16. Petunjuk

323 143 12
                                    


John Dallas membungkuk untuk membaca artikel di layar monitor yang kecil itu. Dia sering merutuki betapa kecilnya komputer ini, sehingga punggungnya sakit karena terpaksa harus membungkuk. Sayangnya untuk urusan perangkat, John tidak punya banyak pilihan. Dia tidak bisa berselancar di dunia maya memakai sembarang perangkat—pemerintah Inggris memburunya, sehingga hanya komputer yang terproteksi penuh seperti yang di ruangan ini yang aman dipakainya.

Beberapa orang berhenti sebentar dan menyapanya dengan hangat, jadi John berbasa-basi meladeni mereka. Lalu setelah mereka pergi, John kembali menekuni artikel di layar.

Meski teknologi kecerdasan buatan berkembang pesat, sampai saat ini belum ada produsen robot yang mampu menanamkan emosi pada produk mereka. Yang paling mendekati emosi adalah moral, dan beberapa robot edisi terbaru sudah memiliki kompas moral yang cukup mumpuni, nyaris menyerupai manusia.

John menghempaskan tubuhnya ke jok kursi yang empuk untuk meregangkan punggungnya, sambil mengusap-usap matanya. Jadi kalau begitu, robot jenis apa yang kulihat tempo hari?

Hitobot pasti akan membuat pengumuman akbar jika mereka berhasil membuat robot dengan kemampuan merasakan. Mereka orang-orang besar kepala, para petinggi Hitobot itu. Robot yang mampu merasakqn akan jadi penemuan luar biasa. John tidak habis pikir. Tapi kenapa robot yang kulihat di Tesco hari itu hanya menjalani kehidupan sehari-hari yang biasa saja?

"Halo, saudaraku."

John menoleh ke belakang dan mengumpat. "Sialan, Lonnie!"

"Aku mengagetkanmu, ya?" Lonnie terbahak-bahak. "Kau sedang melamun?"

John tidak menjawab. Dia mematikan layar komputernya, supaya Lonnie tidak mengintip. Lonnie mawas diri dan memalingkan wajah, lalu mengeluarkan lensa kontak detektor milik John dari saku.

"Sudah diperiksa. Tidak rusak," kata Lonnie. "Mungkin cuma kena keringat."

Aku sudah tahu. John mengambil detektor itu dan memasangnya kembali di matanya. "Ada kabar terbaru soal gadis itu?"

"Namanya Eva, dan laki-laki muram yang selalu bersamanya itu Soren," kata Lonnie. "Salah satunya memang robot."

Aku juga tahu soal itu. "Itu bukan berita baru, Lonnie. Kau sudah mengikuti mereka selama empat hari."

"Tidak ada berita baru," Lonnie mengangkat bahu. "Mereka betul-betul biasa saja. Eva sangat ramah, teman-temannya banyak, dan dia disenangi semua orang. Jenis calon ibu rumah tangga panutan. Soren kaku dan menutup diri—kurasa dia menderita sejenis trauma. Kalau kau tanya pendapatku, mereka berdua itu seperti yin dan yang."

Eva dan Soren. Jadi itu nama mereka. John mengusap-usap dagunya yang ditumbuhi jenggot kasar. Karena memikirkan dua sosok aneh itu, dia jadi lupa bercukur. "Aku menangkap kesan mereka berdua seperti sepasang kekasih."

"Mereka tinggal satu atap dan tahu banyak tentang satu sama lain," sahut Lonnie. "Tapi jelas tidak berpacaran. Maksudku, robot dan manusia... itu tidak mungkin, kan?"

"Secara teknis, mungkin-mungkin saja."

"Dari penampilannya, kurasa tidak, John."

John berjengit jijik. Dia tahu yang Lonnie maksud adalah robot-robot yang dibuat sebagai mainan seks. Robot-robot jenis ini tidak diproduksi Hitobot, dan kualitasnya murahan. Hukum Ketiga Robotika secara tidak langsung 'melegalkan' industri esek-esek ini. 'Setiap robot harus membantu manusia, terutama dalam situasi darurat, termasuk jika harus mengorbankan diri robot itu sendiri.' Para produsen robot seks itu berdalih produk-produk mereka 'membantu' manusia dalam urusan kepuasan badaniah. Dan populasi manusia yang merosot drastis membuat permintaan untuk robot-robot semacam itu malah meroket.

Saving Soren Adam [TAMAT]Where stories live. Discover now