Chapter 1, part 2 : Lucifius

7 2 0
                                    

"Lucifius! Lucifius! Hey~ apa kau mendengarku?" Ujar seseorang. Beatrixel namanya, seorang malaikat spesial.

"Aku akan segera pergi, Bea. Bila ada keperluan, katakan saja." Ujar malaikat lain yang dikenal dengan nama Lucifius itu.

"Berapa lama kau akan pergi?" Ujar Beatrixel langsung, apakah aku boleh ikut?

Lucifius menyentil jidat Beatrixel, "tidak, tidak boleh. "

"Sakit?!" Ujar Beatrixel sembari memegang jidatnya sendiri. "Mengapa?"

"Kau memiliki tugasmu sendiri. Aku akan pergi 2 minggu saja. Tenang, hanya pembasmian monster."

"Baiklah, hati-hati! Jangan sampai identitasmu ketahuan~" ujar Beatrixel kembali.

Mereka berdua adalah malaikat. Malaikat yang menjalankan tugasnya dengan menyamar diantara manusia. Dengan itupun, Lucifius berangkat dari Alvheim.

----------

Ricia menyelesaikan semuanya dengan cepat. Segerombolan serigala itu dalam sekejap sudah menjadi tumpukan daging tidak bernyawa. Darah tergenang di bawah kakinya.

"Selesai." Ujar gadis itu tanpa senyum. Ini tidak menyenangkan baginya.

"K-kau-?" Teman-teman dari Pierre pun terdiam. Mereka terkesima dengan kemampuan gadis dihadapannya.

"Sekarang, ada baiknya kita berpindah tempat." Ricia mulai berjalan meninggalkan mereka. "Ada kemungkinan bau darah menarik perhatian monster yang lain."

"Ahaha... tunggu! Darimana kau tahu kami adalah pemburu?" Tanya Pierre sembari mengejar Ricia. Tiga teman yang lainnya pun hanya bisa mengikuti.

"Apa yang dilakukan orang yang tidak tersesat di malam hari? Tentunya, mencari sesuatu. Namun, tidak sembarang orang bisa keluar pada malam hari, apalagi pada malam bulan purnama. Bahkan kalian saja tidak berani melawan segerombolan serigala tadi......" ujar Ricia panjang kali lebar.

Yah, sejujurnya ia hanya asal menebak sih, ia baru saja memikirkan alasannya.

Para pemburu tersebut saling bertatapan mata untuk beberapa saat. Mereka menelan ludahnya masing masing lalu memantapkan tekadnya. Disaat yang bersamaan, mereka membukuk hormat dan memohon, "Kalau begitu, tolong kami! Kami mencari--"

"Tidak, aku bukan jasa amal. Aku sudah melindungi kalian, bukankah itu lebih dari cukup?" Tanya gadis itu sembari lagi lagi tersenyum penuh paksaan.

"Tapi-- tapi-"

"Tidak, ayo bergegas." Ujar Ricia tegas.

Tidak biasanya ia seperti ini. Ia tidak pernah menjadi peribadi yang tegas sebelumnya. Mungkin hari ini ia hanya terlalu lelah.

Waktu berlalu dengan cepat hingga pagi pun datang. Pagi datang, malam malam mengerikan di hutan pun berlalu. Semangat pagi telah tiba, kicauan burung terdengar merdu. Mereka berlima kembali ke desa dengan selamat.

Pagi itu desa pun nampak sudah ramai, mereka semua berkerja tentunya demi kehidupan yang baik. Ada yang memasak, ada yang belanja, ada yang bersiap untuk pergi berburu.

"Hah.... pada akhirnya kita kembali dengan tangan kosong." Ujar Pierre, menghela nafas.

"Ah! Kalian kembali dengan selamat!" Ujar salah satu dari penduduk desa yang melihat mereka. Seorang gadis remaja yang nampak bersemangat. "Ayah! Apakah ayah menemukannya? Pak kepala desa sedang menunggu!"

"Sayang sekali tidak nak. Baiklah, aku akan segera menemui kepala desa. Oh ya, perkenalkan ini Ricia..." ujarnya memperkenalkan diri Ricia.

Gadis desa itu menoleh pada diri Ricia, memandangnya dari atas sampai bawah. "Apakah dia bukan dari daerah sini? Pakaiannya terlihat aneh..."

The Audacity of Fate and Irony [Ricia's Journal] Where stories live. Discover now