[Bab 03 Memo dan memory] : Chapter 10

4 2 0
                                        

Su Nianqin, diriku yang sebenarnya, dibunuh pada tanggal 22 November, malam setelah upacara pembukaan semester baru.
Tepatnya lagi, malam hari pukul sebelas lebih sedikit.

Hari itu, ada orang yang memanggilku dengan sebuah surat. Surat itu berupa tulisan tangan.
Aku ingat kertasnya berwarna seperti teh hijau.
Sebab, bagiku warna tersebut adalah warna hijau nomor enam, seperti warna kereta api tipe 103 yang muncul tahun 1963.
Artinya, warna kereta api milik JR East tipe E231; warna dari kereta api pada jalur Yamanite Line; jalur kereta api stasiun pusat Kota Tokyo di Jepang yang membentuk seperti lingkaran.

22 November, jam 11:00 malam. Aku tunggu di atap gedung sekolah.

Sebuah memo yang hanya berisi kalimat tersebut ada di dalam laci mejaku.
Aku tidak tahu kapan dan siapa yang meletakkan memo tersebut.

Setelah upacara pembukaan semester baru selesai, kami membersihkan kelas secara menyeluruh.
Agar meja dan kursi bisa dilap sampai ke bagian belakangnya, semua anak harus membereskan semua barang pribadi mereka.

Aku menyadari adanya kertas memo tersebut sewaktu pulang.
Jadi, pasti memo itu diletakkan saat sedang bersih-bersih atau setelah bersih-bersih, tak mungkin sebelumnya. Dan yang pasti adalah memo itu diletakkan oleh salah satu murid di kelas ini.

Waktu bersih-bersih, semua meja yang sudah kosong langsung dipindahkan ke bagian belakang kelas secara acak, setelah itu dilap dan ditata kembali ke tempatnya semula.

Oleh karena itu, siapa saja mempunyai kesempatan untuk mendekati mejaku, tapi aku tidak memperhatikan siapa saja yang pernah mendekatinya saat itu.

Tulisannya terlihat ditulis dengan terburu-buru, sehingga sulit untuk dibaca.
Namun, melihat gaya penulisannya yang meruncing, kemungkinan besar itu adalah tulisan tangan cowok. Apalagi, rasanya hampir tidak mungkin ada murid cewek yang mau memanggilku saat itu.

Tadinya, aku sempat mengira bahwa memo itu dari Xiaoting, tapi mengapa dia tidak berbicara secara langsung saja dan malah merepotkan diri menulis di kertas memo.
Dan memang rasanya tulisan itu bukanlah tulisan tangan milik Xiaoting, namun selain dirinya, aku sendiri tidak bisa memikirkan orang lain lagi yang berhubungan denganku.

Setelah seluruh kelas dibereskan dengan rapi, Xiaoting saat itu langsung buru-buru pulang dengan alasan tidak ada orang yang akan menjaga neneknya di rumah.

Aku berpikir mungkin ada yang berusaha ingin dia sampaikan padaku secara langsung tetapi tidak sempat, karena itu dia buru-buru menulis memo itu dan menaruhnya di laci mejaku.

Sebelumnya aku juga sudah mencoba untuk menghubungi ponsel milik Xiaoting agar aku bisa mengonfirmasi terkait pesan yang dia tulis di kertas memo itu, tapi ponselnya tidak bisa terhubung.
Xiaoting memang seringkali menunggak pembayaran ponsel, hingga sambungan ponselnya terkadang dihentikan.

Namun aku tetap berusaha untuk berpikir positif kala itu, karena memang tak ada alasan bagiku mencurigai Xiaoting walaupun caranya menulis pesan di kertas memo itu memang tak biasa.

Ini memang bukan pertama kalinya aku keluar malam hari bersama Xiaoting, kami memang sudah pernah beberapa kali bertemu di luar rumah sepulang sekolah, biasanya sih hanya di sekitaran rumah kami yang tidak jauh dari sekolah.

oOo

Gedung sekolah kami terletak di bagian paling ujung Kota Shanghai, berdekatan dengan sebuah bukit yang memiliki tebing terjal yang menghadap ke laut. Dibalik tebing itu terdapat sebuah terowongan kereta api.

Ombak di daerah ini cukup besar. Akibatnya, pengikisan oleh air laut terjadi sangat cepat hingga tebing tinggi dapat terbentuk. Terdapat tumpukan pemecah ombak di bawah tebing itu.

Pada malam hari, pukul 11:00 seperti yang dijanjikan, aku segera menaiki tangga menuju atap gedung sekolah.
Sampai di atas, aku menghela napas sejenak dan mendekati pembatas di samping pintu tangga.

Karena berbahaya, ada sejumlah pagar pembatas berwarna kuning yang sengaja dibuat di dekat tepi gedung tersebut.
Namun karena bagian ini adalah tempat yang bagus untuk memotret kereta api yang lewat, kadang-kadang aku menyelinap melewati pembatas itu bersama Xiaoting.

Tidak ada orang lain lagi yang terlihat biasa berada di tempat ini pada malam hari selain aku dan Xiaoting, kecuali beberapa pasangan-pasangan nakal yang sedang bermesraan, yang beberapa kali kami jumpai secara diam-diam.
Siapa pun pasti tahu kalau tempat itu berbahaya.

Tepat pukul sebelas malam, aku sudah menyelinap melompati pagar pembatas, tapi aku sama sekali tidak melihat Xiaoting di sana.
Waktu itu keadaannya sangat gelap, bahkan laut pun tidak terlihat. Yang bergema di langit malam hanya suara ombak yang menghantam tebing.

Tidak akan ada orang yang lewat di sekitar sini, batas pemukiman warga sudah lewat sebelum menyusuri jalan menuju sekolah ini, terlebih lagi sudah hampir tengah malam begini.

Peristiwa itu terjadi saat aku berpikir ingin segera beranjak dari tempat itu dan pulang. Aku seketika terdiam saat mendengar ada suara kaki yang menginjak kerikil tepat di belakangku.

Saat aku berpikir bahwa Xiaoting akhirnya datang, bersamaan dengan aku yang hendak membalikkan badan....

Tiba-tiba saja ada yang mendorongku sekuat tenaga.

Aku didorong sampai tinggal beberapa senti dari tepi bangunan itu. Saat aku sedang berusaha sekuat tenaga untuk menjaga keseimbanganku, aku didorong lagi.

Sampai akhirnya aku terjatuh dari atap.
Tubuhku melayang di udara.

Saat itu, entah mengapa aku mendengar seperti sebuah melodi.

Padahal aku terjatuh dengan sangat cepat, tapi entah mengapa aku merasa semua gerakan seperti melambat.
Permukaan tebing kasar yang terkikis, rerumputan dan dedaunan yang tertiup angin kencang di berbagai tempat, aku dapat mendengarnya dengan sangat jelas. Bahkan suara ombak terdengar seperti teriakan monster dari kejauhan.

Saat kukira punggung dan kepalaku akan kesakitan, aku sempat melihat gadis cantik itu, Su Ruiqi.

Dia terlihat berlari ke arahku, namun semua sudah terlambat, dia hanya bisa melihat diriku yang sudah melayang di udara.

Akhirnya terdengar suara dentuman dari tubuhku yang mendarat di permukaan tanah.

Suara ombak terdengar begitu dekat. Aku sadar tubuhku makin mendingin. Kesadaranku juga seperti melayang.

Di saat seperti itu, di salah satu lipatan otakku malah terbesit suatu pemikiran tenang, 'lagu yang kudengar tadi itu lagu apa?'

Sebuah melodi aneh yang belum pernah kudengar sebelumnya. 'Apa mungkin ini yang sering dibicarakan semua orang?'

Katanya, saat menjelang kematian seseorang akan melihat atau mendengar sesuatu yang bukan dari dunia ini.

'Apa itu tadi adalah mars kematianku?'

oOo

Bersambung,.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 12, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ReplaceWhere stories live. Discover now