"Kumohon... dengarkan aku dulu..." Kayla berusaha menjelaskan. Tangannya yang memegang alat tes di sakunya gemetar karena takut.

"Aku nggak mau bicara sekarang..." Tiba-tiba saja Zai mencengkram kedua bahu Kayla dan mendorongnya sampai ruang keluarga.

"Zai... apa y—" Kayla berusaha berontak, tapi cengkraman Zai pada bahunya kuat sekali, sampai membuat lengannya lemas. Pria itu lalu mendorongnya jatuh ke sofa, dan sebelum ia dapat memahami apa yang dilakukan Zai, bibir pria itu tiba-tiba saja sudah membungkam mulutnya sambil menahan kedua tangannya di sisinya, membuatnya tidak dapat berontak.

Dari mulut pria itu, masih tersisa rasa alkohol, dan Kayla berusaha keras untuk melepas bibir mereka. Ia bahkan sudah merasa pusing hanya dengan mencium baunya, dan sekarang bau itu memenuhi mulutnya.

"Kau suka? Itu Château Margaux Petit verdot kesukaanmu," Zai berkata saat ia melepas ciuman mereka. Ekspresi wajahnya merupakan campuran puas dan sinis.

"Zai... Zai... aku mohon... aku perlu bicara..." Kayla berusaha memohon pada pria yang sekarang menimpa tubuhnya di atas sofa.

"Aku akan mendengarkanmu setelah ini." Zai mengabaikan permohonan Kayla dan malah mengangkat ujung bawah gaun tidur yang dipakai istrinya sampai perut.

Kayla hanya bisa menatap ngeri, jelas dapat menebak apa yang akan dilakukan suaminya tersebut. Ini benar-benar pertama kalinya ia melihat pria itu lepas kontrol, dan menurutnya, ini sudah kelewatan. Saat Zai melepas tangannya untuk membuka sabuk celananya, Kayla memanfaatkan saat itu untuk mendorong jatuh suaminya dan merangkak menjauh dari sofa.

Zai terjatuh ke sisi sofa, punggungnya sedikit terantuk meja rendah di depan sofa tersebut. Ia mengerang sebentar, lalu membentak, "Apa yang kau lakukan, cewek sinting?!"

Kayla bersusah payah berdiri dengan kedua kakinya yang gemetar dan berjalan mundur. "Aku cuma ingin bicara! Bicara!" serunya putus asa. Ia benar-benar takut pada Zai. Kalau bukan karena pria itu mabuk, mungkin ia tidak akan bisa melawan balik. Tapi lagi, kejadian seperti tadi tidak akan terjadi kalau pria itu tidak mabuk.

"Aku nggak mau dengar apapun alasan yang perlu kau katakan. Aku capek diperlakukan seperti nggak ada. Kau sendiri yang nggak mau cerita, dan nggak ada alasan buatku untuk mendengar alasanmu lebih lanjut."

"Maaf selama ini aku tidak menghargai usahamu. Tapi aku benar-benar perlu dukunganmu saat ini..." Kayla berkata lirih, tangannya memeluk sekujur tubuhnya yang gemetar.

"Kau nggak dengar, perempuan? Aku bilang aku nggak mau dengar apapun dari mulutmu itu."

Baru saat itulah air mata Kayla sudah tidak terbendung lagi. Ia tahu pria itu memang sedang mabuk, tapi rasanya tetap saja menyakitkan melihat pria yang dicintainya berlaku seperti itu, apalagi pada saat ia sangat membutuhkannya. Punggungnya menabrak dinding, dan ia mulai terisak, masih sambil memeluk tubuhnya yang merosot duduk ke lantai.

"Ha, nangis lagi. Aku nggak percaya air mata kudanil sepertimu."

"Aku benar-benar minta maaf... aku menyesal..." Kayla terisak, kepalanya tertunduk, sementara air matanya mengalir deras sekali.

Zai terdiam, memandang sosok istrinya yang sekarang tampak kecil dan rapuh. Entah kenapa melihat istrinya dari atas seperti itu membuatnya puas. Ia menikmati pemandangan itu selama beberapa saat, sementara wanita berambut merah di hadapannya itu masih terisak sambil meringkuk. Setelah dilihat selama beberapa saat, ia mulai merasa aneh sendiri.

Kayla yang dikenalnya adalah seorang wanita yang keras kepala dan penuh percaya diri. Kualitas itulah yang disukainya dari wanita itu sejak mereka pertama kali bertemu, sampai sekarang. Tapi melihat istrinya itu tampak ketakutan dan rapuh saat ini, tiba-tiba saja ia merasa bersalah.

Mabuk bukan alasan untuk memperlakukan siapapun seperti yang telah dilakukannya. Ia menggelengkan kepala, berusaha menyingkirkan pengaruh alkohol yang tersisa dalam sistemnya. Ia baru bermaksud untuk mengatakan sesuatu saat Kayla mendahuluinya.

"Baiklah, aku tidak akan bicara..." Kayla berkata sambil perlahan bangun. Ia mengusap air matanya dengan punggung tangan, lalu mengeluarkan benda dari saku gaun tidurnya dan meletakkan benda itu di lantai di depannya. Setelah itu ia berbalik dan berjalan pelan menuju kamar.

Sekarang Zai sendirian di ruang keluarga, berdiri diam saja di sisi sofa. Baru saat itulah ia menyadari kalau kepalanya terasa pusing bukan main. Tanpa pikir panjang, ia membaringkan tubuhnya di sepanjang sofa sambil memijat-mijat pelipisnya.

Ia memutuskan untuk bicara dengan istrinya nanti, kalau matahari sudah terbit. Untuk saat ini, ia perlu tidur untuk menghilangkan efek alkohol yang terus-terusan menyerang kepalanya-seperti dihantam palu berkali-kali. Lagipula hari ini adalah hari sabtu, ia bisa tidur selama yang ia inginkan sampai kondisinya lebih baik.

***

Glossary:
Château Margaux: rumah produksi wine dari Bordeaux yang terkenal karena produk wine kelas satu (kualitas terbaik).
Petit verdot: salah satu jenis wine merah yang dibuat dari jenis anggur kecil (Vitis vinifera). Sangat jarang karena pembiakannya yang sulit, biasanya dijadikan campuran dengan jenis wine lainnya

My Baby, My AngelWhere stories live. Discover now