3. Di Tesco

891 244 3
                                    


Soren Adam sudah lama curiga dia termasuk orang yang tidak diberkati dengan selera humor yang layak. Dia tidak pernah menganggap itu sebagai masalah berarti, tetapi dalam situasi-situasi tertentu, 'kekurangan' itu membuatnya merana.

Misalnya mendapat sepuluh ribu pound karena mengisi survei konyol.

Rupanya bank juga ikut-ikutan dalam acara April Mop, pikirnya. Apa selera humor orang-orang sudah jadi sebegitu rendahnya sampai bank juga ikut di acara berbohong sedunia seperti ini?

Soren Adam menyadari bahwa belakangan, kampanye untuk lebih banyak bersosialisasi memang sedang digembar-gemborkan pemerintah. Menurut mereka, kemajuan teknologi membuat manusia lebih terisolasi bukannya terhubung, sehingga orang-orang didorong untuk lebih banyak melakukan "aktivitas sosial".

Apa bercanda seperti ini termasuk "aktivitas sosial"?

Soren Adam sudah belajar untuk tidak banyak komplain dalam menjalani hidup, termasuk soal "aktivitas sosial". Prinsipnya sederhana: kalau memang sampai sekarang tak ada yang mau bersosialisasi denganku, aku bisa apa?

Soren Adam yakin uang sepuluh ribu pound ini hanya lelucon. Uang segitu cukup untuk biaya hidup sebulan, tapi mana ada orang waras yang mau bagi-bagi uang sebesar itu? Sejak Bencana Besar Pertama berakhir, menjadi pelit adalah salah satu keahlian vital untuk bertahan hidup. Sebentar lagi pihak bank akan menyadari bahwa aku bukan tipe nasabah yang suka bercanda, dan mereka akan mengembalikan saldo tabunganku seperti sedia kala, begitu pikirnya.

Sampai di swalayan, Soren Adam mengenakan rompi seragamnya dan mulai bekerja. Swalayan ini dingin—Tesco tidak perlu repot-repot menyalakan pemanas hanya untuk membuat empat orang karyawannya nyaman. Soren Adam bergegas ke komputer dan melambaikan kartu identitas untuk absensi. Delapan tiga puluh tepat, tidak terlambat. Lalu Soren Adam menyalin daftar belanjaan yang sudah terkumpul sejak kemarin sore ke iPad, supaya segera diproses.

Selanjutnya Soren Adam menarik keranjang listrik dan mulai mengambil barang-barang yang tertera di daftar belanjaan pertama. Karen Bailey yang tinggal di Coningham Road hanya memesan enam pak popok anak dan dua kaleng susu formula setiap hari Senin. Jim Thompson di Ealing minta dua pak tisu toilet. Soren Adam mengenalinya. Ah, pria tua cerewet itu. Pernah nekat menerobos cuaca dingin dan mengamuk cuma gara-gara sebutir apel yang terlalu matang. Padahal Mr. Thompson sudah ompong. Sebagai lansia, Jim Thompson bisa digolongkan spesies teramat langka di dunia sekarang ini (mungkin selangka buaya albino di zaman dulu), sehingga semua orang menghormatinya. Tapi tampaknya Mr. Thompson tahu betul cara memanfaatkan "kelangkaannya" itu—dia memakainya untuk minta refund.

Selanjutnya dari Stacey Cox di Wellesley Road, Richmond. Soren Adam baru melihat namanya. Bukankah di Richmond ada Salisbury? Miss Cox memesan tepung-tepungan, cokelat dan macam-macam bahan untuk kue. Sepertinya dia sudah mulai memanggang kue Paskah...

Karena sudah hafal barang apa terletak di rak mana, Soren Adam bergerak cepat. Dia bertemu dengan Bob, koleganya, yang keretanya juga sudah penuh. Karyawan yang satunya lagi, Anouk, belum kelihatan. Dan Gary ada entah di mana. Soren Adam sering bertanya-tanya apa sebetulnya tugas Gary di sini. Seakan-akan hanya dia, Bob dan Anouk yang bekerja di swalayan ini.

Barang-barang yang sudah dikemas kantong plastik kian menggunung di keranjang. Semuanya harus sudah siap di dok pengiriman sebelum jam sebelas, untuk dijemput oleh kurir. Pukul sepuluh tiga puluh, Soren Adam ke konter kasir untuk mengecek apa semua daftar belanjaan sudah dibayar lunas. Masih ada pelanggan yang membayar dengan kupon. Soren Adam tahu Gary meremehkan orang-orang ini. Menurut Gary, para pelanggan ini tidak betul-betul berbelanja karena memakai kupon diskon. Tapi semua orang yang melewati kedua Bencana Besar termasuk Gary, seharusnya tahu betul bagaimana rasanya kelaparan dan tak punya uang.

Saving Soren Adam [TAMAT]Where stories live. Discover now