Bab 9

1.3K 28 0
                                    


“Apa yang kalian lakukan!” Tanpa disadari Luna berjalan menghampiri kami.
Azam sesaat menoleh pada Luna, lalu kembali menoleh ke arahku.

“Aku sedang memberi pelajaran padanya,” ucap Azam menatapku. “Kamu jangan pergi dari rumah ini atau aku akan kembali mempermalukanmu,” bisiknya di telingaku.

Azam melepaskan cengkeraman tangannya dan berjalan menghampiri Luna yang berdiri tak jauh dari kami.

Gadis itu menatap kami dengan wajah penuh tanya.

“Mana ada memberi pelajaran sedekat itu.” Luna tampak tak suka dengan apa yang dilakukan Azam tadi.

“Beneran, aku cuma mau memberi dia pelajaran karena dia tidak mau melakukan apa yang aku perintahkan. Masa kamu cemburu sama cewek bau seperti dia.” Azam menunjukku.

Akhirnya Luna percaya dengan ucapan Azam. Dia pun bergelayut manja pada lengan Azam seraya memandangku. “Beb, kalau berbicara soal bau, kayaknya kamu deh yang bau!” sekilas dia memandangku. Lantas kembali memandang Azam seraya menutup hidungnya dan melepas tangannya dari lengan Azam.

Azam mengangkat lengannya secara bergantian dan mencium bau badannya sendiri. “Baiklah, Aku mau mandi dulu,” pamitnya pada Luna.

Setelah kepergian Azam, Luna duduk menunggunya di ruang tamu. Sedangkan aku bergegas ke dapur untuk membersihkan  sisa makanan mereka.

Setibanya di meja makan, Aku segara mengatur napas yang  sudah terasa sesak, karena menahan tangis sedari tadi. Air mataku pun akhirnya berjatuhan membasahi pipi dan meja makan.

***

Setelah kehadiran Luna tempo hari. Aku lebih memilih untuk menghindari Azam. Aku tidak ingin mendengar caci-maki kembali keluar dari mulutnya.

Setiap pagi aku keluar kamar, setelah Azam berangkat kerja dan masuk ke dalam kamar sebelum dia pulang. Ada dan tiada dirinya bagiku sama saja, tidak ada bedanya, karena dia tak memedulikanku sama sekali.
Beruntung, pria itu selalu memesan makanan cepat saji, jadi aku tidak perlu menyiapkan makanan dan bertatap muka secara langsung dengannya.

Hingga suatu ketika tanpa sengaja aku melihatnya, saat  terbangun lewat tengah malam karena kehausan. Terpaksa aku keluar kamar untuk mengambil air minum. Biasanya sebelum tidur sebelum tidur aku membawa sebotol air ke dalam kamar. Malam itu, kebetulan terlupa.

Pada saat keluar kamar, aku melihat Azam sedang tertidur meringkuk tanpa bantal ataupun selimut di atas sofa yang terletak di ruang keluarga. TV juga  masih dalam keadaan menyala.

Tanpa menghiraukannya, aku melanjutkan langkah kaki menuju ke dapur untuk mengambil minum.

“Maaf, semua aku lakukan, hanya untuk membalaskan dendam kakakku.”

Mendengarnya, seketika aku menghentikan langkah dan berbalik untuk memandangnya. Ternyata Azam hanya mengigau. Aku pun bergegas menuju ke dapur untuk mengambil air minum.

***

“Adiba.” Icha menghampiriku  yang duduk termangu di perpustakaan kecil yang berada di sekolah usai mengajar. Kebetulan, perpustakaan sangat sepi, tidak ada siswa yang berminat untuk membaca. Maklum, buku-buku yang ada di sana belum komplit. Kebanyakan hanya buku pelajaran saja.
Icha duduk di kursi yang terletak tak jauh dariku.  “Beneran sekarang kamu dan Azam tinggal satu rumah?” tanyanya.

Aku menganggukkan kepala.

“Apa dia memperlakukanmu dengan baik?” Icha memandangku.

Aku kembali menggelengkan kepala. Aku menjelaskan padanya bagaimana Azam memperlakukanku.

Malam Pertama Tanpa Selaput DaraHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin