Dialah Sang Penyair

1.1K 92 8
                                    

Dialah Sang Penyair

( Hari Pementasan)

Gavina menatap pantulan dirinya sendiri sekali lagi. Kejadian kemarin malam membuatnya benar-benar tidak bisa berpikir jernih. G sudah menyiapkan kejutan atas berhasilnya bisnis mamanya, tetapi betapa terkejutnya dia ketika melihat kue dan juga roti di tong sampah kemarin malam. Itu adalah hadiah dari G, meski bukan pertama kalinya ditolak, G tetap saja merasa bahwa hal itu begitu menyakitkan.

"Ayo kak. Temen-temenku udah di bawah tuh," G mengernyitkan alisnya ketika menatap J yang begitu antusias dalam acara ini. Padahal biasanya gadis itu tidak memiliki rasa semangat lebih jika berhubungan dengan acara bisnis mamanya. Tetapi hari itu beda, J juga benar-benar memperhatikan penampilannya, dia nampak berbeda dan Gavina menyadari hal itu.

"Kamu bisa turun dulu, mungkin Mama juga akan mencarimu," jawab Gavina dengan tenang. J yang merasakan suara sendu kakanya segera meneju ke arah Gavina dan memeluknya dari belakang.

"Mama gak bermaksud gitu kok, Mama tuh sayang sama kakak. Nanti ke bawah ya, aku kenalin sama temen-temenku."

Ada sesuatu yang menghangat saat mendengar perkataan tulus adiknya, tanpa sadar cengkaraman kuku yang Gavina torehkan pada pergelangan tangannya sendiri mengudar. Gadis itu menahan napas dan menghembuskannya kemudian.

"Iya, kakak akan turun ke Aula. Kamu bisa duluan." J mengecup sekilas pelipis kakaknya dan turun dengan riang.

Kini hanya ada Gavina, gadis itu segera mencari alat yang selalu dibawanya kemanapun. Dengan tersenyum sekali lagi pada cermin, Gavina siap memulai sandiwara lagi menjadi anak yang patuh.

**

Irgy Setuharyana. Nama perempuan paruh baya itu sudah kondang di penjuru kota, wanita yang memiliki perwatakan tegas serta cerdas itu menjadi salah satu orang yang disegani di kotanya. Pengusaha perempuan itu menjadi salah satu donatur besar di Sekolah Seni Jalanan Frasa. Tak heran bila acara-acara bisnisnya selalu mengajukan anak Sekolah Seni menjadi pengisi.

Wanita yang kini tengah berada di tengah aul saat itu seperti sebuah sorotan diantara para rekan-rekan bisnisnya, diusianya yang tidak lagi muda justru wajahnya semakin berwibawa.

"Bu Irgy," sapaan dari Mas Dewo membuat wanita itu terkejut dan segera menemui tamu spesialnya.

"Mas Dewo, Bu Wheri dan...." katanya terhenti saat dia manatap pemuda yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Biru yang ditatap sedemikian akhirnya memperkenalkan dirinya,

"Saya Frasa, sepupunya Mas Dewo," ujarnya sambil menyambut tangan Irgy.

Ada jeda sebelum Irgy akhirnya mengenali nama itu,

"K-kau Biru?" ujarnya ketika mendengar nama Frasa yang merupakan nama salah satu sahabatnya dulu.

"Iya," jawabnya dengan teduh.

"Lama sekali Tante tidak melihatmu, Biru!" katanya yang justru sekarang memeluk Biru. Pemuda itu agak tersentak sebelum kemudian hanya membalas kecil pelukan dari sahabat almarhum bundanya.

"Tidak heran jika acara kali ini begitu indah, dekor dan segala persiapan ruangan yang begitu berbeda dari hari biasa. Ini pasti karenamu, " kata Irgy kembali. Biru menjawab dengan gelengan.

"Lebih tepatnya saya hanya membantu anak seni jalanan, mereka yang memiliki ide luar biasa ini," katanya merendah.

Selepas perbincangan basa-basi mereka, akhinya Biru menuju ruang persiapan untuk siswa-siswanya. Pemuda itu tidak terlalu menikmati acara yang diisi dengan sambutan dan segala rancangan yang jujur saja Biru tidak paham. Maka pemuda itu memilih untuk mengunjungi teman-temannya yang sedang melakukan persiapan akhir sebelum tampil.

AMEGA ANJANA (Kota & Rindu yang Didoakan)-Book 2 BiruWhere stories live. Discover now