Prologue

12 9 14
                                    

•Δ•Δ•Δ•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Δ•Δ•Δ•


Mereka bilang, aku adalah orang yang beruntung, karena dapat bertunangan dengan seorang pria tampan dari keluarga yang memiliki kekuasaan tertinggi kedua setelah keluarga kekaisaran. Mereka yang dari keluarga bangsawan tinggi sampai terendah pun mulai berlomba-lomba untuk mengakrabkan diri dengan ku, menjadikan ku perantara agar mereka bisa mendapatkan keuntungan dari keluarga tunangan ku.

Namun terlepas dari semua itu, pertunangan kami sama sekali tak di landaskan atas sebuah cinta. Melainkan hanya sebuah hubungan politik untuk saling menguatkan dan mengambil keuntungan dari masing-masing keluarga.

"Kau terlihat cantik mengenakan gaun itu."

Aku tersadar dari lamunan karena sebuah suara yang baru saja memuji ku. Dia tunangan ku, Darren Olivier de Cartion, pria tampan nan kuat yang jadi incaran para Lady di kalangan bangsawan tinggi maupun rendah. Dan sekarang, kami sedang minum teh bersama di taman mansion Cartion.

Setelah menyesap teh berkualitas itu, aku pun tersenyum. "Terima kasih, Tuan Darren."

Darren balas dengan anggukan di kala bibirnya akan menyesap teh. Setelahnya hanya ada kesunyian, aku sibuk dengan pikiran ku sendiri hingga tak sadar bahwa Darren kini memerhatikan ku.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Darren kemudian, sontak aku mendongak menatap wajah tampannya yang tak pernah bosan ku pandangi.

Aku merasa pipi ku memanas, segera ku alihkan pandangan ku asal tak bertemu tatap dengannya. "Saya hanya sedang berpikir, apakah saya harus menghadiri undangan pesta teh Lady Margaretta atau tidak, karena pagi tadi saya baru saja menghadiri pesta teh Lady Sofia."

Darren meletakkan cangkirnya lalu berucap, "Ku rasa tidak apa untuk tidak menghadirinya, kau juga butuh istirahat, tak perlu memaksakan diri."

Aku mengangguk mengerti, "Baiklah, terima kasih untuk sarannya."

Kami pun membicarakan hal lainnya, seperti perkembangan tambang ayah ku yang baru-baru ini diberikan pada Darren. Juga, tentang pembangunan jembatan besar yang akan dioperasikan dalam waktu dekat ini, dikarenakan hujan lebat dan arus deras sungai mengakibatkan jembatan itu hancur.

Dan Darren lah yang di percayakan untuk mengerjakan tugas tersebut, sementara calon ayah mertua ku, Archduke Xavier, di tugaskan untuk menangani kasus tentang perkumpulan penyihir hitam yang belakangan ini membuat ulah.

Keturunan Cartion memang penghasil orang-orang hebat, mereka berdua selalu menyelesaikan tugas mereka dengan baik. Dan aku pun berpikir demikian, mereka dari keturunan Cartion tak akan pernah mengecewakan.

•Δ•Δ•Δ•

Malam hari telah tiba, kini aku bersama Duchess Teressa sedang makan malam. Darren tak bisa ikut karena ada urusan penting, begitu pula dengan Archduke Xavier yang memang belum pulang dari tugasnya sejak dua minggu lalu.

"Cara makan mu cukup anggun, itu bagus," puji Duchess Teressa, ibu dari Darren serta calon ibu mertua ku.

Aku mengelap bibir ku dengan kain yang sudah di sediakan lalu membalas ucapannya sembari tersenyum manis, "Terima kasih, Duchess Teressa."

Makan malam itu berakhir dengan begitu formal, kami tak terlalu akrab dan beliau hanya akan berbicara jika itu penting. Hmm, aku memakluminya, karena Darren juga seperti itu, sepertinya irit bicara memang ciri khas dari keluarga Cartion.

•Δ•Δ•Δ•

Kini aku berada di dalam kamar sambil membaca beberapa buku, salah satunya buku sejarah keluarga Cartion dan buku lainnya hanya buku novel. Aku hanya akan membaca novel jika ada waktu luang sebagai penghilang rasa jenuh.

Ku lihat rembulan bersinar terang di langit malam yang sepi akan bintang melalui pintu balkon yang tak ku tutup gordennya. Tak terasa sudah dua jam berlalu sejak makan malam, aku berniat menyudahi kegiatan baca ku dan berjalan menuju almari guna mengambil gaun tidur.

Baru selesai berganti pakaian, aku dikejutkan dengan sosok Darren yang berdiri menjulang di depan pintu balkon. Ku tebak dia sudah lama di sana dan aku baru menyadarinya, tapi jika memang begitu apa ia melihat aku yang sedang berganti pakaian tadi?

Kedua pipi ku mulai memanas akibat malu, aku jadi tak berani menatap wajahnya jika Darren benar-benar menyaksikan aku berganti pakaian.

Kaca pintu balkon di ketuk Darren, menyadarkan ku dari lamunan konyol ku. Segera ku hampiri Darren dan membuka pintu tersebut. Keheningan melanda setelah aku membuka pintu, aku yang masih malu pun tak berani menanyakan perihal apa Darren menghampiri ku, melalui jendela pula.

Sedangkan Darren, sepertinya ia sedang memerhatikan ku yang tak kunjung membalas tatapannya usai aku membukakan pintu balkon.

"Telinga mu memerah."

Sontak aku menutup kedua telinga ku, membuat Darren keheranan akan tindakan ku. Ia menunduk guna mensejajarkan wajahnya dengan wajah ku. "Kau sakit? Wajah mu merah," katanya sambil menyentuh kening ku dengan punggung tangannya.

Aku menggeleng pelan, "Saya baik-baik saja," kemudian aku menyingkirkan tangannya dari kening ku dengan hati-hati, seperti sedang menurunkan benda berharga yang amat rapuh jika diperlakukan dengan kasar.

"Dari pada itu, apa yang membuat anda kemari, Tuan Darren?" tanya ku pada akhirnya.

Pria itu menarik kembali tubuhnya, merogoh sesuatu di dalam jas yang ia kenakan. Sepertinya ia ingin menunjukkan sesuatu pada ku. Dan betapa terkejutnya aku ketika melihatnya menyodorkan ku setangkai bunga lily berwarna biru.

"Aku harap kau suka," Darren mengatakan itu dengan tanpang datarnya seperti biasa, akan tetapi aku tahu bahwa dia memedulikan ku.

"Saya menyukainya, terima kasih," kata ku tersenyum manis.

Darren hanya mengangguk dan meraih knop pintu balkon,  "Tidurlah, ini sudah lewat jam tidur mu," nasehatnya.

"Dan ... tenang saja, aku tak melihat mu berganti pakaian tadi," lanjutnya kemudian, aku hanya bisa menunduk menyembunyikan wajah merah ku.

"Selamat malam, Rivelyn."

"Selamat malam, Tuan Darren."

Dan percakapan kami berakhir dengan suara pintu balkon yang di tutup oleh Darren. Pria itu melompat ke bawah dan ku yakin dia baik-baik saja, Darren merupakan orang yang tangguh jadi aku tidak terlalu mengkhawatirkannya.

Aku menatap bunga pemberian Darren sambil tersenyum, "Tidak ku sangka kalau dia bisa semanis ini."

Malam yang ku rasa membosankan itu seketika berubah menjadi malam yang tak bisa ku lupakan karena setangkai bunga dari tunangan ku. Darren si pria kaku ternyata bisa bersikap romantis pada lawan jenis, dan itu benar-benar berhasil melelehkan hati ku.

•Δ•Δ•Δ•

Bersambung...

Silahkan koreksi tulisan saya jika memang ada kesalahan, saya akan sangat berterima kasih jika kalian melakukan itu🙏😊

Thanks for reading, Luv u all🧡

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Escape From My FianceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang