Sebagai seorang wattpaders sejati, mendapatkan banyak pembaca itu adalah hal yang paling diidam-idamkan oleh setiap penulis di dunia orange. Begitu juga yang dialami oleh Ayra Milantika saat ini. Siswi dari Sma Taruna Bangsa itu bahkan iri dengan pe...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Lho, Mama kirain kalian kemana. Ternyata lagi di taman toh. Yaudah, lanjutin aja ngobrolnya. Mama mau ke dalam dulu."
Naya yang tiba-tiba menginterupsi obrolan seolah menyelamatkan nyawa Milan.
"Tan, kalau gitu Milan pamit dulu ya. Terimakasih atas makan siangnya tadi. Puding coklat tante enak banget." Buru-buru Milan pamit sebelum dicecar lagi dan lagi. Nyengir kuda andalannya tersungging di bibir.
"Kalau gitu bawa aja puding coklatnya ya."
Anggukan kepala Milan mengakhiri obrolan ketiganya. Putri Rike ngacir sesudah Naya melangkah lebih dulu, meninggalkan Galang yang bertopang tangan sembari menyaksikan kepergian dua perempuan berbeda generasi tersebut.
Hari Ketiga, Percobaan Kelima
Milan memanjangkan lehernya demi melihat seseorang. Kalian pasti tahu siapa yang gadis remaja itu pandangi kalau bukan Galang Pramudya Arthasena. Ia terpaksa berdiri di tribun memastikan keadaan benar-benar aman terkendali. Masalahnya pelatih cowok itu sedang mengawasi anak didiknya. Tamat sudah riwayat Milan bila ketahuan menyusup dan mengganggu latihan mereka.
"Yes! Akhirnya pergi juga."
Tangga di bangku penonton ia turuni satu per satu. Gadis ini sungguh tidak ingin melewatkan kesempatan. Biarlah Galang mau berpikir apa. Yang penting tujuannya tercapai.
Milan menghampiri Galang dengan cara ter-anti mainstream. Ia melompat sebelum mendarat dengan posisi berjongkok. Rok sekolah serta kaos lengan panjang itu sengaja Milan kenakan supaya kehadirannya tidak terlalu mencolok di antara yang lain. .
"Astagfirullah," ujar Galang mengelus dada. Terhitung nyaris sepuluh kali ia berhasil dikejutkan Milan.
"Hehe, santai aja. Gue bukan hantu penunggu lapangan baseball kok. Jadi, gak usah takut," seru Milan teramat santai. Ketika hendak melancarkan aksinya, niat Milan terkendala saat pria ber-stelan olahraga berdiri tepat di hadapan mereka.
"Galang letakan aja peralatannya di gudang. Dan kamu ... Tolong bantu Galang juga ya," titah Dion menunjuk Milan. Yang ditunjuk malah terkesiap.
"S-saya, Pak?"
"Iya, kamu. Jadi siapa lagi? Kamu muridnya Bu Rini kan? Yang gabung di ekskul drama." Perkataan Dion membuat Galang menahan tawa. Pemuda itu tahu apa maksud kedatangan cewek ini. Bukannya berhasil malah ia disuruh mengangkat peralatan olahraga yang adik kelas sempat gunakan tadi.
Milan berpikir sejenak. Sepertinya tidak salah membantu Galang. Ia bisa curi-curi kesempatan untuk membujuk cowok tengil yang sayangnya teguh pendirian.
"Ayo. Kenapa diam aja di situ?"
"Siap, Pak."
Mereka kompak melaksanakan titah sang pelatih. Keduanya tiba di gudang begitu cepat.