Bab I : Hazel Eyes

158 14 3
                                    

Sebenarnya apa yang sudah menarik perhatianku?

Rahasia tersembunyi yang selama ini kucari, atau...
kilauan cahaya yang terpantul dsri pupil matamu saat kita bersitatap?


~{OPIA_2024}~

Aidan bukanlah tipe orang yang memercayai adanya hantu ataupun hal-hal mistis lainnya. Namun, entah mitos atau fakta, katanya kecelakaan parah adalah salah satu penyebab dimana mata batin seseorang terbuka. Dan, prinsipnya pun berubah saat ia tiba-tiba saja mendapat kemampuan misterius yang mampu membaca pikiran seseorang ketika bersitatap dengannya. Aidan pertama kali menyadarinya saat terbangun dari komanya selepas kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuanya beberapa tahun lalu.

Saat itu usianya masih 10 tahun, Ayah dan Ibunya mengajaknya berlibur. Aidan ingat sekali, saat orang tuanya mengajaknya liburan. Di tengah jalan ia bertemu dengan seekor anjing yang terluka parah, yang membuat hatinya tergerak untuk menolongnya. Aidan yang saat itu masih kecil lantas meminta Ayahnya untuk memberhentikan mobilnya, kemudian ia turun untuk mengambil anjing tersebut-berniat untuk merawatnya. Namun, hal yangvtak diduga terjadi setelahnya. Entah karena sopir truk yang telah mengantuk atau mabuk. Sebuah truk menghampiri mobil Aidan dan keluarganya. Setelah itu Aidan sama sekali tak ingat apa-apa.

Ingatannya berlanjut beberapa minggu kemudian saat dirinya terbangun di rumah sakit. Remang-remang, ia hanya mendapati keluarga sepupunya yang menemani dengan wajah cemas, disusul dengan seorang Dokter dan beberapa perawat yang menghampiri untuk memeriksanya. Di saat itu jugalah Aidan menyadari bahwa ia telah kehilangan kaki juga tangan kirinya.

Setelah dokter dan semua perawat pergi, Aidan lantas menanyakan keberadaan kedua orang tuanya pada keluarga sepupunya yang sudah menemaninya sejak ia terbangun. Namun, alih-alih jawaban yang Aidan dapat, orang itu justru menatapnya dengan iba. Seketika itu juga Aidan mendengar suara yang bahkan tak diucapkan dari mulut orang yang menatapnya.

'Bagaimana caranya aku menyampaikan berita buruk pada anak sekecil ini?'

Aidan menatap Pamannya bingung. "Paman? Apa Paman sudah mengatakan sesuatu?"

Pamannya diam-terlihat terkejut dengan pertanyaan polos Aidan. Kemudian tersenyum. "Paman belum mengatakan apa-apa," tangannya mulai mengelus Aidan.

'Kata-kata apa yang pantas digunakan untuk memberitahu anak ini bahwa kedua orang tuanya telah tiada? Bagaimana jika anak yang murah senyum seperti keponakannya harus kehilangan senyum karena informasi ini'

Mendengar kata-kata yang tak terucap itu Aidan lantas memalingkan wajah guna menyembunyikan air matanya yang hampir luruh. Aidan memang masih kecil, tapi ia juga tak terlalu bodoh untuk memahami sebuah kalimat yang hanya didengar olehnya itu.

Baiklah, jika Pamannya menginginkan Aidan selalu tersenyum. Jika itu alasannya, maka Aidan akan menjadi seperti yang Paman inginkan. Seorang anak kecil dengan senyum secerah mentari.

"Ayah dan Ibu Aidan pergi buat nyari kaki dan tangan baru untuk Aidan. Yah.. mungkin agak lama karena nyari kaki dan tangan baru itu susah. Aidan yang sabar, ya? Nanti kalau udah ketemu Ayah sama Ibu pasti pulang lagi, kok.." Pamannya tersenyum padanya, seolah benar-benar mengira bahwa anak kecil di hadapannya tak mengerti apapun.

Aidan balas tersenyum dengan semangat, meski hatinya saat iti hancur tak berbentuk menyadari bahwa kini ia sendirian di dunia. Pamannya adalah orang yang baik... Aidan sangat paham soal itu, Paman dan Ibu adalah kakak beradik yang sangat dekat sampai Aidan yang saat itu masih kecil pun berpikir bahwa daripada dirinya, Pamannya pasti lebih menderita karena kepergian saudaranya. Dengan alasan itu pula Aidan memutuskan akan berpura-pura untuk tak mengetahui kematian orang tuanya. Aidan akan berpura-pura sampai setidaknya Pamannya siap untuk memberitahu kebenarannya pada Aidan.

Opia : In the Middle of You | [HIATUS] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang