BAB 9 : Bukalah Hatiku

2.3K 83 1
                                    

Bab 9

Bukalah Hatiku


Maudi POV

"Turunlah, kita sudah sampai.." ucap Ditan tiba-tiba setelah memarkirkan motornya. Huftt.. Akhirnya bebas. Tapi sepertinya aroma Ditan masih tertinggal dalam benakku. Dia memakai parfum beraroma apel yang segar. Namun sangat menenangkan. Apa yang kau fikirkan, Maudi?. Ini pasti karena efek aku memeluknya sepanjang jalan. Meskipun kami hanya diam.

"Untung saja, gak hujan" ucapnya seraya menengadah. "Meskipun saya suka dengan harum hujan saat tetesnya membasahi Bumi, saya tidak suka petir" sambungnya. Aku yang sedang menyerahkan helm padanya tergunggu, berusaha mencerna setiap kata-katanya. Dalam hati, entah mengapa ada rasa hangat menerpa. Ya, aku setuju dengan ucapannya. Aku juga demikian, aku tidak suka petir, dan suka aroma hujan.

"Ayo.." dia menarik tanganku yang sejak tadi terulur padanya. Dan sejak kapan helm ditanganku tidak ada. Haduh, kenapa akhir-akhir ini aku suka ngelamun, sih!

Mas Ferdi berada di depan Cafe saat aku dan Ditan datang. Dia terlihat sedang menelepon seseorang. Namun sedikit terlihat jengkel dan menunggu, juga sedikit marah. Sepertinya orang yang dihubunginya tidak merespon.

"Maudi.. Ah, kamu akhirnya datang juga. Kamu dari tadi Mas telepon kenapa gak diangkat? " gerutu nya. Oh, jadi yang membuat dia kesal itu aku.

"Maaf Mas ganteng, tadi sibuk di toko. Hehehee." sibuk mikirin Adam maksudnya, Mas Ferdi. Tapi gak mungkin kan aku bilang kayak gitu.

"Yuk masuk!" ajak Mas Ferdi. Mas Ferdi pun berjalan mendahului kami. Dan Ditan dengan acuh masih menggenggam tanganku. Mengajak masuk kedalam Cafe. Biarlah.

Suasana di dalam Cafe ruamai sangat. Oke, mungkin berlebihan. Tapi sugguh ini lebih ramai dari biasanya. Dan biang kerusuhan disini adalah itu yang ada di atas panggung! Mas Bagas, dia menyanyi lagu beat sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya. Membuat para gadis berteriak gila, hal yang bagiku adalah biasa. Ya, biasa! Mas Bagas memang paling jago membuat para gadis berteriak histeris dan menangis. Jangan sampai adikmu ini kena Karma, mas-ku. Huft.

Mas Ferdi mengajak kami duduk ke salah satu sofa di dekat bar. Agak sulit berjalan sekarang. Kami harus melewati depan panggung yang artinya melewati para gadis yang histeris. Tapi. Tunggu...tunggu. Aishh.. Sial! Kenapa lagi dia ada disini?

"Kenapa berhenti, Maudi?" tanya Ditan karena aku tiba-tiba terdiam. Aku pun tergagap. Pandanganku terpaku pada sosok yang hanya beberapa meter dari hadapanku. Dia juga tengah menatap diriku. Tarik nafas, tahan nafas, hembuskan.. Dia sudah tidak berarti apa-apa buatku. Tarik nafas lagi...

"Maudi...."

"Eh.. Gak papa Dit, a.. ayoo." Ditan kembali menarikku. Dan dari pandanganku, Mas Rial tampak melihat genggaman tangan kami. Haaa!!. Untunglah, apakah dia cemburu?. Semoga saja..

Kami pun duduk berhadap-hadapan. Tidak lama, kami memesan minuman dan dalam sekejab suasana kami perlahan mencair. Itu karena kedatangan Mas Bagas. Dia berteriak-teriak pada kami, dan menularkan tawanya.

"Ayo dek, udah lama kamu gak nyanyi. Ayolah.." Mas Bagas dengan puppy eyes nya memohon padaku. Dia bukan memohon, tapi menjebak namanya. Ditan, dia membuatku terkejut. Dia bisa memainkan alat musik DJ. Setelah Mas Bagas menyanyi, dia membisikkan sesuatu pada Ditan. Dan saat dia turun, Ditan memanggil namaku. Dan sekarang, para pengunjung mulai memanggil-manggil namaku. Oh.. Tidak!

"Ayo Dii, udah lama Mas gak denger kamu nyanyi." itu suara Mas Rial!, aku mengaga kearahnya. Takjub dengan sikap santainya, meski sempat kaku saat kedatanganku. Tanpa menjawab akhirnya aku berdiri, melangkah kearah panggung. Bukan.. Bukan karena dia yang memintaku, hanya saja.. Ah.. Entahlah!

LIVE WITHOUT YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang