Part 1 - "Dia yang (tidak) Mencintaiku"

Mulai dari awal
                                    

"Kamu bebas menikahi siapa saja. Tapi cukup aku yang menjadi Ibunya. Aku tidak akan membiarkan Bumi dirawat oleh perempuan lain."

Kali ini Reza tertawa puas. "Apa hakmu mengatur kehidupanku dengan Bumi? Sejak hari ini, kamu sudah kehilangan semua hak dan tanggungjawabmu sebagai istriku dan juga ibu dari Bumi."

Bulan membeku. Semua yang Reza katakan benar. Dia tidak memiliki hak untuk mengatur Reza. Tapi Bumi? Bumi adalah anaknya.

Reza yang awalnya ingin menawarkan Bulan tumpangan membatalkan niatnya. Pertengkaran ini akan terus berlanjut kalau mereka berdekatan. Tanpa basa-basi dia langsung meninggalkan Bulan.

***

Hari sudah mulai gelap, tapi Bulan tidak punya tujuan untuk pulang. Apakah tempat yang biasanya dia sebut sebagai rumah bisa menjadi tempatnya pulang? Sesuai perkataan Reza, dia sudah tidak memiliki hak apa-apa lagi di sana.

Tapi ada Bumi di sana. Bumi pasti mencarinya, menantinya untuk segera pulang. Pikiran itu yang membuatnya dengan cepat memberhentikan taksi yang melintas didepannya.

Koper-koper besar menjadi pemandangan pertama yang dia temui di ruang tamu. Mbok Mirna yang sibuk membereskan barang-barang, tidak menyadari kedatangan Bulan.

"Kamu bisa tinggal di sini. Karena rumah ini atas nama kamu." Reza membuyarkan lamunan Bulan.

Rumah ini memang hadiah yang diberikan Reza padanya. Tapi Bulan sama sekali tidak setuju dengan ide yang diberikan Reza. "Biarkan aku yang pergi dari sini." jawabnya.

"Ndaaaa ... kata Ayah, kita mau jalan-jalan ya?" Dari dalam rumah, Bumi berlari ke arahnya. "Baju sama mainan Bumi udah ditaruh di tas semua." tunjuk Bumi pada tas bewarna merah.

Bulan menatap tajam ke arah Reza.

"Mas, kasih aku satu malam untuk membereskan perlengkapanku. Aku yang harusnya pergi dari sini. Bukan kalian."

"Nda ... mau kemana? Bumi ikut ya ..." rengek Bumi, ketika Bulan mengucapkan kata pergi.

"Nda, nggak kemana-mana kok." jawabnya bohong.

Reza menghempaskan tubuhnya dengan kasar di sofa. Lalu dia menyodorkan sebuah map pada Bulan. "Ini keputusan dari pembagian harta kita."

Bulan tidak meraih map tersebut, dia membiarkan Reza tetap memegangnya. "Kamu yang memiliki semua aset di sini, Mas. Aku nggak berhak dapat apa-apa. Kalaupun aku boleh meminta, aku hanya ingin Bumi bersamaku."

Rupanya Bulan belum lelah untuk terus meminta Bumi pada Reza. Sesuai dengan pendiriannya, Bumi tetap akan bersamanya.

"Terserah kamu kalau begitu." Reza mengambil Bumi dari pelukan Bulan. "Sudah siap semua, Mbok? tolong masukan tasnya ke dalam mobil."

"Kalian mau pergi sekarang?" suara Bulan terdengar pilu.

Reza hanya mengangguk. "Secepatnya aku kabari, dimana nanti kami akan tinggal."

"Mas, bisakah sekali ini kamu mendengarkan aku? Tinggalah di sini. Aku yang pergi." tandas Bulan berbicara dengan suara tinggi.

"Aku hanya menuruti keputusan hukum. Rumah ini sekarang menjadi milikmu."

Kalau saja tidak ada Bumi, ingin rasanya Bulan beradu argumen dengan Reza. Saat semua tas sudah dimasukan kedalam mobil. Hanya menunggu hitungan menit, Bumi akan benar-benar meninggalkannya.

Bulan akan kehilangan oksigennya. Matanya kini terasa panas. Semuanya terasa lebih sakit ketika tadi hakim membacakan tentang kekalahan hak asuhnya atas Bumi. Karena perpisahan yang sebenarnya  baru akan terjadi sebentar lagi.

Pandangan Bulan mengabur, dia tidak ingin Bumi melihatnya menangis. Tapi dia tak kuasa untuk menahan rasa pedihnya.

"Nda ... ndaaa ...." Bumi merengek ketika dia melihat Bulan tidak ikut naik kemobil bersamanya. Tangis Bumi semakin kencang.

Bulan segera berlari untuk memeluk dan menciumi Bumi. Mereka menangis bersama.

Lewat air mata, keduanya menuangkan bentuk dari kepedihan akan sebuah perpisahan yang akan mereka jalani. Dalam dekapan Bulan, nafas bumi terdengar teratur. Anak itu terlelap.

Reza segera meminta Mbok Mirna untuk mengambil Bumi dari pelukan Bulan. Bulan tidak rela untuk melepas Bumi.

"Kami harus pergi, Bulan." Sekali lagi Reza menyadarkan posisinya.

Untuk terakhir kalinya, Bulan mengecup wajah Bumi. Dan berbisik lembut di telinga Bumi. "Bunda sayang Bumi. Sayang banget."

***

TBC

Jangan protes pendek ya :D karena aku nulis tuh nyolong2 waktu. Kalau kalian minta panjang, aku baru bisa update seminggu sekali,hehe.

Selamat baca,

*kisskiss*

Asharliz

Over The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang