25. Sorry For Your Feeling

Start from the beginning
                                    

Ia lihat Jaemin tidak menyadari kedatangannya. Dengan cepat Jeno melepas seluruh pakaian dan ikut menceburkan diri ke dalam bath up yang penuh. Jaemin yang merasa air sabun di dalam bath up meluber, segera membuka mata.

"Hei, kau sedang apa?" tanya Jaemin terkejut.

"Menurutmu?"

Karena sudah kehabisan energi, Jaemin tidak mau berdebat lebih jauh dengan Jeno. Ia biarkan pria itu ikut berendam di air hangat dengannya.

"Sudah antar Renjun dan Karina sampai depan stasiun, 'kan?"

"Sudah. Mereka punya waktu 5 menit untuk masuk, jadi langsung lari begitu saja tanpa berterima kasih padaku. Cih, apa-apaan itu?" decih Jeno agak jengkel lalu mengangkat kaki kiri Jaemin ke bahu kanannya. Setelah itu, ia usap dengan sabun cair dan air yang sudah banyak mengeluarkan busah.

"Sudahlah, mereka juga terburu-buru. Biar aku yang mewakilkan ucapan terima kasih mereka." mendengar itu Jeno langsung menatap Jaemin dengan seringaian.

"Benarkah?" langsung saja Jaemin menyiramnya dengan air karena sangat mesum.

"Eihh! Otakmu itu ya! Astaga Lee Jeno."

"Hahaa.. maaf maaf, aku bercanda." lalu Jeno mengecup kaki mulus Jaemin setelah selesai ia bersihkan.

"Jen." panggil Jaemin pada Jeno yang kembali asik membersihkan kaki kanan Jaemin.

"Hm?"

"Bagaimana kabar Paman?"

"Baik, mungkin?" jawab Jeno tak minat.

"Kau tidak pernah menghubungi Papa-mu lagi?"

"Untuk apa?" wajah Jeno jadi berubah tidak bersahabat setelah membahas mengenai ayahnya.

"Jen, dia tetap orang tuamu."

"Sudahlah, Jaem. Aku malas membahas pria yang bahkan lebih mementingkan istri barunya. Yang jelas, aku sudah tidak peduli lagi sejak saat itu."

"Lalu motor barumu, bukankah dari beliau?"

"Dia hanya mengirimnya dengan jasa kirim, lalu mengirim surat 'Selamat Ulang Tahun'. Ah, basi."

Jaemin terdiam setelah Jeno selesai bicara. Ia menarik kakinya dari bahu Jeno dan kini duduk sambil memeluk lutut.

"Selama aku pergi, pasti banyak yang terjadi dalam hidupmu hingga mengubahmu jadi sejauh ini. Aku minta maaf sudah pergi dan meninggalmu sendirian."

"Begitulah, sangat banyak dan sangat buruk." balas Jeno dengan suara tenang.

"Saat aku di Busan dan dengar kabar jika Paman Lee menikah lagi, aku langsung memikirkanmu. Aku berpikir apakah kau baik-baik saja? Apa calon ibumu memperlakukanmu dengan baik? Apa kau menyukainya? Aku berpikir seperti itu berkali-kali."

"Benarkah?"

"Um, aku khawatir padamu. Aku ingin sekali menghubungimu dan mungkin menghiburmu. Tapi aku takut, jika aku melakukan itu aku akan mendengar tangisanmu lagi seperti saat kita berpisah. Aku... tidak mau mendengarmu menangis, Jen."

"Tapi kenapa kau tidak mencoba menghubungiku dulu? Aku.. aku akan sangat senang jika kau masih mempedulikanku saat itu. Mungkin aku tidak akan jadi seperti ini jika aku tahu kau masih peduli padaku. Saat itu aku merasa tidak ada satu pun orang yang peduli pada perasaanku, bahkan Papa yang selama ini aku percaya pun memutuskan suatu hal besar tanpa mendengar pendapatku. Itu membuatku sangat kacau. Aku seperti anak yang bodoh." Jeno tampak emosional.

"Jika seandainya aku menghubungimu, apa kau yakin akan baik-baik saja? Kau yakin tidak akan berontak? Pada akhirnya tetap saja kau akan berontak dan berujung kabur dari rumah untuk mencariku di Busan. Bukankah kau bilang tujuan utamamu untuk akselerasi agar bisa menyusulku?"

HOCKEY BOYS! √Nomin ft MarkhyuckWhere stories live. Discover now