10. Pelarian Tak Terduga

37 7 3
                                    

Dari sinar bulan hingga berganti menjadi sinar Mentari, Carissa masih tidur memunggungi Barava

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Dari sinar bulan hingga berganti menjadi sinar Mentari, Carissa masih tidur memunggungi Barava. Mereka tidak saling berbicara sejak perdebatan semalam. Kini kasur terasa sedikit berguncang dan Carissa tahu Barava sedang bangkit dari kasur. Suara sandal rumah yang bergesek pertanda Barava sedang keluar dari kamar. Carissa tetap memejamkan matanya meski Barava sudah pergi.

Beberapa menit berlalu. Meski dengan mata tertutup, hidung Carissa dapat mencium aroma nasi goreng. Lama-lama aromanya semakin menggoda dan menyeruak. Suara sandal bergesek itu kembali terdengar. Carissa semakin memejamkan matanya, memilih berpura-pura tidur daripada harus berbicara dengan Barava.

Carissa pikir suaminya hendak membangunkannya, ternyata tidak. Dalam pejaman mata, Carissa dapat merasakan kecupan bibir Barava yang menempel pada dahinya. Dan kemudian sandal bergesek itu kembali terdengar. Barava sudah pergi.

Carissa membuka pejaman mata dan mendapati adanya piring dengan nasi goreng ala Barava yang ditaruh nakas samping kasur. Lalu juga kertas dilipat menjadi dua sehingga membuat kaki agar kertas dapat berdiri tegak. Ada pesan yang tercantum di sana dan tertulis: Selamat makan, Carissaku.

Entah mengapa surat yang begitu sederhana itu membuat Carissa terharu. Sebelum air matanya jatuh, Carissa buru-buru menyekanya. Ia baru bangkit setelah lima menit kemudian, memastikan Barava tidak ada di sekitarnya lagi. Saat ia bangkit dari kasur, Carissa melihat pemandangan pantai, dan Barava di sana. Tentu saja dengan papan selancar.

Tiba-tiba saja perutnya bergemuruh lapar. Entah karena Carissa benar-benar lapar atau karena aroma nasi goreng Barava begitu menggoda? Ia pun mencicipinya. Carissa mengunyah dan tersenyum bersamaan. Rasa nasi goreng yang menempel di lidahnya kali ini terasa sangat pas. Tidak seasin kemarin pagi. Rasanya Barava berhak untuk dimaafkan oleh Carissa karena nasi goreng ini.

Di tengah sarapannya, suara ponsel bergetar terdengar. Tidak ada lagu, hanya getaran. Carissa yang merasa terganggu akhirnya mencari ponsel yang tentu saja itu milik Barava. Carissa mencari sumber suara getaran ponsel dengan tangannya yang sambil meraba kasur yang ikut bergetar.

Lagi-lagi ponsel Barava bersembunyi di balik bantal. Carissa tidak lagi terkejut dengan nama yang tercantum di sana. Namun kali ini ada hal yang membuat emosinya kembali meledak-ledak. Saat Carissa membaca sebuah pesan di sana.

Tanpa banyak pikir, Carissa menyibak selimut dan bersiap-siap dengan ritualnya: Menyendiri.

Dari laut—tepatnya di atas papan selancarnya—Barava masih dapat melihat Carissa yang sudah bangkit dari kasurnya

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Dari laut—tepatnya di atas papan selancarnya—Barava masih dapat melihat Carissa yang sudah bangkit dari kasurnya. Ia pun tersenyum dengan tenang karena sepertinya Carissa sudah kembali membaik. Barava kemudian memutar papan selancarnya dan kembali mendayung untuk mencari ombak lagi.

Ombak di sini tentu saja tidak besar sehingga Barava sejak kemarin hanya bermain selancar dengan teknik yang mudah. Lama-lama berselancar di sini terasa membosankan. Bukannya semakin berangin, justru suhu udara rasanya semakin terik. Air laut kini terasa lebih hangat dari tadi pagi. Barava pun menyudahi berselancar.

Saat kembali, ia tidak mendapati Carissa di atas kasur lagi. Mungkin istrinya sedang mandi, atau memasak untuk makan siang. Barava memeriksa jam tangannya dan waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh.

Kemudian Barava pergi ke kamar mandi, namun sebelumnya ia mengetuk pintu kamar mandi, memastikan apa Carissa di dalam. Tidak ada jawaban. Ia pun membuka pintu kamar mandi dan bergegas mandi.

'Mungkin Carissa sedang berada di dapur' pikirnya sambil membasuh kepalanya dengan air dari shower.

Usai mandi, Barava pergi ke dapur, dan lagi. Ia tidak menemukan Carissa. Perasaannya mulai tidak enak. Ia pun buru-buru mencari seluruh isi rumah.

Nihil!

Carissa tidak ada di mana-mana. Barava pun kemudian mencari ponselnya dengan tergesa-gesa. Ponselnya bersembunyi di balik bantal. Saat membuka layar ponsel, mata Barava langsung membelalak penuh saat membaca pesan.

Fiona Arkantara:
Kumohon, Rava. Aku membutuhkanmu.

"Shit, shit, shit!" Ia yakin serratus persen Carissa membaca pesan ini. Dengan tangan gemetar, Barava mencari nomor Carissa. Saat ponsel didekatkan di telinga, Barava mendengar nada dering ponsel Carissa.

Barava menemukan ponsel Carissa di atas nakas. Carissa kabur dan meninggalkan ponselnya. Tangan Barava semakin bergetar hebat. Ia pun segera menghubungi Pak Gentar. Panggilan terhubung. "Pak, tolong bantu saya. Carissa tidak di rumah, coba cek apakah boat masih ada dua?"

Beberapa menit kemudian Barava mendapat informasi bahwa boat masih ada dua di pangkalan boat. Antara lega karena Carissa tidak kabur dari pulau, namun juga khawatir karena Carissa berarti sedang menjelajahi pulau seorang diri, tanpa Barava.

Dengan segera, Barava berkemas dan pergi mencari Carissa di hutan pulau ini.

Dengan segera, Barava berkemas dan pergi mencari Carissa di hutan pulau ini

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
HAPPY ANNIVERS-EERIEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora