Empat puluh tiga ; END

6.3K 468 60
                                    

Haidan menghela napas panjang sebelum membuka pintu rumah Ibu, semua kenangan dirinya bersama dengan Hanan berlomba-lomba naik ke permukaan, kembali menciptakan rasa sesak yang menghimpit dadanya.

Dengan segala kekuatannya, ia membuka pintu kayu tersebut. Isinya masih sama, tidak ada yang berubah semenjak ia meninggalkan bangunan itu selama beberapa hari ini. Bahkan hatinya mencelos hanya dengan melihat beberapa pasang sepatu Hanan yang masih tertata rapi di rak bawah. Matanya kembali memanas kala ingatan itu terus berputar tanpa henti di otaknya. Merasa sudah tak sanggup lagi dengan semua ini, Haidan memutuskan untuk langsung naik ke lantai atas.

Nana yang melihat Haidan berlalu begitu saja hanya bisa menatap punggung sang Kakak yang sudah berada di atas. Ia menghampiri Ibu, mengusap punggung wanita yang sudah ia anggap seperti Ibunya sendiri itu dengan penuh kasih sayang.

“Sabar ya, Bu. Mungkin Haidan masih butuh waktu,”

Ibu tersenyum tulus dan mengangguk menanggapi ucapan Nana.

Haidan berdiri mematung di depan pintu kamar, bukan kamarnya melainkan kamar Hanan. Ingatannya kembali saat dimana ia melihat Hanan terbaring tak sadarkan diri di atas dinginnya lantai.

Dengan langkah pelan, ia berjalan menuju tempat tidur Hanan. “Hanan, gue kangen sama lo.. biasanya gue asal masuk aja ke kamar lo dan gangguin lo kalau lagi tidur.”

Matanya menatap setiap sudut kamar Hanan yang masih terlihat rapi, ia menatap semua foto dan pajangan Hanan yang tergantung di di nding kamarnya. Netranya beralih ke arah nakas Hanan, entah kenapa ia penasaran dengan isinya, perlahan tangannya terulur membuka laci demi laci yang ada di samping ranjang Hanan. Tidak ada yang istimewa, hanya ada beberapa barang Hanan dan juga buku-buku catatan Hanan, ada juga obat Hanan yang masih tersisa.

Matanya beralih ke arah beberapa lembar kertas sobekan yang menumpuk di laci paling atas. Ia membuka demi lembar kertas itu, matanya kembali memanas ketika ia membaca coretan terakhir Hanan.

 Ia membuka demi lembar kertas itu, matanya kembali memanas ketika ia membaca coretan terakhir Hanan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Haidan..

Atau siapapun yang nemuin kertas ini, gue yakin Haidan sih..

Haidan, kalo emang lo yang nemu tulisan ini, gue yakin pasti gue udah pergi dari dunia ini.

Gue tau pasti lo bakal main ke kamar gue, kan?

Haidan, maaf ya gue kuno banget nulis pake surat kaya gini, tapi sumpah deh, gue cuma takut kalo tiba-tiba gue pergi mendadak dan gak sempet pamitan sama lo.. karena jujur aja, pas nulis ini juga gue lagi ngerasain sakitnya..

Tapi semoga sebelum gue pergi, gue sempet pamit sama lo secara langsung ya..

Demi apapun Dan, gue sayang banget sama lo, maaf ya gue gak pernah ngomong itu secara langsung sama lo.. gue emang pengecut..

Dan, gue pengin deh dipanggil abang sama lo, mau gak sih lo panggil gue abang lagi kaya dulu?

Dan, kalo emang pas lo baca surat ini dan gue udah gak ada, gue cuma mau bilang maaf sama lo, gue gak pernah bener-bener pernain diri gue sebagai abang lo. Sebagai abang, harusnya gue yang lindungin lo, bukan malah sebaliknya.

Lost | Jeno Haechan✓Where stories live. Discover now