"Kenapa?"

Liza berhenti mencatat sebentar, meregangkan otot-otot ditangannya yang lumayan kaku. "Untuk senang-senang. Ada banyak hal yang harus lo coba, cari kesenangan pribadi lo dan itu bakal membuat lo lebih hidup."

Ara mengangguk paham. "Hm"

Liza kembali mencatat lagi.

🔥🔥🔥🔥

"Fals"

Arzion berdecak pelan, menatap Reyga dengan sorot remeh. "Gue cuma mau ngecek ini gitar enak apa enggak dipake adek gue nanti, gue gak mau ya gara-gara gitar, adek gue kena amukan lo!"

Reyga mendengus pelan, "siapa bilang gue bakalan kasih dia gitar?"

Arzion yang sedang asik menggenjreng gitar dipangkuannya dengan asal seketika melotot galak, "terus apaan?!"

"Piano"

"Lah, anjir! Ara gak bisa main piano!"

"Dia juga gak bisa main gitar," ujar Reyga acuh.

Arzion bungkam, ia menatap gitarnya lalu meletakkan alat musik itu lantai. "Lo harus ngajarin Ara pelan-pelan, gue yakin dia gampang paham cuma sekali denger apa yang lo jelasin nanti."

Reyga menghentikan aktifitas memeriksa pianonya. Saat ini mereka sedang ada di ruang musik, sepuluh menit lagi bel pulang sekolah berbunyi saatnya Reyga menjadi tutor musik murid-murid VICTORIA.

"Tergantung"

Arzion mendengus jengkel, "pokoknya gue gak mau liat lo marahin adek gue, atau gue hajar lo di sini!"

"Hajar aja"

"LO BEN-"

Clap clap!

Arzion menghentikan ucapannya ketika lampu-lampu diruang musik tiba-tiba mati menyala dengan sendirinya. Tiba-tiba perasaannya aneh.

Tak lama terdengar suara gemuruh meski samar.

"Kayanya mau mati lampu," gumam Reyga seraya menghela nafas pelan. Beberapa alat musik di sini memerlukan listrik, namun jika listrik mengalami masalah itu berarti ekstrakulikuler musik harus diundur minggu depan.

"Bukan mati lampu, anjir!" Arzion segera berlari keluar.

🔥🔥🔥

Ara menatap nanar Nabila yang tengah menyeringai padanya. Ia mengusap wajahnya yang basah karena siraman air pel dari gadis itu.

"Gue gak pernah suka lo deketin Zion. Gue gak peduli meski lo adeknya, tetep aja gak ada yang boleh rebut Zion dari gue!" tukas Nabila tajam.

"Kak Zion kakak gue, gue berhak deket sama dia!" ujar Ara dengan nada dinginnya. Gadis itu sama sekali tidak memiliki rasa takut sedikitpun dengan Nabila, meski Nabila adalah pacar kakaknya sendiri.

"Oh jadi itu mau lo?" Nabila mengangguk, lalu tanpa berkata-kata lagi, ia menjambak rambut, dan menyeret gadis itu keluar dari toilet.

VICTORIA[Sudah terbit] Kde žijí příběhy. Začni objevovat