Justru karena kita adalah sahabat, status yang selalu kamu tekankan padaku, aku harus membatasi hatiku padamu.

Karena hanya sebatas itu kamu menganggapku... maka aku tidak akan membiarkan hatiku jatuh lebih dalam lagi padamu yang menganggapku sahabat.

Tak ingin menampakkan kesedihannya, Kaysha mendengkus. "Karena kamu tidak sepenting itu, untuk membuatku terbuka sama kamu." Mengukir senyuman miris, Kaysha melepaskan diri dari genggaman Aryan.

"Sekalipun aku sudah pernah melihat semuanya?" Aryan terlihat tidak terima dengan jawaban Kaysha.

"Ya, sekalipun kau satu-satunya pria itu. Anehnya kamu nggak memberiku rasa nyaman hingga membuatku menceritakan hal itu sama kamu!"

Aryan terkekeh pahit saat kegetiran merundung hatinya atas ucapan itu.

"Dan aku pastikan, itu adalah yang pertama dan yang terakhir kamu melihatnya." Kaysha melanjutkan ucapannya.

Aryan ternganga sebelum kembali terkekeh, demi melonggarkan sesak yang kian menekan. "Kamu pikir aku ingin melihatnya lagi, begitu?"

Kaysha tidak menjawab, ia sudah memalingkan mukanya kearah jendela.

"Oke fine." Aryan semakin kesal lantaran mendapati dirinya kini benar-benar tidak diacuhkan. "Besok-besok kalo ada apa-apa mending nggak usah cerita sekalian sama aku," lanjutnya sambil menyalakan mesin mobilnya kembali.

Mobil telah di lajukan. Kebisuan membungkus keduanya. Tak sepatahpun bibir mereka mengeluarkan suara. Kaysha dengan kecewanya, Aryan dengan kesalnya yang entah karena apa.

***

Setelah ke dokter kandungan dengan berpura-pura sebagai pasangan muda, keduanya kembali tiba di rumah Aryan. Tak satupun dari mereka yang berniat bicara. Ketegangan yang ada di biarkan menggantung selama keduanya bersama-baik itu saat di rumah sakit maupun dalam perjalanan pulang.

"Ini obat kamu, jangan lupa di minum. Dan salepnya jangan lupa kamu olesin," katanya sebelum keluar dari mobil.

Kaysha menatap kepergian Aryan dengan termenung, merasa heran pada sikap Aryan yang berubah drastis padanya.

"Kenapa dia? Bukannya yang harusnya marah itu aku?" Ia berdecak kesal. "Katanya sahabat, bukannya bantu sahabatnya yang kesusahan jalan, malah di tinggalin? Ciiih." Tak membuang waktu, ia pun mulai menyusul Aryan kedalam dengan langkah terseok.

"Gimana Kay, dokter bilang apa soal kaki kamu?" Kemunculan Adara yang tiba-tiba di depan pintu sontak mengagetkan Kaysha.

"Eh Tante?"

"Gimana, apa katanya?" Adara mengamati kaki Kaysha dengan cemas.

"Nggak apa-apa kok Ma, kata dokter hanya terkilir biasa. Nanti juga sembuh." Suara Aryan menyelamatkan Kaysha dari ketegangan.

"Tapi kok jalannya masih gitu, kamu udah minta rontgen? Mama takutnya kenapa-napa, soalnya buat jalan keliatan kesakitan banget." Adara terlihat ragu, saat mendapati Kaysha yang masih nampak kesakitan.

Kaysha dan Aryan yang berada lima meter darinya seketika berpandangan dengan cemas.

"Mama lebay nih, kayak apa aja pakai di rontgen segala," sahut Aryan sebelum terkekeh kering.

"Loh kok lebay? Kamu lihat aja jalannya sampe kesulitan gitu, nanti kalo ada patah tulang gimana?"

"Eh, nggak kok Tan. Aryan bener, nanti juga sembuh. Ini juga udah di kasih obat pereda nyeri sama cream olesnya," cicit Kaysha yang terlihat panik.

"Coba mana Mama lihat, sama nggak mereknya kayak yang Daren pakai waktu jatuh dari motor?" Tanpa menunggu persetujuan, Adara langsung menyerobot kantung plastik dari tangan Kaysha.

Reflek Kaysha dan Aryan berpandangan dengan kaget. Bagaimana jika Adara sampai tahu fungsi obat yang kini ada di dalam kantong plastic itu? Pikiran apa yang akan muncul di benak wanita paruh baya itu pada mereka?

Tapi sebelum Adara sempat membuka isi plastiknya, Aryan lebih dulu merebut plastic itu.

"Ih Mama kepo banget sih. Yang namanya obat ya sama aja Ma fungsi buat ngobatin juga."

"Kamu tuh ya kalo di bilangin ngeyel aja." Adara berkacak pinggang. "Yaudah sana, antarkan Kaysha ke kamarnya."

Tanpa di perintah dua kali, Aryan langsung mengangkat tubuh Kaysha. Wanita itu mulanya terkejut dan hendak memberontak tapi begitu menoleh ke wajah Adara yang penuh senyum menatap mereka, egonya pun di telan kembali.

Aryan membawa Kaysha dalam diam, sementara Kaysha yang berada di gendongannya tidak sekalipun melepaskan pandangannya dari wajah pria itu. Ia tersadar, mau di tampik bagaimanapun perasaannya pada Aryan memang tidak lagi seperti dulu. Ada yang tumbuh di hatinya dan baru ia sadari sekarang-disaat status persahabatan sudah melekat sempurna di hati keduanya.

"Yan, sebaiknya aku pulang aja," kata Kaysha saat Aryan sudah menurunkannya di ranjang.

Pria itu memberikannya tatapan tajam. "Please Kay, aku lagi males berdebat. Jadi mending kamu minum aja obat kamu sekarang terus tidur, tapi sebelum itu jangan lupa untuk mengoleskan itumu dengan salap." Ia menggerakkan jemari layaknya tanda kutip pada kata 'itu', hingga memunculkan semburat merah di pipi wanita itu.

Aryan yang menyadari kata-katanya sontak salah tingkah, menyugar rambut demi menetralkan debaran dada. "Oke? Aku pergi dulu."

"Kamu mau kemana?" Pertanyaan reflek Kaysha menghentikan langkah Aryan.

"Ketempat dimana aku dibutuhkan, bukan hanya sebagai sahabat," tekan Aryan.

Ia pun berlalu usai mengatakan kalimat yang menohok itu. Meninggalkan Kaysha yang bersedih menyadari dirinya kembali di tinggalkan.

***

Tbc

Aku gak tahu feel nya dapet gak?
Belum edit jg soalnya.

Tapi aku harap kalian tetep suka😘

Love
Neayoz😘

LoveNeayoz😘

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Kaysha (ONLY YOU)Where stories live. Discover now