ii. karena kita berucap sesuai referensi yang kita miliki

820 155 68
                                    

Ketika Prof. Dandi memasuki ruang kelas, seluruh mahasiswa langsung terdiam. Tatapan mereka fokus pada kertas, layar laptop, atau catatan di ponsel masing-masing. Isi tulisan itu adalah naskah pidato yang sudah ditugaskan Prof. Dandi—dosen pengampu mata kuliah Kemahiran Bahasa Indonesia—sebagai tugas UTS. Keterampilan berbahasa yang diujikan pada UTS kali ini adalah keterampilan berbicara. Setelah beberapa pertemuan sebelumnya mahasiswa sudah mempelajari teori berbicara dan teknik retorika, hari ini hasil belajar tersebut akan ditampilkan. Setiap mahasiswa diberi waktu selama lima menit untuk menyampaikan pidatonya. Temanya bebas. Teknik pidatonya juga bebas. Prof. Dandi memberikan keleluasaan bagi mahasiswanya untuk menguasai panggung kelas selama lima menit.

Prof. Dandi duduk di meja dosen, mengeluarkan laptop, membagikan kertas penilaian, lalu mengeluarkan timer jam pasir di atas meja. Setelah selesai, tanpa berbasa-basi, Prof. Dandi langsung mengucap salam dan menyapa mahasiswa. "Hari ini, saya bukan hanya akan menulis angka untuk nilai UTS Anda, tetapi saya akan menulis angka untuk menggambarkan seberapa berharga isi pikiran Anda."

Kalimat pembuka dari Prof. Dandi membuat seisi kelas hening. Prof. Meskipun dosen senior, Prof. Dandi terkenal sebagai dosen yang tegas dan idealis. "Apa yang Anda sampaikan mencerminkan diri Anda. Saya bisa mengetahui apa yang Anda baca, Anda tonton, Anda dengarkan melalui pidato Anda."

Dari tempat duduknya, Rein mengangguk. Ia ingat satu kalimat yang disampaikan oleh satu ustaz yang menjadi salah satu role model-nya. Kita bertindak sesuai referensi. Rein mengecek kembali draf tulisan yang ia susun semalam. Meskipun tugas ini sudah diberikan dari sepekan yang lalu, Rein hanya memiliki waktu tadi malam untuk menyusun kalimat dan mencoba menghafal poin-poin pentingnya selepas salat malam menjelang subuh.

"Dan saya bukan juri tunggal. Yang menilai penampilan Anda hari ini adalah rekan-rekan Anda sendiri. Aturan dari saya hanya satu, saat semua pasirnya sudah turun ke bawah, saat itulah Anda harus menutup mulut. Silakan cari tahu sendiri bagaimana Anda bisa melihat jam pasir yang saya letakkan di atas meja."

Para mahasiswa mengangguk.

"Kalian sudah menyiapkan naskah pidato untuk hari ini?"

Para mahasiswa kembali mengangguk.

"Ada satu kejutan hari ini." Prof. Dandi kembali ke meja dan mengeluarkan gelas kaca berisi gulungan kertas kecil. "Bagi mahasiswa yang bersedia melakukan pidato secara impromptu dengan topik yang sudah saya siapkan, tidak ada batasan waktu dan sistem penilaiannya bukan dengan angka yang ditulis oleh rekan-rekan Anda."

Adiran, mahasiswa berprestasi yang dikenal sangat ambisius mengangkat tangan. "Bagaimana sistem penilaian pidato impromptu, Prof?"

"Saya akan memberi tahu di akhir kelas. Kalau Anda ingin tahu, Anda bisa mencobanya."

Jawaban itu membuat Adiran bungkam, begitu juga sebagian besar mahasiswa yang lain. Rein yang duduk di kursinya terdiam sejenak. Ia melihat kembali naskah pidatonya sambil menentukan pilihan. Setelah itu, sesi pidato dimulai. Secara acak, Prof. Dandi memanggil satu per satu mahasiswa dan menyilakan mereka untuk berpidato. Ada yang membawa kertas, catatan kecil, atau berdiri dengan tangan kosong. Satu per satu mahasiswa maju. Kebanyakan dari mereka mengambil pilihan aman untuk menyampaikan pidato mereka, bukan menyampaikan pidato secara impromptu.

"Rein, kamu pidato pakai naskah sendiri atau impromptu?" tanya Netta di sela-sela sesi pidato. Belum sempat Rein menjawab, Netta sudah berbicara lagi. "Ah! Kalau Rein sih mau pakai naskah atau impromptu oke-oke aja ya, Rein? Kamu udah biasa public speaking. Topik yang udah Rein siapin apa?"

Belum sempat Rein menjawab, Netta sudah menyipitkan mata dan melihat naskah Rein yang terletak di atas meja. "Bahas politik?!" tanya Netta setengah kaget. Suaranya cukup keras sampai membuat suasana lengang seketika. Netta langsung tertawa canggung dan meminta maaf. "Tapi nggak heran sih. Rein kan emang aktivis banget. By the way, Rein, tahu nggak si Mizi bawa topik apa? Dia bahas topik soal Maudy Ayunda! Nggak jelas banget ya, Rein?"

Refereinsiحيث تعيش القصص. اكتشف الآن