Bab 3 - The Thief of Shadow

18 0 0
                                    

Maaf banget update telat seminggu. Wkwk. Happy reading.

***

Pemandangan  pasar memang bukan yang pertama kali bagi Leon. Ketika di Ramunos, Leon, Owen, dan Rodney sering berkelana ke banyak tempat, pasar salah satunya. Namun, pasar Grèinvada Utara memberikan sensasi aneh padanya. Ia baru pertama kali di pasar ibukota dan entah kenapa sedikit membuatnya tak nyaman. Pasar ibukota lebih besar dan lebih padat.

Di area pasar pusat, Leon melewati wilayah pertokoan, tempat para bangsawan berbelanja. Barang-barang mewah seperti gaun-gaun wanita, aksesoris berkilauan, topi, kedai makanan, sayur-sayuran, sama seperti pasar-pasar tradisional tapi dijual di dalam bangunan toko yang nyaman. Ia melihat banyak kereta kuda yang terparkir di depan toko-toko itu.

Leon mempercepat langkah, bukan pertokoan tempat yang hendak ditujunya. Di pasar bagian pinggiran, terdapat pasar yang lebih tradisional. Pasar yang digunakan rakyat-rakyat biasa melakukan transaksi jual beli. Segala informasi lebih bisa didapat di pasar tradisional, terutama informasi tentang pemerintahan.  Riuh suasana pasar menyambut kedatangan Leon ketika sampai di area pasar tradisional.

Berbeda dengan wilayah pasar pusat yang penuh dengan kereta kuda, pasar pinggiran itu tampak padat dengan rakyat Grèinvada berlalu lalang. Meskipun begitu, barang dagangan yang dijual lebih beragam daripada pasar Ramunos ataupun Balbatos, kota di sebelahnya.

Leon melihat beberapa kedai makanan yang menjual roti tanpa ragi dan susu, juga beberapa kedai rempah-rempah. Ketika melewati penjual senjata, seorang penjual tua menyapanya. Leon dan Owen merapatkan kain penutup mulutnya.

“Tuan, silakan melihat beberapa pisau ini. Kami membuatnya dari besi dan logam berkualitas.”

Owen melirik Leon sekilas, penjual itu seorang lelaki renta dengan senyum yang hangat. Ada kalanya ketika mereka sedang menyamar, mereka juga berpura-pura melihat-lihat barang, tak jarang juga membelinya agar tidak dicurigai. Jika beruntung, mereka bisa mendapatkan informasi. Leon mengangguk samar.

“Ah, benar, mungkin saya bisa melihat-lihat dulu.” Owen mendekati meja sang penjual, Leon selanjutnya. Di atas meja itu nampak berbagai jenis pisau untuk berburu ataupun pisau saku yang berukuran kecil.

“Anda berdua sepertinya pendatang, berasal dari mana?”

“Ya, kami dari desa Sagash, desa terpencil di Heracolt. Kami baru saja berburu di hutan Kraud,” dusta Owen.

“Apakah anda membuat ini semua sendiri, Pak Tua?” Owen sedikit penasaran karena senjata-senjata yang dijual begitu banyak dan beragam, tidak mungkin lelaki tua itu memandai besi dan logam sendirian.

“Anak saya yang pandai membuat pisau seperti,” ujar lelaki tua itu.

“Ayo bayar! Kalau tidak mau kedai ini kuhancurkan!” suara berat lelaki berjambang dan bertampang seram menarik perhatian Leon. Tak hanya dia, seisi pasar pun kini memperhatikan gerombolan preman yang memalak salah satu kedai roti.

“Ampun, Tuan. Saya baru saja membuka kedai, belum banyak pelanggan yang datang,” ujar seorang wanita tambun, sang pemilik kedai.

“Omong kosong! Setiap penjual yang ada di sini membayar pajak padaku. Jika ingin selamat, cepat serahkan dua puluh koin padaku.”

Pemilik kedai itu berlutut memohon, tapi sang preman malah menyuruh 2 anak buahnya untuk merusak roti-roti dagangan wanita itu, jeritan ngeri terdengar dari bibirnya. Beberapa roti bagel terlempar ke tanah.

“Kalau kau tidak membayar, akan kupastikan tak ada yang tersisa. Cepat keluarkan semua yang kau punya!”

“Hei!” Sebuah suara mengalihkan perhatian sang preman dan anak buahnya ke dua orang berpakaian pemburu yang bertudung.

“Kenapa mereka harus membayar pajak padamu, Tuan ....” Leon memanjangkan nada bicaranya, seolah berpikir.

“Haruskah kita sebut Tuan Berjambang Kambing Jelek yang Pemarah?” lanjut Owen, kemudian ia tertawa oleh candaannya sendiri. Tak ada yang ikut tertawa, malah baik pengunjung dan penjual di sekitarnya tampak tegang.

Beberapa bergumam, “Berani sekali pemburu asing itu.” atau “Apakah mereka berdua ingin mati?”.

“Oh, ayolah, Tuan. Jangan terlalu tegang, tapi julukan itu sangat cocok untukmu.” Owen tak peduli sang kepala preman sudah melotot seakan ingin memangsanya.

“Kurang ajar!” sang preman mengayunkan kapak ke arah Owen, tapi belum sampai mengenai lelaki itu, tangan sang preman ditahan oleh Leon yang bergerak cepat mendekatinya. Tangannya itu kemudian dipelintir hingga kapak yang dipegangnya terjatuh.

“Akkhhh!” pekik sang kepala preman.

The Secret Prince's AffectionWhere stories live. Discover now