Lucas menghela nafas berat. Lagi.

Setidaknya ia masih memiliki pola hidup yang sehat dengan mengonsumsi air mineral dan jus buah pir atau apel di pagi hari. Bukan menawari cola yang bisa merusak lambung karna asamnya.

Lucas mengamati Lami. Ia melihat sosok mengerikan itu sedang terlihat lelah di dalam diri gadis itu. Memperlihatkan tubuh letih pula dari pemilik raga tersebut. Mata bengkaknya mempertegas banyak hal, jika ia lelah. Sangat.

Lucas mengagumi sosok yang sekarang berdiri di depannya itu. Rapuhnya adalah wujud terkuat dari dirinya yang selama ini dia lakoni. Semua peran antagonis dan rasa sakitnya menjadi jawaban yang berkesinambungan.

Lucas tidak membenarkan pola pikir gadis itu tentang dendam dan sisi penghancurnya, tapi Lucas jika berada di posisi Lami, ia akan melakukan hal yang sama.

Sekarang dendamnya sudah tidak berarti apa-apa. Johnny sudah hancur karna ulahnya sendiri pula. Memanfaatkan Haechan dan bersembunyi di balik nama laki-laki itu juga bukan hal yang rasional lagi untuk dipikirkan.

Apa yang tersisa ? Sosok yang kini berdiri tanpa riasan apapun di depan Lucas. Memperlihatkan cekungan mata dan hitam di kelopak bawahnya dengan sangat ketara. Bekas garis yang aneh di sekitar wajah dan lengan tangannya yang tidak tertutup kaos. Atau bahkan kuku palsu yang berusaha menyamarkan ketidak adaan tulang tipis di ujung jarinya.

Hanya satu kata yang bisa Lucas gunakan untuk menggambarkan gadis remaja yang berjarak 4 bulan darinya itu.

Hebat

Terlepas dari salah benarnya apapun yang dia lakukan, Lucas mengagumi sosok yang berdiri seolah menantang takdir dan tuhan di depannya dengan begitu kokoh meskipun menyisakan dirinya yang hampir setengah mati. Tapi ia tetap bertahan. Walaupun kini berniat melarikan diri.

Lucas mendekat. Tangannya tiba-tiba terangkat. Lalu mengelus kecil kepalanya.

"Hiduplah dengan baik setelah ini, gadis gila." Ucapnya berhias senyuman terbaik yang bisa berikan disela-sela kekaguman dan rasa sedihnya.

Tangannya terbuka ke sisi tubuh Lami. Mempersilakan gadis itu untuk merengkuhnya. memberikan servis terbaik dari rasa hancur dengan pelukan hangat dipagi hari.

Lucas mendekap tubuh rapuh yang sangat pas di dalam pelukannya itu. Membiarkan Lami yang tiba-tiba mulai membasahi baju tidurnya, mengelus kepala dan punggungnya seolah memberi waktu ekstra agar gadis itu bertahan.

"Paris kota yang indah. Berbahagialah disana. Aku akan berkunjung sesekali. Jadi tetaplah hidup." Entah kenapa kalimat itu yang difikirkan oleh Lucas saat ini.

Disatu sisi, ia memiliki ketakutan. Sosok kuat yang kini direngkuhnya dalam rapuh itu hanya mencari 'tempat' lain untuk mengakhiri hidupnya. Jauh dari orang-orang untuk menyudahi drama Tuhan yang melelahkannya.  Hingga tidak ada yang menyadari jika ia lebih dulu menyudahi rasa sakitnya.

Sebuah tawa kecil dan pukulan di dada Lucas menjadi jawaban. Bukannya Lucas lemah atau sejenisnya. Tapi pukulan tangan itu terasa tidak main-main. Jadi dia mengaduh kesakitan.

"Hari ini, kita akan menghabiskan waktu bersama. Kita sudah lama tidaj berjalan-jalan kan.. Ayo kuta lakukan lagi seperti dulu. Dan ayo lakukan juga di Paris nanti. Berdua. Okey ?" Ucap Lucas setelah menangkup kepala Lami dan mengamati lamat-lamat bagaimana linangan air mata itu lolos dari tempatnya dengan begitu berani.

Lucas entah kenapa selalu bersyukur atas segala hal yang dilakukan Lami. Setidaknya, ia menjadi satu-satunya orang yang tau segala kondisi Lami. Termasuk sisi rapuhnya ini.

Lucas harap hanya dirinya yang mengetahui hal tersebut.

.
.
.
.
.

Sesuai janji.

[FF] BE MINE •Markhyuck ^ENDWhere stories live. Discover now