part 1

24.2K 924 16
                                    

Haaaaii, saya balik lagi/plak plak plak. Ada yang nggak asing sama judulnya? Atau ada yang udah pernah baca? Hahahaha, iyaps ini emang fiksi lama saya, seingat saya, lewat fiksi inilah seseorang menyarankan saya untuk publish di wattpad, tapi berhubung waktu itu saya lagi getol sama blog jadinya saya publish di blog dulu. Daaan ah mengenai judul, iyaaa ini memang di ambil dari salah satu drama korea yang pernah saya tintin, dan jujur saya ceritanya memang terinspirasi dari drama itu, yah meskipun nggak sama, ya iyalah namanya aj inspirasi kalau sama jiplak dong ya -____-, yasudlah selamat membaca

***

“Kita …”gadis itu akhirnya membuka suara setelah hampir 30 menit mereka terdiam ditengah keramaian taman kota sore ini.

“….gimana kalau kita nikah aja?” lanjut gadis itu cepat, kali ini diikuti dengan nafas berat. Mata gadis itu masih menatap ke arah lalu lalang pengunjung taman kota itu yang kebanyakan adalah ibu-ibu dengan anak-anak mereka, meski ada juga pasangan muda-mudi atau segerombol anak muda yang saling bercanda.

Laki-laki disebelahnya yang menjadi lawan bicara sang gadis, menatap kaget ke arah gadis yang sudah hampir 20 tahun menjadi teman sepermainannya itu.

“Hahahaha!” laki-laki itu tertawa terbahak-bahak. Kemudian berhenti dan memasang wajah sangar.

“Kamu pikir itu lucu?” kata lelaki itu, seolah-olah tawa tadi hanyalah untuk mencemooh si gadis saja.

“Saya nggak niat buat ngelawak tuh!” kata gadis itu sambil mengangkat bahunya.

“Jadi, sekarang kamu ngelamar saya? Hei, bukannya harusnya cowok yang ngelamar cewek?” kata lelaki itu.

“Bukan melamar, tapi memberi solusi terbaik untuk kita!”kata sang gadis tetap memandang lurus kedepan.

“Kita? Cih….baik buatmu! Buatku? Apa untungnya nikah sama kamu?”sahut lelaki itu sedikit sengit.

Gadis itu mengangkat bahunya lagi,“Seenggaknya kamu nggak bakal jadi perjaka tua,”ujar gadis itu santai, kali ini matanya menatap polos ke arah sang lelaki.

“Ya…terus kamu juga nggak akan menjadi perawan tua, gitu kan? Wah…wah…jadi kamu mau jadiin saya tumbal?ckckck tega banget kamu, Vir!” kata lelaki itu menggeleng-gelengkan kepalanya, gadis yang dipanggil ‘Vir’ itu melotot tak terima.

“Emangnya saya Nyi Roro Kidul?”sengitnya. bahkan dalam perdebatan seperti inipun, mereka berusaha untuk tetap menggunakan kalimat baku satu sama lain. Itu perjanjian mereka saat memasuki bangku universitas 9 tahun lalu. Bahwa mereka akan berbicara sopan tanpa menggunakan elo-gue. Selayaknya teman-teman mereka yang lain, hanya ingin menunjukkan bahwa kata ‘saya atau aku’ dan ‘kamu’ terlihat lebih cerdas, elegan, dan dewasa dari pada ‘elo’ dan ‘gue’.

“Rendra! apa menurut kamu , saya emang harus nikah sama Oom- Oom itu?saya nggak mau Ren, apa kamu tega menyerahkan sahabatmu yang paaaaliiiing cantiiik ini ke tangan Oom-oom mesum ituuuuu??” ujar gadis itu memelas, kakinya bergoyang-goyang bibirnya manyuun ke depan, persis seperti anak kecil yang sedang merengek. Kemarin, tiba tiba saja ibu gadis itu menyodorkan seseorang untuk dijodohkan dengan gadis itu, memang dia belum melihat tampangnya. Tapi kalau selera mama yang 80an itu, pasti nggak jauh-jauh dari Oom oom.

“Oom-oom? Alvira Damayanti? kamu nggak sadar? kalau kamu juga sudah tante-tante?umurmu berapa? udah dua.puluh.tujuh. tahun!” kata lelaki yang dipanggil Rendra itu dengan penuh penekanan di kata-kata 27 tahun.

“Kamu, udah pakdhe pakdhe kalau begitu? Umurmu? 29 tahun, Rendra Wijaya! Kamu hilang ingatan ya??” sungut Vira. Yah meski terpaut dua tahun tapi mereka bersahabat sejak kecil. Di sekolahpun mereka hanya terpaut satu tahun. Dulunya mereka tetangga, tapi setelah kuliah, keluarga Rendra pindah ke daerah lain.

9 END 2 OUTS [END]Where stories live. Discover now