Episode 3 - Hari Pertama

566 117 10
                                    

Chan tidak pernah menyangka akan dibangunkan dengan cara seperti ini. Biasanya, kalau tidak sinar matahari dari jendela, bunyi alarm dari ponselnya, paling tepukan lembut dari tangan mungil Han yang membangunkannya tiap pagi. Namun pagi ini, kasurnya dibuat gempa bumi.

"Chan! Bangun! Bangun! Ayo! Ayo bahagia!"

Chan hanya bisa memejamkan mata kesal merasakan tubuhnya yang ikut terpantul tiap ada lompatan dari sisi lain kasurnya, ditambah seruan yang super berisik itu, juga suara besi menghantam besi, yang Chan yakin berasal dari hantaman dua panci untuk memasak mie miliknya.

Tidak begitu lama, lompatan berhenti. Chan pikir paginya akan kembali tenang, tapi tentu saja tidak.

"Chan! Ayo bangun!" teriak Lino, tepat di depan wajah Chan, sambil mengguncang bahu ayah satu anak itu dengan tidak santai. "Katanya kamu mau kasih saya bahagia yang lain. Saya ga bahagia kalo kamu tidur terus begini."

"Tuhan.."

Lino berhenti saat mendengar gumaman itu keluar dari mulut Chan. Dia juga masih setia di posisinya—dengan wajah yang hanya beberapa centi di depan wajah Chan—saat mata itu membuka perlahan.

"Kenapa kamu semangat banget kayak anak anjing?"

Lino sempat terdiam sebelum mengerutkan wajahnya kesal diiringi tangannya yang meninju dada Chan cukup kencang. "Kamu bilang saya kayak anjing?" ujarnya tidak terima setelah bangkit dari posisinya.

Chan, yang akhirnya bisa duduk karena Lino sudah tidak lagi mengukungnya, mengusap-usap dadanya yang tadi ditinju. "Anak anjing. Kamu kayak anak anjing kalo diajak jalan-jalan, bahagia dan semangat banget."

Lino berdiri dengan tangan bersilang dada lalu bertanya dengan nada sinis, "Apa bedanya?"

"Anak anjing lucu, Lino. Saya, secara ga langsung, bilang kamu lucu."

Lino masih menatap curiga sebelum memutuskan untuk mendengus dan menyerah. "Masa bodoh. Yang penting, saya mau tau rasanya bahagia yang lain sekarang. Kalo ngga, perjanjian kita batal."

"Iya-iya. Kamu mandi dulu, nanti saya kasih tau bahagia lainnya."

×××

"Chan? Katanya mau bahagia? Kamu pikir saya bisa bahagia kalo kamu ajak saya ke tempat yang penuh sama makhluk kecil yang paling saya benci di semesta kayak gini?"

"Kamu jaga Hanie dulu, baru saya kasih bahagianya." Chan menarik rem tangan mobilnya, "Kayak gitu 'kan, perjanjiannya?"

Lino mendengus sebelum bersandar kesal di kursi belakang. Sementara itu, Han yang duduk di kursi penumpang samping ayahnya melirik Lino dengan semangat.

"Ino, Ino tenang aja. Temennya Hanie baik kok! Nanti kita main bareng-bareng."

"Tetep aja mereka manusia kecil." Lino masih melirik malas keluar jendela mobil, di mana banyak anak-anak yang diantar orang tua mereka ke sekolah. "Lagipula, gimana caranya saya bisa masuk sekolah buat manusia kecil dengan badan begini? Mereka semua juga terlalu kecil untuk main sama saya."

"Hanie bawa yang Ayah minta?"

Han mengangguk mantap sebelum mengeluarkan sesuatu dari tasnya. "Hanie bawa Ino!" ujarnya ceria sambil mengeluarkan boneka kelinci tempat singgah Lino.

"Nah, Lino, kamu masuk ke boneka lagi biar bisa jaga Hanie selama di sekolah."

Lino memberi tatapan malas sebelum akhirnya menghela nafas. "Ya udahlah. Lebih baik saya tidur di dalam boneka daripada harus kumpul sama manusia-manusia kecil itu."

Lino sudah bersiap saat dia mengingat sesuatu. "Oh iya. Han, tolong jangan buat boneka ini basah atau kotor. Saya ga suka tempat singgah saya kotor."

"Siap, Ino! Hanie pasti jaga Ino biar ga kotor!"

Lino menghela nafas lagi sebelum kembali bersiap. Dia mengambil nafas dalam sebelum berubah menjadi setitik cahaya lalu masuk ke dalam boneka kelinci di tangan Han.

Chan membatu melihatnya. Dia baru kali pertama melihat hal seperti ini, dan ini sungguh menganggumkan!

"Ayah, Hanie sekolah dulu, ya."

Chan tersadar saat mendengar pintu mobil dibuka. "Ah, iya, Hanie. Hati-hati."

"Siap, Bos!" ujar Han memberi pose hormat sebelum menutup pintu mobil dan menuju sekolahnya dengan ceria.

Sementara itu, Chan kembali dibuat bingung.

"Dia iblis, tapi berubah jadi cahaya. Dia juga ga suka anak kecil, tapi pilih singgah di boneka." dia menghela nafas, "Setelah ini, akan ada kejutan apalagi?"

×××

tmi. cerita ini belum selesai diketik
(belum diketik sama sekali malah),
jadi maaf banget updatenya lama
(udah gitu pendek-pendek pula).

Azimat +banginhoDonde viven las historias. Descúbrelo ahora