Nightmare

9.2K 354 4
                                    


"Kau yakin tidak ada cara lainnya?" Zai bertanya, gagang telepon pada telinganya. Wajahnya tampak sedih mendengar jawaban dari seberang telepon, dan ia hanya bisa mendengarkan.

Walaupun berat, Zai hanya mengangguk dan berkata, "Aku akan segera mengantarnya." Lalu menutup telepon dan terdiam selama beberapa saat, sebelah tangan menutupi wajahnya yang tampak lelah.

"Zai, ada apa?" Kayla bertanya sambil berjalan tertatih-tatih memasuki ruang keluarga untuk menemui suaminya.

Kehadiran istrinya itu membuat Zai sedikit tersentak dan buru-buru menghampiri wanita itu. "Apa yang kau lakukan? Kau kan nggak boleh banyak bergerak dengan perut sebesar itu!" ia membantu istrinya berjalan menuju salah satu sofa.

Kayla tersenyum kecil dan membalas, "Habis kau lama sekali, sih. Lagipula sebentar lagi kita akan pergi ke rumah sakit, kan?"

Selama sepersekian detik, wajah Zai tampak muram, tapi langsung menutupinya dengan senyum kecil agar istrinya tidak khawatir. "Kau benar. Tunggu di sini, aku akan keluarkan mobil dulu."

Kayla mengangguk dan membaringkan dirinya di sofa ruang keluarga. Sudah sejak pagi tadi perutnya terasa sakit karena kontraksi, tapi wajahnya tampak cerah karena tahu buah hati yang telah dikandungnya dalam sembilan bulan terakhir akan segera lahir. Ia meminta Zai pulang cepat dari kerja dan membuat janji dengan dokter. Dan sekarang ia akan segera menuju rumah sakit.

Tentu saja sebelum hari besar itu, ia sudah memeriksakan kandungannya beberapa kali dan memastikan jenis kelamin bayinya. Hatinya semakin berbunga-bunga saat mengetahui bayinya adalah laki-laki, yang sejak awal kehamilan sangat diinginkannya. Ia ingin segera melihat bayi kecil itu keluar dari perutnya, memeluknya, dan memanggilnya dengan nama yang sudah dipilihkannya; Zachary.

Tidak lama kemudian, Zai kembali ke dalam untuk membantunya berjalan memasuki mobil, dan mereka segera berangkat menuju rumah sakit terdekat. Sesampainya di rumah sakit, Zai mengurus formulir dan berkas lainnya di resepsionis, sementara beberapa orang perawat membantunya duduk pada kursi roda selama menunggu.

Kyle, saudara kembar Kayla—yang juga merupakan salah satu dokter yang bekerja di rumah sakit tersebut—menghampiri keduanya, tapi langsung menarik Zai agak jauh untuk bicara. Kayla sempat heran mengenai apa yang mungkin dibicarakan kedua orang itu tapi tidak boleh didengar olehnya. Lagipula Kyle bukan dokter di bagian kandungan—walaupun mungkin pria itu tahu beberapa hal mengenai kelahiran. Belum lagi wajah kedua orang itu tampak serius. Tapi Kayla tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan semua itu, ia punya perutnya sendiri untuk dikhawatirkan.

Seorang perawat mulai mendorong kursi rodanya ke ruangan persalinan, dan jantung Kayla semakin berdebar-debar. Perawat itu mengajaknya bicara untuk membuatnya lebih santai, tapi yang ada dalam pikiran Kayla hanyalah bayinya.

Kayla tidak ingat apa yang terjadi selama perjalanan menuju ruang persalinan dan saat ia masuk ruangan tersebut. Pandangannya agak nanar karena rasa sakit pada perutnya. Saat ia sadar lagi, tubuhnya sudah diposisikan pada kursi bersalin, dan beberapa orang perawat berlalu lalang di sekitarnya, tampak mempersiapkan persalinan.

Betapa terkejutnya Kayla melihat kalau Kyle juga ada dalam ruangan tersebut, dengan penutup kepala dan masker yang terbuka. Padahal ia cukup yakin Kyle bukan dokter bagian kandungan, kecuali pria itu tiba-tiba saja beralih profesi. Kyle tampaknya membaca ekspresi saudara kembarnya tersebut dan berkata, "Zai memintaku untuk menggantikannya."

Kayla mengernyitkan dahi dan bertanya, "Zai tidak akan ke sini?"

Kyle menggeleng pelan. "Dia bilang, 'maaf'."

Padahal Zai sudah berjanji untuk mendampinginya selama proses kelahiran, tapi perkataan Kyle barusan jelas tidak mendukung situasi tersebut. "Maaf? Maaf apanya?"

My Baby, My AngelWhere stories live. Discover now