❝ Chapter II ❞

11 8 4
                                    

“Hm, dia kecil sekali, sama besarnya seperti bocah kelas tiga SD, wajahnya pun terlihat bodoh.”

Wajah Hana terlipat. Kau menghina?

Gadis muda itu menatap tajam dua orang di depannya, seorang lelaki dan seorang perempuan. Keduanya memiliki wajah yang sama persis, bagai pinang dibelah dua. Kedua orang itu pun bahkan memiliki nama yang sama, Yor. Keduanya bisa dibedakan dengan panggilan Yor perempuan dan Yor laki-laki.

“Hm, kita gak salah orang kan?” celetuk Yor laki-laki. Yor perempuan menggeleng sebagai tanggapan.

“Benar dia, kok. Ciri-ciri nya sama sesuai apa yang dikatakan Tuan Xena.”

“Hei, tapi dia meragukan.”

Yor laki-laki menunjuk-nunjuk wajah Hana dengan raut wajah tidak suka. Hana membalasnya dengan tatapan tajam. Mata keduanya beradu, saling memicing tidak suka.

Sehari yang lalu, Xena menitipkan Hana di sebuah rumah yang bisa dibilang adalah penginapan satu malam untuk para turis atau untuk kaum nomaden. Pemuda itu memberi tip tambahan pada pegawai disana untuk merawat luka Hana, membersihkan tubuhnya, juga memotong rambutnya hingga sebahu. Setelah itu Xena pergi menuju White House, mengatakan bahwa esok akan ada bawahannya yang datang menjemput. Si Kembar Yor.

Dan, setelah Hana bertemu dengan duo kembar itu, ia diseret ke pelabuhan pagi-pagi buta. Mereka segera menaiki speed boat yang sudah disewa sebelumnya. Lantas di atas kapal itu ia menerima serangan pertanyaan dari Yor laki-laki, sementara Yor perempuan hanya duduk di kursi sembari menggerutu karena sinyal ponsel menghilang.

Dan kini, setelah empat jam berada di atas kapal, Hana berdiri di depan gerbang belasan meter yang diapit dengan dinding yang sama tingginya. Lagi-lagi Si Kembar Yor menyeretnya masuk karena laju jalan Hana dianggap lambat, padahal itu karena kakinya sangat kecil dan kurus.

Suasana halaman White House sangat indah, dibalik gerbang dan dinding yang menjulang, terdapat beraneka tumbuhan dan bunga yang menghiasi halaman. Ada banyak kupu-kupu, capung, dan lebah jinak di halaman itu. Jalan menuju White House dilapisi oleh batu tempel, yang seolah menuntun ke sebuah pintu dongeng. Hana menelan ludah, cantik sekali.

Bagian dalam White House pun tak jalan cantik, kaca mendominasi rumah ini, halaman yang mengelilingi rumah ini dapat dilihat dengan jelas. Udaranya pun sejuk, tidak membuat gerah ataupun kedinginan. Dan ada musik klasik yang mengalun menghangatkan suasana bagian dalam White House yang lenggang. Mungkin untuk para anak indie, White House cocok menjadi ‘spot’ bersantai mereka.

“Oh! Sudah datang rupanya!”

Seruan riang terdengar dari ujung lorong, tubuh Si Kembar Yor otomatis membungkuk, Hana menatap keduanya, kenapa mereka?

Xena berjalan cepat ke arah ketiga orang itu. Sepatu hitam mengkilap nya bertubrukan dengan lantai kayu. Tuk tak tuk tap tuk. Tidak sampai tiga puluh detik, Xena sudah berada di hadapan Hana, Si Kembar Yor masih membungkuk. Bergeming.

“Ha-halo. Selamat pagi. D-dan ... terimakasih ....” Hana menyapa seadanya dan Xena hanya tersenyum sebagai tanggapan. Ia mengetuk ujung sepatunya ke lantai, disaat yang sama punggung Si Kembar Yor kembali tegak. Wajah keduanya serius.

Hana menelan ludah. Kenapa jadi bersitegang seperti ini?

Hana melirik  ekspresi wajah Yor laki-laki yang berubah drastis setelah bertemu dengan Xena. Lantas ia dan saudara kembarnya kembali membungkuk sopan, mereka lalu berjalan melewati Xena menuju lorong dibelakangnya.

Kini, Hana dan Xena berada di satu ruangan yang lenggang. Hanya berdua. Kepala Hana mendongak, sulit baginya untuk menatap wajah Xena. Tingginya hanya sepinggang Xena, mungkin jika dilihat oleh umum, takkan terlihat Hana adalah gadis remaja.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 05, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

White HouseWhere stories live. Discover now