Makhluk Bernama Bakti

5 0 0
                                    

Ternyata Bakti itu kayak gitu:
Strong, Setia, Nyebelin, Sensitive tapi...manis

Terkadang aku suka merinding ketika orang-orang dengan mudahnya berdoa 'semoga dijadikan anak yang berbakti pada orangtua, agama, nusa nan bangsa.'
Dengan mudah mereka mencap dahi bayi yang nggak tau apa-apa dengan sesuatu yang masih sedarah dengan 'gila.'

Segitunya? Iya! Bedanya, ketika menjalankan bakti, kita masih memakai akal. Kalau gila, membuang sejauh-jauhnya.

Jika orang dihinggapi 'bakti' pada negara, ia buta uang, ruang, waktu, hingga dirinya sendiri. Tak percaya? tengok saja dokter G yang nggak ragu membayari pasiennya. Calon sarjana I yang meninggalkan kampus, demi membangun pertanian di antah-berantah. Prajurit yang memendam rindu dalam-dalam pada keluarga demi menjaga NKRI. Mereka, benar-benar buta tentang uang dan buta jabatan...

Next, siapa sih yang nggak pengen menimang anak? Jalan-jalan, ketawa-ketawa? Ada. Mereka yang merasakan kenikmatan bercengkrama dengan Tuhan, tahu betul dunia cuma panggung sandiwara.
Bagi mereka, jika hidup hanya soal mengumpulkan pasangan, harta dan tahta, kenapa nggak main monopoli aja? Haha
So, mereka memilih menjumpai Tuhan 'lebih awal' dengan pengabdian mereka.

Ada lagi nih, yang kena panah bakti buat ortu mereka. Mimpi mereka yang mereka gantungkan setinggi langit, mereka ubah. Digantung setinggi langit rumah! Sekuat tenaga berusaha berteman dengan aneka geriatri. Apalagi kalau nametage-nya 'mantu'... Bener-bener berpangkat di atas malaikat kalau mereka mampu. Gimana enggak? Makanan udah terhidang, ortu malah ke tetangga minta makan. Bilangnya... dicuekin menantu.
Kita yang repot tiap hari, tetap di bawaaah.... Beda ma orang lain yang baru dateng and bawa duit bejibun. Langsung jadi sultan dia!
Nyebelin ya?
Banget. Bawaan mewek, sensitive. Pengen rasanya cabut dari rumah, kembali menggantungkan mimpi setinggi mungkin dan mengerjarnya. Biar aja saudara-saudara lain yang coba menangani beliau.

Tapi...ada sisi seksi yang menahan kita tiap kali kaki hendak melangkah.
Bukankah, beliau yang melahirkan kita atau pasangan kita ke dunia?
Bukankah kita dulu juga berbuat hal yang sama? Bukannya beliau dulu juga mengambil mimpi beliau dan menyembunyikan di kolong meja? Demi apa coba?
Demi hidup kita. Demi kita kuat menghadapi dunia dengan segala tawa dan senyum palsunya.

Toh, kadang kita juga yang keterlaluan. Beliau sudah berusaha semampu beliau, tapi kitanya yang menganggap hal tersebut masih kurang.
Kurang karena kita masih sibuk lirik kanan kiri. Sibuk membandingkan how lucky other's life. Lupa bahwa hidup kita sangat sangat beruntung karena beliau.

You know why?

Karena sebenarnya si bakti adalah sosok agung yang mau hinggap di hati bening.

Dan akhirnya...senyum dan tawa ternyata hanya akan kita temukan pada beliau.
Di sela-sela tidur nyenyak beliau.
Tak peduli kita mau di bawah, belakang bahkan terkubur. Bukankah panah bakti yang tertancap pada kita pada akhirnya berasa manis...?

Kata Kang Jo (Cara 'geblek' Menjalani Hidup Bahagia)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora