BAB 9 - Regendra Wiratama

Start from the beginning
                                    

Ditanya seperti itu oleh muridnya, Pak Rozak langsung berdehem dan memasang wajah biasa saja.

"Hah? Saya? Takut? Hahaha mana ada saya takut? Kamu ini ada-ada aja."

Regen manggut-manggut dengan tersenyum jail menatap Pak Rozak. Seketika dia punya ide. "Ohh gitu? Jadi gak takut nih, Pak? Padahal tadi saya liat itu loh, Pak ada di belakang Bapak."

Pak Rozak langsung membulatkan matanya. "Itu apa maksud kamu?" tanyanya dengan panik sembari menolehkan kepalanya ke belakang. Tapi tidak ada siapa pun di sana.

Regen mendekatkan wajahnya pada telinga Pak Rozak. Lalu berbisik di sana. "Hantu, Pak."

"Ah serius kamu? Jangan bercanda." Pak Rozak semakin was-was. Guru lelaki itu sangat sensitif dengan kata 'hantu'.

"Serius, Pak. Bapak gak percaya? Saya ini punya indra keenam loh, Pak. Jadi saya bisa lihat."

"Ah kamu ini jangan ngaco deh. Udah, jangan ngomongin itu lagi." Pak Rozak langsung mempercepat langkahnya supaya bisa cepat sampai ke kelas. Sementara itu, Regen tertawa ngakak melihat tingkah guru barunya itu.

***

"Mohon perhatiannya anak-anak!"

Mendengar ucapan wali kelasnya, seketika mereka langsung terdiam. Sekaligus heran dengan adanya seorang murid laki-laki di depan mereka.

"Hari ini kita kedatangan murid baru. Namanya Legend."

"Regen, Pak," ralat Regen untuk kedua kalinya.

"Ah iya. Regen namanya. Nama panjangnya ...."

"Regendra Wiratama," sambung Regen dengan langsung. Ia pikir pasti gurunya itu tidak tau nama lengkapnya.

"Nah itu dia namanya. Ya sudah itu saja. Oh ya, Regen kamu silahkan duduk di ...." Pak Rozak mengedarkan pandangannya guna mencari kursi yang kosong. "Nah itu, di samping Resta kosong," tunjuknya pada kursi kosong di sebelah Resta.

"Ouh oke, Pak." Setelah ditunjukkan kursinya, Regen langsung berjalan ke arah sana. Saat ingin menaruh tasnya di atas meja, Resta langsung menggeser tas miliknya bermaksud agar Regen tidak duduk di sampingnya.

Kejadian itu tak luput dari pandangan semua murid di dalam kelas begitu pun dengan Pak Rozak.

"Ya sudah, Regen kamu boleh duduk di belakangnya."

Regen langsung mengiyakan saja. Mengedikkan kedua bahunya, lalu berjalan untuk duduk di kursi belakang Resta.

"Teman barunya jangan digalakin, apalagi digodain khusunya buat yang perempuan. Kalau mau kenalan bisa nanti di jam istirahat."

"Iyaa, Pak," jawab mereka serempak.

"Jangan ada yang keluar, diam di dalam sampai guru datang." Setelah memberi amanat pada murid-muridnya, Pak Rozak langsung beranjak keluar kelas. Suasana yang tadinya sedikit hening, kini sudah kembali ramai.

Di tempat duduknya, Lopi terus mencuri pandang pada Regen sambil tersenyum manis. Menyadari ada yang memperhatikan, tatapan Regen tak sengaja bertemu dengan Lopi. Menggunakan kesempatan itu, Lopi langsung melambaikan tangannya sambil mengedip genit. Regen hanya mengangguk sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Tak lama kemudian, datang seorang guru perempuan dan memulai pelajaran. Regen langsung fokus ke depan. Tepat di depannya yang berhadapan langsung dengan punggung gadis itu.

***

"Fer, gue lupa mau tanya ke lo. Ciri-ciri anak yang lo maksud waktu lo ketemu sama Resta gimana?" tanya Rian pada orang di sebrang sana. Sementara tangannya sibuk memegang kendali. Selesai dari sekolah Resta tadi, Rian langsung pergi ke Jalan Kaswari. Daerah yang pernah Fero bilang padanya.

"Emm ... pokoknya tinggi, cakep, eh tapi masih cakepan gue."

Rian memutar bola matanya malas. "Sadar umur, Fer. Gue serius nih."

Terdengar kekehan dari Fero.

"Santai dong. Yang gue tau sih dia punya tahi lalat di samping hidung."

"Okedeh, thanks." Rian langsung mematikan sambungannya. Pria itu langsung terdiam beberapa saat sambil fokus ke depan. Memikirkan sesuatu.

"Nyari di mana orang yang punya tahi lalat di samping hidung?" tanyanya baru sadar. Kan tidak mungkin dia harus menilik wajah satu per satu orang yang ditemuinya untuk dilihat apakah ada tahi lalat di samping hidung.

Di saat sedang berkelana dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba seorang warga berdiri di depannya dengan melambai-lambaikan tangannya. Rian pun langsung menghentikan mobilnya.

Warga itu menghampiri pintu kemudi. Lalu mengetuk pelan. Rian langsung membukanya.

"Permisi, Mas. Maaf ganggu waktunya. Di sana ada nenek-nenek yang baru saja keserempet motor. Mas bisa gak bawa nenek itu ke puskesmas? Soalnya dari tadi kita nunggu tumpangan gak ada yang lewat, Mas."

Rian langsung mengalihkan pandangannya ke depan sana yang banyak orang berkerumun. Tanpa berpikir lebih lama lagi, Rian mengangguk mengiyakan.

"Yaudah boleh-boleh. Masuk aja. Sekalian sama Mas nya, soalnya saya gak tau tempatnya di mana."

"Baik, terima kasih ya, Mas." Warga itu langsung kembali ke tempat kerumunan tadi. Bisa dilihat warga itu sedang membantu membawa sang nenek untuk dimasukkan ke dalam mobilnya.

***

#1196kata

Kisah Resta✔Where stories live. Discover now