Hening.

Keduanya saling bertatapan dengan nafas terengah. Chitanda yang memang sudah terpancing emosi, pula (Y/n) yang,

PLAKK

Hal itu terjadi begitu saja.

Chitanda tak mampu bereaksi sedikitpun, ketika wajahnya terpaling dan pipinya mulai memanas. Ia menoleh, menatap (Y/n) dengan sorot ketidakpercayaan yang terlalu kentara. Untuk pertama kalinya, Chitanda merasa,

Terintimidasi.

"Dari tadi kau bicara omong kosong, Chitanda-san." wajah (Y/n) menggelap, di balik poni yang menutupi ia menatap tajam. "Aku? Menghancurkan segalanya? Pakai otakmu, bodoh!!"

Chitanda tersentak, dengan reflek melangkah mundur ketika mendapat bentakan tak terduga itu. Bahu (Y/n) naik turun menahan emosi, berusaha agar dirinya tak lepas kendali.

"Kau pikir hanya kau yang memiliki perasaan, hah?!" (Y/n) mengangkat wajahnya yang sudah basah oleh air mata, seketika membuat Chitanda terkejut. "Sebagai sesama perempuan seharusnya kau sadar bahwa aku juga memiliki perasaan, dan aku punya hak menggunakan perasaan itu untuk menyukai siapapun orang yang aku mau!!"

Sudah cukup, (Y/n) muak menahan segala perasaannya. Sedari dulu ia selalu diam. Ketika dibenci, ketika dikucilkan, bahkan ketika hatinya hancur berkeping-keping karena kisah cinta pertamanya tak berjalan sebagai mestinya. (Y/n) lelah.

"Aku juga ingin. Jika sama-sama ingin, kenapa jadi aku yang salah? Bukankah dengan begitu aku juga bisa menyalahkanmu?" (Y/n) menatap Chitanda tajam. "Kau tidak tau seberapa sakitnya hatiku saat Oreki-san sangat dekat denganmu!"

"Dan ketika kau menyadarinya, seharusnya kau menyerah saja!!" teriak Chitanda tak kalah keras, melangkah maju dengan ego masing-masing. "Aku, aku mengenal Oreki jauh lebih baik." ia menunjuk dirinya sendiri, matanya semakin memanas meski cairan bening terus bercucuran. "Tapi kenapa harus aku yang kalah? Aku bahkan berjuang lebih keras darimu."

Chitanda melangkah mundur dengan kepala menggeleng-geleng, lantas tangannya terangkat untuk menepuk dahi frustasi. Ia ingin berteriak sekeras mungkin, tetapi tidak bisa. Andai ada satu orang saja yang mengerti penderitaannya.

Chitanda hanya memiliki satu harapan. Ia teramat mencintai Oreki, hari-harinya berlalu dengan luar biasa ketika Oreki ada di sampingnya, meskipun laki-laki itu terlihat tak peduli Chitanda tetap menyukainya.

Cintanya tulus, tapi tak mampu terbalaskan.

Sejujurnya ia tak pernah ingin melakukan hal ini. (Y/n) orang baik, Chitanda tau itu, tetapi ia putus asa dan butuh seseorang untuk ia benci, hatinya benar-benar hancur berkeping-keping.

"Jika saja," gumam Chitanda, tertawa hambar. "Jika saja kau tidak pernah datang, mungkin aku bisa tetap menjalani kehidupanku dengan normal." air matanya kian deras, meski tak lagi terdengar isak tangis. "Aku juga, mungkin bisa memperjuangkan cintaku lebih keras lagi."

Chitanda meremat dadanya kuat-kuat. Hatinya sakit luar biasa, ia seakan tak lagi memiliki kesempatan. Orang-orang memiliki hak untuk mencintai siapapun, tetapi tak semua orang sanggup melepas ketika cintanya kandas tak berbekas.

"Aku tidak mengerti, aku lebih baik darimu, apa yang salah dengan itu?" suara Chitanda semakin kecil, menundukkan kepalanya dalam.

"Perempuan yang baik, tidak akan menyeret saingannya ke tempat sepi dan menamparnya hanya karena takdir tak berjalan sesuai dengan keinginannya!"

Hening. Chitanda terdiam mendengar perkataan tegas dari sang lawan bicara. Mengangkat kepala, ia kembali tertawa hambar, menatap wajah serius (Y/n) yang tak lagi meneteskan air mata.

Waiting for You || Hyouka (OrekixReaders) [✔]Where stories live. Discover now