Prolog

142 39 46
                                    

Pada tahun 3.088 Lux, terjadi tragedi berdarah di Negara Shaviel. Para tertua vampir diikat dengan rantai emas yang beratnya mencapai lima puluh kilogram. Badan mereka diseret ke tengah lapang yang dikelilingi pepohonan kering. Kulit wajah melepuh terkena panasnya matahari yang berada di puncak ubun-ubun. Jerit dan tangis anak-anak vampir terdengar seperti melodi yang menyayat hati. Mereka ketakutan, melihat asap tebal membumbung tinggi dan membakar setengah wilayah.

"KATAKAN, DIMANA VAMPIR ITU?" tanya pria berambut hitam dengan jubah panjang dan mahkota berlambang kelelawar.

Pria itu mencekik leher salah satu tertua vampir yang bersimpuh di hadapannya. Vampir tua dengan wajah pucat dan kulit terkelupas, mulai sesak nafas. Lambat laun, ia merasakan kepalanya tercabut dari badan, hingga mengeluarkan darah segar yang membanjiri leher dan dada. Semua mata, tertuju pada kepala yang menggelinding layaknya bola berdarah.

Pria itu kembali mengajukan pertanyaan yang sama kepada sembilan vampire. Namun, tak satu pun menjawab pertanyaannya. Mereka terdiam, membatu selayaknya patung yang membisu. Seolah pertanyaan itu, hanya angin lalu.

Mereka membuat penguasa kerajaan Vallahuela naik pitam. Tanpa ada aba-aba, ia menebas tiga kepala vampire hingga terpental ke tanah tandus.

Ia menyisakan lima tertua vampire yang melepuh terkena sinar matahari. Ia menatap satu persatu dengan sorot mata berapi-api. Lalu, pandangannya tertuju kepada pria yang lebih muda di antara empat vampir lainnya.

"Kamu yang termuda. Katakan, dimana anak keturunan hasil kawin silang?"

Pria itu berbicara dengan suara datar dan penuh tekanan di setiap katanya. Kedua tangan kekarnya bersiap melemparkan bola api suci ke arah vampir berpakaian robek dengan janggut panjang. Ia terlihat kebingungan dan takut, tapi pada akhirnya ia mengeluarkan suara dengan badan gemetar.

"Hamba mengaku Lord," ia menyembah di hadapan sang penguasa, seolah pria itu adalah Tuhan yang memiliki Dunia Moirei.

"Cepat, katakan."

"Liona, putri kandung Magna. Melahirkan bayi lima tahun lalu."

Pria itu menyeringai, lalu berteriak dengan lantang, "Geledah club' Amor!"

Pasukan dengan jubah hitam mendobrak pintu klub' Amor, sesuai perintah pemimpin Kerajaan Vallahuela yang kejam dan otoriter. Mereka mendobrak dengan batang kayu berukuran besar.

Mereka menggeledah setiap sudut ruangan di lantai satu. Menghancurkan semua benda yang ada dengan pedang panjang. Mereka terus berkeliling meneriaki satu nama.

"MAGNA!" teriakan kencang terdengar dari lantai satu.

"Ayo, cepat!"

"Kalian harus pergi dari sini!" Suara kakek tua dengan janggut putih meminta anak dan cucunya pergi ke lantai tiga.

Kedua wanita berlari menaiki tangga, diikuti dua anak kecil. Satu anak laki-laki dengan rambut coklat, sementara yang satunya anak perempuan bergaun merah.

"Kakek mau kemana?" anak perempuan itu berbalik badan dan bertanya kepada sang kakek.

Ia takut kehilangan kakeknya, karena sedari kecil ia tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang ayah, hanya kakek yang merawat dan memanjakannya. Ia mencintai pria tua itu setulus hati. Ia merasa aman di dekat kakeknya.

Sang kakek tersenyum lalu berjongkok di hadapan anak perempuan, "Kakek akan keluar menemui mereka."

"Apa kakek akan ikut bersama kami?" ia kembali bertanya dengan raut wajah polos dan mata berkaca-kaca.

"Iya, kakek berjanji."

Kakek tua mengelus rambut cucu kesayangannya dengan lembut. Ia takut berpisah dan melanggar janji. Namun, ia tidak memiliki pilihan selain menghadapi Klan vampir Mortus.

"Pergilah bersama Ibu, bibi dan sepupumu!"

Setelah mengucapkan itu, kakek tua berlari menuruni tangga yang terhubung ke lantai satu. Jantungnya berpacu seiring langkah kaki yang menapaki setiap pijakan.

Tanpa ia sadari, cucunya mengikuti dari belakang. Anak perempuan berambut panjang mengintip dari tangga lantai dua. Ia melihat gerombolan vampir dengan jubah hitam menodongkan senjata ke arah kakeknya.

"SEPANDAI-PANDAINYA KAMU MENYEMBUNYIKAN KETURUNAN KAWIN SILANG, KAMI AKAN MENEMUKANNYA!"

Anak perempuan itu terkejut mendengar bentakan dari salah satu vampir. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, sang kakek diseret secara paksa oleh lima vampir sekaligus. Anak itu ketakutan, tubuhnya gemetar dan berkeringat. Air mata tumpah membasahi kedua pipi. Mulutnya hendak berteriak memanggil nama sang kakek. Namun, tiba-tiba mulutnya di bungkam oleh wanita paruh baya.

"Nak, cepat pergi dengan bibi dan sepupumu. Mereka menunggu kamu dilantai tiga."

Anak perempuan itu menggelengkan kepala, lalu menjawab dengan terbata-bata, "Ta-tapi, kakek?"

"Ibu akan menolong kakek," wanita itu menggenggam kedua tangan anaknya.

Wanita yang lebih muda datang dan menarik pergelangan tangan anak perempuan, "Ayo, kita tidak punya banyak waktu."

"Ibu."

"Ibu."

Janus (Projek Fantasi TheWWG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang