Wanita Penyihir

19 2 0
                                    

Wanita itu tersungkur lemah. Tubuhnya terhantam tanah kering bebatuan. Tangan dan kakinya terikat oleh seutas tali yang saling terhubung. Menarik paksa tubuhnya satu sama lain hingga menyentuh kulit yang membiru.

Seluruh tubuhnya bersimbah darah. Pakaiannya tercabik oleh pedang dan rasa takut. Isi kepalanya berantakan. Tertutup oleh ketakutan akan kematian yang bahkan bukan tentangnya.

"Kau penyihir, kau tak pantas tinggal di dunia suci ini."

Pria berjubah itu begitu enteng memainkan pedang miliknya. Sementara wanita yang berada di kakinya, ia hanya mampu berteriak kesakitan saat pedang menghunus kedua tangannya.

"Sakit.. selamatkan aku.." ucapnya lirih.

Tatapan mata wanita itu terus tertuju ke arah air mancur. Seakan dirinya ingin menegak seluruh air di sana. Tetapi, ternyata bukan itu yang ia pikirkan.

"Lalu apa yang harus kita lakukan padanya, Yang Mulia?"

"Tak ada pilihan lagi. Musnahkan semua penyihir di dunia ini. Jangan ada yang tersisa."

Sontak seluruh rakyat di sana bersorak ramai. Pertanda kedamaian akan segera hadir di antara mereka.

Namun tidak untuk anak itu. Seluruh tubuhnya tak mampu melakukan apapun. Ia bahkan tak dapat mengucapkan satu kalimat pun. Bukan tak mau, namun tak bisa.

"Hidup Yang Mulia!"

"Musnahkan penyihir!"

"Penyihir harus mati!"

"Neraka bagi mu, wanita penyihir gila!"

Suara kemenangan saling bersaut. Para rakyat bersuka cita saat melihat wanita itu kehilangan kepalanya. Mereka tanpa ragu enggan menutup mata hanya karena ingin menyaksikan eksekusi sore itu. Namun, mereka justru menutup mata hingga berpuluh tahun lamanya akan pertanda datangnya mara bahaya.

Sementara anak itu, masih terdiam di sana. Kedua matanya merah, menahan air mata yang ia bendung sejak tadi. Tangannya mengepal, menahan amarah di dadanya.

"Mengapa kau menahanku. Tidakkah kedua mata mu masih berguna dengan baik."

Sejak awal anak itu tidak sendirian. Pria dewasa itu di sana, menahan bahu kecil yang ada dihadapannya.

"Kau tak bisa ke sana."

"Apa kau meremehkan kemampuan ku."

"Tentu saja bukan. Aku percaya pada kalian berdua."

"Lalu mengapa. Setidaknya biarkan dia menghampiri wanita itu untuk terakhir kalinya."

Pria itu melirik ke 'dia' yang dimaksud anak itu. Gadis kecil berambut pirang, terdiam di sebelahnya dengan boneka di tangan.

Tak ada kesedihan di wajahnya melainkan senyum dengan mata yang terus terpejam.

"Kalian tidak bisa ke sana. Tidak untuk sekarang."

Anak itu terdiam seakan mengerti maksud pria di hadapannya.

Ia menggenggam gadis itu semakin erat, lalu berkata "Kau harus berjanji satu hal padaku."

"Apa yang kau mau, putraku?" ucap pria itu dengan seringai tipis di wajahnya.

"Berjanjilah padaku, kau tidak akan menahan kami untuk kedua kalinya."

Mendengar ucapan anak itu, kini seringai di wajahnya terlihat jelas. Aura menyeramkan menyeruak masuk hingga ke seluruh tubuh anak itu. Membuatnya merinding di sekujur tubuhnya untuk kedua kalinya semenjak kejadian mengerikan beberapa waktu lalu.

"Ya. Percayalah padaku, aku akan memberikan segalanya untuk kalian."





-Art by Pinterest

BUMERA : Briliant Knight and The Magic WorldWhere stories live. Discover now