri di dadaku.

      Huh..

      Aku kembali ke halaman depan rumahnya. Satu-satunya rumah yang ada di dalam hutan itu. Angin sepoi sepoi menerpa tubuhku. Mengacaukan tatanan rambutku—yang sejak awal memang sudah tak terurus.

      Huh..

      Sepertinya aku mulai suntuk. Diam seperti ini malah membuatku mengantuk. Sudah lama tidak ke bukit, aku memilih kesana saja. Syukur hari ini aku bawa kamera polaroidku.

      Aku mulai mendaki. Melewati jalan setapak yang tampaknya sering dilalui manusia, mungkin? Tanah yang kupijak seakan terbentuk dengan sendirinya. Ada beberapa akar pohon berukuran besar yang harus kuhindari. Jika tidak, aku bisa saja tersandung dan tejatuh ke jurang. Sekarang aku harus lebih berhati-hati. Jangan sampai terjatuh seperti dulu lagi. Karena jika terjatuh lagi, siapa yang akan membantuku nanti?

      Huh..

      Lagi-lagi aku menghembuskan nafasku. Lelah cemas padanya yang sebenarnya kenapa harus aku cemasi? Meski heran pada diriku sendiri, tetap saja pikiranku dipenuhi olehnya. Angin dengan lembut menerpa wajahku. Sesaat berhasil menyadarkanku yang sejak tadi tak berhenti memikirkannya.

      Puncak bukit sudah terlihat. Pepohonan rimbun pada tepi jurang tengah tertiup angin yang sangat kencang. Sebagian daunnya terlepas dari ranting, berterbangan di udara lalu perlahan jatuh ke atas bumi. Ketika semua dedaunan sudah terbaring di tanah, barulah tampak olehku. Dia yang selama ini kucari hingga ke ujung hutan ini, ternyata sedang duduk menyendiri di tepi jurang. Menatap sendu ke arah hamparan pepohonan di bawah sana.

      Dadaku menghangat. Ada perasaan lega ketika akhirnya bisa melihatnya. Tapi kenapa aku hanya diam disini? Selama ini aku mencarinya, seharusnya aku langsung menghampirinya saja.

      Huh..

      Kali ini hembusan nafasku lebih panjang. Sebenarnya ada apa denganku? Kenapa aku malah duduk bersandar pada pohon dan mengamatinya dari kejauhan?

      Sesaat ketika melihatnya disana, aku tertarik untuk mengambil gambarnya. Dari posisiku saat ini, pria itu tampak cocok berdiri disana. Apa yang kulihat kini bagaikan lukisan mahal yang hanya terpajang di galeri seni terbaik.

      Aku arahkan kamera polaroidku padanya—sementara itu jantungku entah mengapa berdebar tidak seperti biasanya. Aku posisikan tubuhnya tepat di tengah pepohonan. Aku terdiam sejenak. Terhanyut pada tampilannya yang kini memenuhi mataku. Tubuh proporsionalnya yang mengenakan pakaian serba hitam terlihat sangat.. Menawan.

      Aku sudah mengambil gambarnya. Saat ini aku sedang menunggu hasilnya. Menatap selembar film yang sudah berada di tanganku. Aku menunggu lama dengan rasa gugup. Kulihat perlahan gambar mulai muncul pada lembar film. Tak kusadari, aku mulai menahan nafas. Mataku mengikuti setiap garis yang tampak, diikuti warnanya yang satu persatu menyempurnakan hasil foto. Tapi di akhir itu, aku sungguh terguncang.

      Kedua tanganku terkulai menyentuh pahaku. Pandanganku menjadi sayu. Bodohnya aku, aku benar-benar lupa akan itu.

      Ketika itu aku melihat ke arahnya. Betapa terkejutnya aku karena baru menyadari bahwa dia sedang melihat ke arahku. Tak ada arti yang tersirat dari sorot matanya. Ia hanya menatapku dalam diam.

      Kau terlihat oleh mataku. Tetapi kau tak muncul di lembar film ini. Hah, bodohnya aku. Bagaimana bisa aku melupakan hal itu?

      Aku masukan foto tadi ke dalam dompet. Kenyataan bahwa hanya pepohonan yang terlihat di dalam foto itu, cukup mengguncang nalarku. Aku baru tersadar, kami berada di dunia yang berbeda.
     "Aku baru mengerti, mengapa kau sangat menyukai bukit ini."
      Itu suaranya! Dia baru saja berjalan melewatiku, sepertinya hendak menuju rumahnya.
      "Pemandangan dari atas sana benar-benar indah. Bukit itu hampir menunjukkan seluruh isi hutan ini."

      Dia terus melangkah sambil mengatakan itu. Aku yang reflek melangkah memilih mengikuti langkahnya dari belakang.
      "Selama ini kau kemana? Aku tidak bisa menemukanmu." Tanyaku memberanikan diri.
      Dia menjawab sambil terus melangkah membelakangiku. "Aku tidak kemana-mana."
      "Tapi aku tidak melihat keberadaanmu. Aku bahkan hampir setiap hari menunggumu di halaman rumahmu."
      "Ya, aku tahu itu." Jawabannya kelewat santai.
      "Ha? Apa maksudmu? Kau tahu aku mencarimu?"
      "Hmm."
      "Tapi kenapa aku tak bisa melihatmu?"
      "Itu salah satu kelebihanku."

      Langkahku terhenti di tempat sedangkan dia terus melangkah. Aa, tidak. Langkahnya juga terhenti dan kini dia tengah melihat ke arahku.
      "Aku baik-baik saja. Tak ada yang harus kau risaukan." Katanya dengan suara pelan yang tak tahu mengapa malah membuat tulang punggungku merinding. Sepertinya aku menyukai suara rendahnya. Tidak, mungkin dikarenakan sorot matanya kini. Tak seperti sebelumnya, sorot matanya tampak melembut, menyalurkan kehangatan.

      Dia menatapku lama. Begitu juga denganku. Sebenarnya aku sedang gugup, maka itu hanya terdiam seperti orang bodoh. Tidak sepertinya, matanya seakan sedang mengatakan sesuatu. Tapi aku yang bodoh ini tak memahaminya dan malah semakin terlihat bodoh.
      "Bukankah ada banyak hal yang ingin kau tanyakan padaku?" Ujarnya padaku.
      Ia, ada banyak hal yang ingin aku tanyakan. Tapi aku sudah lupa. Aish! Bodohnya aku.
      "Aku hanya ingin mengobrol denganmu. Berdiam diri di rumah membuatku suntuk."
      Ia mengangguk tapi sorot matanya seakan berkata lain. Ia lanjut melangkah, tapi tak lama kemudian kembali melihat ke arahku.
      "Kenapa kau masih di situ? Bukankah kau mau mengobrol denganku?"
      Perkataannya menyadarkanku. Dengan gerak ragu, aku kembali mengikuti langkahnya. Aku berjalan pelan 4 langkah di belakangnya.




Continued...



Handsome Spirit (COMPLETE)Where stories live. Discover now