11

4.2K 426 8
                                    

Jen
online

| Na
| Sebenernya dokter nyuruh gue istirahat
| Tapi gue bosen, pengen main keluar
| Lo lagi di mana? gue samperin ya?

Anna menoleh ke arah Jeffrey yang saat ini sedang memilih parfum. Karena setelah bimbingan dan makan siang tadi, mereka memutuskan untuk pergi ke mall. Jeffrey bilang ada yang harus dibeli.

Kebetulan Anna sedang tidak ada jadwal, akhirnya Anna mengiyakan ajakan Jeffrey. Itung-itung sebagai ucapan terima kasih karena Jeffrey sudah mentraktirnya tadi.

Saat ini Anna ingin sekali mengiyakan ajakan Jeno untuk pergi bersama. Tapi bagaimana dengan Jeffrey?

Di lain sisi Anna merasa bersalah karena telah mempermainkan dua pria. Tapi jujur, ini di luar dugaan dan kendalinya.

| Lo sibuk, ya?
| Kok chat gue cuma di baca aja?
| Kalo nggak bisa ya udah. Gue bisa ngabisin waktu gue sendiri kok.
| Maaf ya gue ganggu waktu lo.

Lo nggak ganggu waktu gue kok. |
Cuma.. ya bener gue lagi nggak bisa untuk siang ini. Maaf ya. Tapi mungkin sore atau malam gue bisa kok. |

| Nggak usah
| Dokter bener. Harusnya gue istirahat di rumah, bukannya berkeliaran.

Sebenernya lo sakit apa, sih? |

| Bukan hal penting.

Tapi itu penting buat gue |


"Kok dibaca doang, sih?"

"Siapa, Na?"

"Hah?" Anna mendongakkan kepala saat Jeffrey datang menghampirinya. Kemudian Jeffrey menyuruh Anna untuk mencium parfum pilihannya enak atau tidak baunya. "Maskulin banget. Pantes bapak selalu keliatan—"

"Apa? Kok nggak dilanjutin ucapannya?"

Anna menggeleng. Kemudian ia menunjuk salah satu parfum yang menurutnya sangat cocok untuk Jeffrey.

"Anter saya bayar ini dulu, ya? Setelah itu baru kamu yang belanja. Nanti saya bayarin."

Anna menggeleng sambil menatap Jeffrey dengan kaget. "Saya nggak mau. Saya masih bisa beli sendiri kok, Pak."

Jeffrey mengusap rambut Anna gemas. Membuat Anna membulatkan matanya karena kaget. "Nggak salah saya pilih kamu. Ternyata kamu beda sama perempuan di luar sana yang biasanya memanfaatkan uang laki-laki."

"Saya kan juga masih ada kerjaan, punya penghasilan. Minta uang orang tua aja saya nggak berani. Gimana pakai uang bapak yang jelas hanya dosen pembimbing saya."

"Jadi pasangan saya dulu. Baru deh kamu bisa pakai uang saya. Gimana?"

Anna mengerutkan keningnya sambil menatap Jeffrey dengan seksama. "Bapak kalau ngomong emang gitu, ya? Suka nggak di filter dulu? Jantung saya suka tiba-tiba deg-degan jadinya."

Jeffrey tertawa, "Kamu percaya nggak kalau saya cuma punya dua mantan? Itu juga saya diputusin, bukan memutuskan. Karena saya sadar dulu saya nggak punya apa-apa. Itu alasan kenapa sekarang saya mau jadi dosen di saat masih jadi CEO."

"Sebelum tinggal berdua sama anak bapak, bapak tinggal sendiri apa sama orang tua?"

"Saya sendiri. Orang tua saya sudah dipanggil oleh semesta atas izin pencipta-Nya," ucap Jeffrey setelah selesai membayar parfumnya. Kemudian Jeffrey menggandeng tangan Anna untuk ikut keliling mall mencari sesuatu yang mungkin bisa dibeli.

Saat sedang berjalan menyusuri toko demi toko, Jeffrey kembali membuka suaranya, "Selama orang tua saya nggak ada, saya kesepian, kesusahan. Saya mencoba melangkah walaupun sulit. Saya bikin usaha kecil-kecilan, sampai akhirnya membesar dan punya kantor sendiri. Semua itu saya lalui nggak mudah. Banyak salahnya, karena waktu itu saya masih muda, pemula, ilmunya nggak banyak. Itu kenapa saya milih jadi dosen juga, supaya orang lain punya ilmu untuk mencapai keinginannya. Melalui saya, Tuhan menjadikan saya sebagai pengantar ilmu pada anak lainnya."

Anna salut dengan perjuangan Jeffrey selama ini. Sampai-sampai selama Jeffrey cerita Anna hanya bisa menanggapinya dengan senyuman.

"Saya lanjut ceritanya, ya?"

Anna mengangguk bersemangat. "Tapi cari tempat duduk dulu, ya, Pak. Saya cape."

"Iya, ayo.."

Lalu setelah mereka mendapatkan tempat duduk, Jeffrey kembali bercerita tentang kehidupannya selama ini. "Setelah saya merasa cukup dengan apa yang saya dapatkan selama ini, saya sadar bahwa saya membutuhkan seseorang di rumah. Bukan istri. Karena saat itu saya belum sanggup jadi kepala rumah tangga. Tapi kalau untuk sekarang saya siap kalau kamu mau."

"Hah?" Anna membulatkan matanya.

Jeffrey tersenyum sambil menggeleng. "Mulai dari situ saya mengadopsi anak laki-laki di panti asuhan. Kapan-kapan saya kenali sama anak saya, ya."

Anna hanya mengangguk.

"Anna.. Kamu mau belanja apa? Keasikan cerita, saya sampai lupa ajak kamu belanja," ucap Jeffrey dengan wajah kagetnya.

"Saya kan udah bilang, saya nggak mau kalau bapak yang bayarin. Saya nggak ada hak pakai uang bapak," ucap Anna. "Bapak temenin saya beli skincare aja, ya.."

"Ya sudah, ayo."

Saat Anna dan Jeffrey pergi ke toko skincare, Anna tidak menyadari bahwa sejak tadi ada telepon masuk dari Jeno. Karena ponsel Anna di silent dan tidak bergetar. Jadi panggilan tak terjawab dari Jeno terus bertambah.












- bersambung -

Kira-kira Jeno kenapa telepon Anna?
Padahal tadi dia sendiri yang cuma read pesan terakhir Anna..

[✓] DOSPEMWhere stories live. Discover now