19. [ Pelaksanaan Progker ] Bank Sampah

Mulai dari awal
                                    

"Tapi ini nggak ada rinciannya loh, Ren. Nggak masalah?"

Renan mengerutkan dahinya, tampak berpikir sejenak. "Pakai duit yang ada dulu. Nanti bisa diganti sama iuran kas."

"Yaudah, ntar gue bilang. Tapi kalau Bu Mawar nolak, gue juga nggak bisa apa-apa."

Selepas mengatakan hal tersebut, Talia bergegas mengambil sejumlah uang dari dalam dompetnya. Lalu berjalan menghampiri Bu Mawar yang tengah mengobrol bersama Shasha. Karin yang melihat itu pun langsung menanyakan apa yang akan Talia lakukan, "Lo mau ngapain?"

"Mau ke Bu Mawar, mau ngasih uang. Titip tas gue dulu." Karin hanya mengangguk singkat dan membiarkan Talia melanjutkan kembali langkahnya yang sempat tertunda.

         

"Mohon diterima ya, Bu. Anggap saja kita membeli dagangan ibu," ucap Talia sembari menyalami Ibu Mawar dengan menyelipkan sejumlah uang di tangannya. Sesaat setelah meninggalkan Karin, Talia segera menghampiri Bu Mawar. Awalnya Talia sedikit bingung bagaimana ia akan menyampaikan maksudnya. Namun karena mendapatkan pertanyaan dari Shasha tentang maksud kedatangannya—iya, Shasha heran dengan gurat wajah yang teman poskonya itu perlihat—akhirnya mau tidak mau Talia menjelaskan apa yang ingin ia sampaikan.

"Ya ampun, Nak. Ibu beneran ikhlas. Lagi pula, makanan ini bukan cuma dari ibu saja. Ada beberapa ibu-ibu yang ikut membagikan makanan ini."

"Kalau begitu, ibu bisa pakai uang ini untuk tambahan keperluan desa. Meskipun tidak banyak, setidaknya bisa membantu."

"Ibu tetap tidak akan terima. Lebih baik kalian gunakan uang ini untuk anggaran program kerja."

Merasa Ibu Mawar tidak akan menerimanya, Talia hanya bisa tersenyum dan balik dibalas sebuah senyuman yang tak kalah ramah oleh beliau. Talia beralih melihat Renan yang ia yakini masih menatap interaksinya dengan istri Pak RT tersebut. Ternyata memang benar kalau Renan masih memperhatikannya. Laki-laki itu seperti berkata, "yaudah, gapapa. Uangnya simpen aja dulu."

***

Dalam pembangunan program kerja bank sampah ini tidak terlalu banyak menguras tenaga. Selain membangun tempat pengumpulan sampah yang sudah dipilah, ibu-ibu juga ikut berpartisipasi dalam memilah sampah. Dan saat ini, para bapak berbondong-bondong membantu untuk mendirikan tempat tersebut.

Tempat yang direncanakan tidak terlalu besar. Ada dua tempat. Yang pertama, digunakan untuk sampah basah dan tempat kedua digunakan untuk sampah kering. Di setiap tempat terdapat beberapa bagian yang salah satunya dimanfaatkan untuk sampah yang bisa didaur ulang. Atau bisa juga dijual langsung ke pengepul. Pengerjaan ini tidak membutuhkan banyak waktu. Mungkin satu hari saja sudah cukup. Sehingga hari selanjutnya warga Desa Waringin bisa langsung memilah sampah.

Terbilang sudah dua jam lamanya warga melakukan gotong royong. Terlihat dari dua tempat pengumpulan sampah yang hampir selesai. Dan yang paling menguntungkan adalah cuaca yang sangat mendukung. Tidak ada hujan dan panas yang biasanya terjadi.

Jev yang sudah selesai dengan tugasnya memalu beberapa bagian, lantas menghampiri Yesmin. Perempuan itu tengah termenung memandangi orang-orang yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Tadi saat Yesmin ingin membantu bapak-bapak itu, Renan serta merta menolaknya. Katanya, "lo mending duduk di situ aja. Bantuin ibu-ibunya ngobrol."

"Capek gue, minum dong." Jev melirik sekitar. Bukan, bukan mencari air minum. Jev justru mencari kameranya yang ia titipkan kepada Shasha. Dimana rupanya perempuan itu meletakkan kamera kesayangannya?

"Nih." Yesmin menyerahkan sebotol minuman yang sudah ia bawa dari posko. Ia memang sengaja membawa bekal minum sendiri. Siapa tahu di tempat ini tidak ada yang jual atau jauh dari warung. "Jangan diabisin!! Gue belom minum."

Dear, KKNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang