Dunia Sempit

38 8 7
                                    

INDAH POV

Dunia memang sempit. Tapi bumi luas, apalagi alam semesta. Yang sempit hanyalah dunia diri kita sendiri. Orang yang dikira orang asing ternyata orang yang paling dekat dengan kita.

Bukan hanya kebetulan yang sementara, namun itu adalah takdir. Takdir baik, Alhamdulillah. Takdir buruk? Astaghfirullah.

Apa yang harus gue lakuin sekarang? Ini takdir baik atau buruk bagi gue?

"Oh dia ini ternyata anak kecil yang gendut terus item itu ya?"

"Pendek lagi."

Anak bapak sama aja. Body Shiming. Gue tau kok, gue ini dari kecil emang ngga good looking. Tapi ya jangan diungkit lagi dong. Ngga tau apa mereka, kalau gue udah pakai berbagai cara buat jadi glow up. Fisik gue emang udah ditakdirkan gini, ya mau digimanain ngga bisa berubah.

Kalau mereka mau ngungkit keburukan gue di depan bapak mah no problem gue, si bapak juga tau kok gimana rasanya jadi gue. Karena gue gini karena gen dari bapak.

Sialnya mereka ngungkit ginian di depan Mak, yaudah deh pasrah aja gue dijadiin bahan bully-an temennya bapak sekaligus anaknya, plus Mak sendiri.

"Iya ini ikut gen bapak jadi hasilnya kurang mantep."

Malam ini rumah gue diisi oleh suara tawa ngakak buat ngebully gue. Ngga bisa gue gini terus, gue harus bisa ngebela diri sendiri. Jangan diem aja. Oke saatnya gue ngomong.

"A-.."

"Mau ngelak kamu? Emang bener kan?"

Gue anaknya Mak bukan si? Kok rasanya sifat emak ke gue kaya ibu tiri ya. Gue cuma ngelus dada. Sabar sabar.

"Istri kamu gimana?"

Kali ini bapak bisa menyelamatkan gue dari bully-an dadakan dari pak Pramono, Kak Arga, dan Mak. Dengan mengalihkan pembicaraan. Bapak emang pahlawan gue, ngga bisa tergantikan.

Ting!

"Istriku udah dipanggil Yang Maha Kuasa Di."

Melegakan tenggorokannya dengan teh buatan gue yang rasanya seperti teh di hotel bintang lima, lalu mengatakan satu kalimat yang membuat ekspresi Pak Pramono sedih.

"Maaf No, aku baru tau ini."

"Waktu itu, ada sebuah kesalahpahaman. Dan berujung kami berpisah."

Ujar pak Pramono dengan sesekali tersenyum miris. Ngga gue sangka ternyata dibalik sifat killer nya beliau, ada perasaan kehilangan yang amat mendalam.

"Dan sekarang bagaimana keadaan kamu dan anakmu Aldo tanpa istrimu?"

Tanya bapak ke pak Pramono dengan menengok ke arah Kak Arga. Sebentar, Aldo? Namanya Kak Arga emang ada Aldo nya ya? Gue liat sebentar ke arah nametag nya Kak Arga. "Arga Dirgantara." Ngga ada unsur Aldo nya tuh.

"Permisi yah, aku mau ke depan dulu. Temenin bentar."

"Eh, kok gue."

Tanpa menunggu jawaban dari Pak Pramono, Kak Arga ngedorong gue dengan paksa ngga ada lembut lembutnya ke gue.

"Eh iya iya ini, pelan-pelan napa."

Dia udah ngga ngedorong gue dengan paksa lagi, sekarang kita berjalan beriringan ngga tau tujuannya mau kemana.

"Mau kemana kak?"

"Nyari udara."

"Oh oke."

Kita terdiam cukup lama, gue ngga berani tanya tentang suatu kejanggalan di dalam pikiran. Dia juga terdiam dan sesekali menghela nafas panjang. Karena suasana menjadi semakin canggung, jadi gue berusaha menciptakan suasana lebih hidup lagi.

Kok, Kakel Cupu?! (SELESAI)Onde histórias criam vida. Descubra agora