part 3

7.2K 946 110
                                    

6 tahun kemudian

Alardo dengan kasar mengusap butiran keringat yang terus keluar dari pori-pori wajahnya, bibirnya terus mengeluarkan keluhan dengan suara pelan. Mengeluh tentang kelakuan pamannya yang sudah mencapai tahap tidak waras, orang mana yang punya otak waras akan melakukan hal gila seperti ini.

"Argh! Paman Sam~ kenapa kita melakukan hal tidak berguna begini?!" teriak Alardo pada akhirnya menumpahkan kekesalannya dari dalam hatinya, melemparkan sekop yang daritadi dipegangnya dengan asal ke tanah. Menatap tajam ke arah pria paruh baya yang rambutnya sebagian sudah berwarna putih, yang sedang duduk dengan tenang di tanah sambil membaca buku kecil tidak jauh dari tempat Alardo berdiri.

Sam mengangkat kepalanya, memberi perhatian kepada bocah yang sedang kesal di depannya ini. Menutup buku yang sedang di bacanya dengan enggan, padahal alur ceritanya sedang masuk konflik utama.

"Ini sebagai hukuman untukmu, bocah. Bukankah sudah kubilang untuk tidak terlibat perkelahian, kalau terlibat langsung kabur." ucap Sam memulai ceramahnya yang topik permasalahannya masih sama saja sejak 2 tahun lalu. Alardo memasang wajah masam, pamannya ini apa tidak ada kata-kata lain selain yang itu. Dia bahkan sudah bisa menebak akhirnya.

"Kakek buyutku sudah menurunkan ini berpuluh-puluh tahun yang lalu, jangan pernah terlibat perkelahian karena pasti ada penyesalan pada akhirnya jadi seharus—HOI BOCAH, KAU MAU KEMANA?! DENGARKAN AKU!" teriak Sam ketika melihat Alardo malah berjalan menjauh. Alardo menghentikan langkahnya lalu berbalik badan kembali menghadapi pamannya meski wajahnya masih saja masam.

"Kenapa, paman? Kalau paman hanya ingin bercerita tentang cerita itu lagi aku akan pergi, aku serius. Aku bahkan sudah sangat hapal susunan kalimat paman." ucap Alardo sedikit mengancam.

Sam mendecakkan lidahnya kesal, lalu dia melambaikan tangannya ke arah Alardo, menyuruhnya untuk mendekat.

"Kenapa? Aku akan pergi. Aku tidak berbohong." ucap Alardo menatap Sam dengan serius, dia benar-benar sedang tidak mood untuk mendengarkan ceramah pamannya itu saat ini.

"Ck, sini dulu!"

"Apa dulu, paman?!"

"Kemarilah, sekarang aku akan berbicara hal serius." ucap Sam seraya memasang wajah serius yang jarang sekali diperlihatkannya. Alardo menatap pamannya sedikit aneh, dia merasa canggung dengan ekspresi serius pamannya itu. Karena hampir beberapa tahun bersama bisa dihitung dengan jari berapa kali dia melihat raut wajah serius di wajah orang yang sudah membesarkannya itu.

Biasanya selalu saja ada seringaian jahil yang selalu menghiasi wajahnya dengan mata yang berbinar hangat. Meski wajah pamannya itu sudah mulai keriput menandakan umurnya semakin bertambah tua, Alardo masih mengenali binar hangat seperti saat pertama kali mereka bertemu.

Alardo mendekat lalu duduk di samping Sam dengan beralaskan dedaunan kering yang ada di tanah.

"Alardo, kau taukan keuangan keluarga kita jujur saja terbilang kurang. Dan anak-anak serta kau juga harus melanjutkan sekolah." ucap Sam memulai percakapan, Alardo hanya diam mendengarkan setiap kata pamannya dengan penuh perhatian.

Sam menghela nafas berat, seakan ingin menghilangkan beban yang ada di dalam hatinya. Dia terdiam sesaat, seakan kalimat berikutnya sangat berat untuk diucapkannya.

"Jadi aku berencana untuk meminjam uang." ucap Sam seraya menatap kosong ke arah danau yang ada di depannya. Alardo segera menolehkan kepalanya ke arah pamannya, menatap tidak percaya.

"Paman! Aku tau kita kekurangan uang tapi kalo meminjam uang dengan pak tua itu kita malah akan di permainkannya." ucap Alardo seraya memasang wajah kesal karena membayangkan wajah licik pria paruh baya yang menjadi orang paling kaya di kota mereka ini, pria itu bernama pak Andra. Dia sering meminjamkan uang kepada orang-orang tapi dengan bunga yang cukup besar, dan akan memaksa mereka dengan kekerasan kalau tidak bisa bayar dalam waktu cukup singkat.

RINCHIUSO (TERKURUNG)Where stories live. Discover now