4

87 28 0
                                    

Dering bel terdengar begitu Alana memasuki Daily Bakery. Lagi-lagi paginya dimulai dengan roti hangat dan secangkir kopi yang ia pesan di sana.

Ada yang berbeda dengannya hari ini. Penampilan yang biasanya terlihat santai, kini terlihat sangat formal dengan kemeja dan rok sepan yang digunakannya.

Hal itu cukup menarik perhatian Kamelia. Dirinya kini sudah melangkah menuju gadis yang sedang menikmati kopinya itu.

"Sorry telat!"

Seruan itu membuat langkah Kamelia berhenti. Kedua gadis dalam bakery tersebut kini mengarahkan netranya pada pria yang baru saja masuk.

Perbedaan ekspresi yang signifikan dapat terlihat pada ketiga anak manusia tersebut.

Alana yang terkejut mengangkat alisnya dan kemudian tersenyum melihat pria yang ia temui Minggu lalu sambil melambai. Senyuman canggung disertai anggukan diberikan Jinara sebagai balasan.

Tatapan Jinara berganti fokus ke arah gadis yang berdiri di depan kasir. Tangannya terlipat membuat Jinara memiringkan kepalanya dan mengangkat bahunya.

Sepersekian detik kemudian matanya membesar, diikuti ekspresi kesal. Kakinya ia langkahkan dan berjalan menuju Kamelia yang tampak lebih kesal darinya.

"Mau ngapain?" Tanya Jinara berbisik dengan suara beratnya.

"Mau kenalan doang, Nar!" Balas Kamelia sambil berdecak malas.

Kini keduanya saling bertatapan. Jinara dengan amarahnya dan Kamelia dengan rasa kesalnya.

Tanpa keduanya sadari, sejak tadi sepasang mata mengamati tingkah laku mereka. Alana yang duduk di pojok ruangan mengamati dua manusia itu sambil memakan roti dan menyeruput kopi.

Decakan yang dikeluarkan si pria membuat Alana dengan cepat menundukkan kepalanya. Khawatir dianggap menjadi penonton kisah keduanya, walaupun itu benar adanya.

Kepalanya kembali terangkat dan dengan segera melirik ke arah kasir. Kini hanya tersisa si gadis penjaga kasir dengan tatapan dinginnya.

"Masih pagi udah berantem," gumamnya pada diri sendiri sambil sedikit menggeleng.

Hawa yang kini terasa sangat dingin membuat Alana ragu untuk kembali ke kasir. Tapi mau tak mau dirinya harus kembali ke kasir untuk membeli beberapa roti lagi sebagai bekal.

"Ini, mbak," ucapnya memberikan nampan berisi roti pilihannya.

Penjaga kasir yang dipanggilnya "mbak" itu meliriknya sejenak kemudian mulai mendata untuk menentukan bayaran yang harus Alana bayar. Gila canggung banget! Pikirnya sambil menunduk.

"Dua puluh sembilan ribu lima ratus."

Mendengar angka itu Alana dengan cepat merogoh tasnya untuk mengambil uang. Tingkahnya yang terlihat buru-buru itu membuat Kamelia tertarik memperhatikan.

"Nama kamu siapa?" Tanya Kamelia membuat Alana berhenti mencari lembaran kertas dan koin dan menatap gadis di hadapannya.

"Saya? Alana."

"Aku Kamelia."

Sahutan Kamelia itu membuat Alana sedikit linglung dan mengeluarkan senyum canggungnya. Tangannya ia lambaikan sedikit kemudian sedikit terkekeh.

"Tadi saya kira mbaknya lagi badmood jadi saya gak berani ngomong," ucap Alana sambil memberikan bayarannya.

"Keliatan banget ya? Serem gak?" Tanya Kamelia disertai tawa.

Alana mengangguk pasti dan menggeleng setelahnya. Kamelia hanya tersenyum melihat Alana yang menurutnya sangat menggemaskan.

"Gara-gara si Jinara tuh! Padahal aku cuma mau kenalan, lebay deh anaknya. Takut tuh ketauan bunda."

Ucapan itu mendapat balasan senyuman dari Alana. Sepertinya ia sedikit tahu permasalahan keduanya. Meski dirinya berharap tidak dilibatkan.

Kamelia menatap ekspresi Alana dan kemudian kembali teringat niatnya pagi tadi. "Oh iya, kamu tumben pake baju formal gitu, mau kemana?"

"Eh tapi kalo gak mau jawab gak usah."

"Mau wawancara, mbak," jawabnya sambil memasang wajah memelas.

Hal itu membuat Kamelia menyatukan alisnya dengan wajah yang simpatik. Kembali mengingat pengalamannya sebelum bekerja di toko roti ini.

"Semangat! Pasti bisa kok!" Serunya sambil mengepalkan kedua tangannya ke atas.

"Aamiin, makasih, Mbak Kamelia!"

••• (✿◕ᴗ◕) •••

AlanaraWhere stories live. Discover now